[2] : Nostalgia

1.4K 124 33
                                    

Valeron duduk dimeja makan. Mengambil selembar roti tawar. Meletakkan selai nanas diatasnya. Valeron melihat Hana sedang mencuci piring dan membantu Mbok Ipeh memasak.

Valeron mulai memakan roti tawar yang baru saja dioleskan selai nanas. Tak lama Hana datang membawa segelas teh hangat, "katanya mbok, lu selalu minum teh hangat setiap mau berangkat sekolah," Hana meletakkan teh itu dan menyodorkannya ke arah Valeron, "setengah sendok gula," ucap Hana kemudian.

"Nggak mau sarapan dulu?" Tawar Valeron sambil menyodorkan roti tawarnya ke arah Hana dengan tampang polos.

"Nanti gue bikin sendiri sarapannya," balas Hana, "udah, gue mau bantuin Mbok Ipeh masak,"

Hana ingin pergi, namun tangannya segera dicekal oleh Valeron, "lu nggak denger tadi kata nyokap gua?" Tanya Valeron.

"Denger,"

"Apa katanya?"

"Hana gak usah repot-repot. Biar Mbok Ipeh aja yang masak sama bersih-bersihnya. Anggap saja rumah sendiri," ulang Hana.

"Nah itu tau,"

"Tapikan kata Bunda lo anggap aja rumah sendiri, kan?"

Valeron mengangguk membenarkan.

"Kalau gue dirumah sering kek gini gimana?"

Skak!

Valeron terdiam. Lalu melepaskan tangan Hana, "ya, udah kalau itu mau lu. Tapi jangan sampai kecapean. Gue nggak mau bawa pulang lu ke Jogja dengan keadaan lu sakit kayak gitu. Adanya ntar gua disabit sama bokap lo lagi,"

"Iya, iya, bawel." Hana pergi meninggalkan Valeron--untuk membantu Mbok Ipeh memasak.

¤¤¤

"Kangen gua ama lu pada," pekik Diandra sambil memperhatikan wajah kedua sahabatnya.

"Segitu aja kangen lu," Valeron menyuruput kopinya, "gimana entar udah pada kepisah jauh?"

"Gue jadi keinget Alex sama Cecen," ucap Marsel.

"Iya, yak. Biasanya kita nongkrong dulu diwarung depan sekolah. Kalau enggak ngabisin jam pelajaran dibelakang sekolah sambil ngerokok," Balas Diandra.

"Kalau udah suntuk banget, pasti langsung bolos. Bolosnya ke markas white wolf," sambung Valeron.

"Kalau udah di markas, biasanya makan sate dipinggir jalan. Keinget dulu muka gua kucel banget," Marsel mengusap wajahnya.

"Enggak nyangka, kita udah mau jadi orang sukses aja," kata Diandra.

"Aamiin," Valeron dan Marsel mengamini.

"Apaan sih? Lebay lu pada," ucap Valeron tersadar dari drama menjijikan itu.

"Anjir, nyawa gua baru balik," Marsel ikut-ikutan tersandar.

"Sebenernya bagus sih, gua jadi gak ngeliat sempaknya si Alex yang warnanya pink," ucap Diandra tega.

Mereka berdua tertawa, "eh, bapak kau komandan wanita!" Canda Marsel diselingi tawanya.

"Gua juga nggak ngeliat si Cecen gilanya kumat lagi. Jadi bisa tidur dengan tenang. Kalau kagak... biasanya dia gedor-gedor pintu rumah gua," tambah Diandra, "kirain gue orang gila atau gelandangan anjir. Ternyata si Cecen,"

Mereka larut dalam mengenang hal-hal menyenangkan semasa SMA. Saling bertukar cerita dan pengalaman baru mereka. Menceritakan kisah cinta Marsel yang begitu rumit. Menceritakan Diandra yang cuma mejeng doang tapi gak laku. Menceritakan sempaknya si Alex, suara gila Cecen. Sampe tukang rujak sekolah mereka yang kabarnya punya istri, lagi!

Broken | Valeron [1] & [2] ʀᴇᴠɪsɪTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang