"Saya sudah telepon Bundamu, dan Bundamu sudah cari apartemen kosong. Tapi nggak nemu. Kata beliau, kamu tinggal sama saya saja," Savika duduk dikursi--yang ada dihadapan Valeron, "lagian kamu juga belum tau Taipe, kan?"
"Nggak usah. Saya mendingan cari apartemen saja,"
"Valeron," suara Savika terdengar serius, "Taipe bukan kota kecil, kamu harus tau Taipe dulu. Saya disini bertanggung jawab penuh sama kamu,"
"Tapi saya enggak enak,"
"Enggak apa-apa, kalau di Taiwan, hal begitu sudah lumrah,"
Valeron mengangkat bahunya acuh tak acuh. Menerima saja tawaran Savika sampai ia paham daerah Taipe dan mendapat apartemen untuk tempatnya tinggal. Yang penting, tidak ada laki-laki yg bernama Dimas lagi, "ya, sudah. Nggak apa-apa,"
"Oh, iya," Savika menyeruput kopi hitamnya, "boleh saya tau, kenapa kamu nggak jadi tinggal diasrama? Apa karena Dimas?"
Valeron menarik napasnya dalam, "saya binggung mau mulai dari mana,"
"Dari bagian yang paling membekas,"
Valeron menegakkan duduknya, "saya sebenernya nggak mau mengungkit masalalu lagi. Dimas, pernah mengambil seseorang paling berharga dihidup saya. Dia mengambilnya, setelah itu ia buang," cerita Valeron singkat
Savika mengangguk-angguk, "maaf," ucap Savika tidak enak.
"Enggak apa-apa,"
"Oh, iya! Saya lupa. Kamu harus istirahat. Ayo, ke apartemen saya. Saya juga ada kelas siang ini," Savika mengambil tasnya.
¤¤¤
"Kalau kamu butuh makan atau apapun, ambil aja dikulkas. Atau beli di supermarket dibawah. Semuanya komplit!" Savika bersiap-siap pergi, "tapi tunggu!" Savika memberikan nomor teleponnya, "ini nomor telepon saya kalau kamu perlu sesuatu." Setelah itu Savika pergi.
Valeron mengambil roti tawar diatas meja makan. Toh, kata Savika anggap aja kayak rumah sendiri.
Valeron mengambil hapenya, ingin memastikan kembali kabar Hana, "Han?"
"Gimana? Udah nyampe?" Suara itu mampu merendam seluruh kegelisahan yang selama ia rasakan.
"Badannya udah enakkan?"
"Kok tau? Pasti Papa, ya?"
"Udah enakkan belum badannya?"
"Udah, kok. Cuma tinggal pusing doang,"
"Semalam diajak ke mana sama pak supir taksi?"
"Gue diajak ke Malioboro. Katanya si bapak mau belikan anaknya sesuatu. Eh taunya datang bawa gulali. Katanya di suruh Mas-nya. Dasar"
Valeron terkekeh, "emang semalam nangis?"
"Enggak, cuma banjir doang,"
"Terus? Dibeliin gulali berapa?"
"Banyak banget tau. Sampe gue kasiin ke tetangga. Terus ada yang gue kasiin buat si Bapaknya juga. Gue nggak tau dah itu sibapak beli berapa ribu. Pokoknya banyak banget,"
"Si Bapaknya perduli sama lu berarti. Sampai-sampai beliin gulali sebanyak itu,"
"Elu yang nyuruh si bapaknya belikan? Hayo, ngaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken | Valeron [1] & [2] ʀᴇᴠɪsɪ
FanficFFT [FANFICITION TIMNAS] Bagian ketiga sudah dipublikasikan *** Warning! Ceritanya bisa bikin gregetan *** #1 Timnas (16-11-2019) #1 Valeron (16-11-2019) Sebuah kisah yang dirangkaikan dengan sangat hati-hati. Dengan kasih sayang dan cinta, walau pa...