Tak terasa satu minggu telah berlalu sejak terakhir kali aku menengok Pak Hendra di rumah sakit. Aku tak lagi memiliki kesempatan untuk menungguinya karena kehadiran Pak Kepsek yang intens di malam hari, sedangkan Kenji bertugas jaga di pagi dan siang hari. Dari informasi terakhir yang kudapatkan, Pak Hendra baru bisa dipulangkan setidaknya setelah satu bulan, karena ada beberapa luka dalam yang masih harus dipantau oleh dokter.
"Nggun, stan itu jualan nasi kucing, ya?" tanya Kenji yang kini sedang berjalan di sampingku. Ia sengaja datang ke restoranku untuk menjemput.
"Iya. Tumben, jam segini masih buka. Biasanya udah tutup."
"Makan di situ, yuk." Ajaknya.
"Boleh." Malam ini kami masih bisa bebas keluyuran larut malam, karena hingga kini Bu Tantri belum kembali dari rumah anaknya. Entah apa yang sedang terjadi, namun sudah lama sekali beliau tak memberi kabar pada Kenji.
Kenji terlihat senang dan mempercepat langkahnya menuju stand kecil yang menjajakan berbagai lauk sederhana. Ia memesan makanan dengan antusias, membuatku ikut merasakan kesenangannya tiap kali bertemu dengan makanan.
Di dalam aku melihat seorang ibu paruh baya berperawakan gemuk melayani kami dengan ramah bersama dengan satu perempuan muda dan satu laki-laki muda berumur kisaran 19 sampai 21 tahun.
"Nggun..."
"Hm?"
"Tadi Kepsek lo bilang, besok dan lusa enggak bisa jaga guru dulu karena ada urusan keluarga."
"Oh ya?"
Kenji mengangguk, "...jadi besok lu bisa deh tuh datang lagi selesai kerja. Berhubung besok juga weekend."
"Sip, thank you udah dikasih tahu." Tak lama pesanan kami diantarkan. Tanpa canggung, Kenji segera menyantap nasi berlauk orek tempe pedas manis, 3 telur puyuh tusuk, tahu dan sambal. Untuk minumnya ia memesan air putih dan bajigur. Sedangkan, aku sendiri memesan nasi bersama dengan terong balado, orek tempe dan orek telur dan sambal. Aku memesan minuman yang sama dengan Kenji, "Ngomong-ngomong, lu belum dihubungi juga sama bu Tantri?"
Kenji hanya menjawab dengan gelengkan kepala karena mulutnya penuh dengan makanan.
"Gue jadi khawatir takut terjadi apa-apa sama bu Tantri atau keluarganya. Ini udah lama lho sejak bu Tantri pergi."
"Mungkin dia enggak diizinin pulang dulu sama anaknya atau suaminya." Jawab Kenji yang telah menelan makanannya dengan susah payah.
"Lu enggak coba hubungi beliau duluan?"
"Biarkan aja, Nggun... nanti malah ganggu, dan bu Tantri jadi khawatir karena mikir ada yang sesuatu terjadi di rumah."
"Gitu, ya." seraya menyuapkan nasi berlapis lauk ke dalam mulutku.
"Oh iya, setelah guru lu keluar dari rumah sakit, gue mau jalan-jalan deh, ke mana kek gitu. Gue butuh refreshing, kayaknya."
"Dibanding jalan-jalan, bukannya lebih bagus kalau lu tidur aja buat ngembaliin tenaga?"
"Iya, sih... tidur yang cukup juga gue butuhin, tapi gue juga jenuh rutinitas gue begini-begini aja. Pengen gitu, sesekali jalan ke mana—atau semacam piknik. Enggak usah mewah-mewah, yang penting cuci mata sama nyegerin otak."
"Ada gambaran lu mau ke mana?" tanyaku.
"Pantai seru, kali ya. Udah lamaaaaa banget gue enggak ke sana."
Aku mengangguk-angguk, "Bagus juga."
"Mau enggak jalan bareng ke sana?"
"Mau aja. Tapi, pertanyaannya kapan gue bisa ke sana dengan jam sibuk yang gue punya? Daripada nungguin gue sampai lumutan, mending lu jalan ke sana sendiri."
"Cuti gituuuu."
"Nanti gue pikir-pikir dulu. Ngajuin cuti juga harus lihat-lihat kondisi, kan."
"Iya, deh." Kuperhatikan Kenji telah selesai menghabiskan makanannya dan kini beralih meminum bajigur yang dipesannya. Selesai menghabiskan makanan, aku berdiri dan mendatangi sang penjual untuk memintanya membungkus bajigur supaya bisa dibawa pulang. Perutku sudah terasa penuh sehingga tak sanggup lagi jika harus meminumnya habis saat itu juga.
"Udah, yuk pulang." Ajakku setelah sekalian membayar seluruh makanan yang kami pesan.
Kenji berdiri dari tempat duduknya, "Lu lagi yang bayar?" tanyanya dengan raut tak senang.
"Enggak apa-apa, balasan gue karena kemarin lu udah beliin nasi padang."
Tanpa diduga-duga Kenji mengaitkan tangannya di atas pundak, "Besok-besok, kalau makan bareng kita bagi dua, ya. Hati gue lama-lama enggak enak juga kalau tahu lu sering bayarin gue."
"Iya." Jawabku seadanya karena tak ingin memperpanjang perbincangan. Secara beriringan, kami beranjak pergi meninggalkan stand.
![](https://img.wattpad.com/cover/122249714-288-k947570.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone (slow update)
General Fiction12 tahun. . . Hanya 12 tahun aku menikmati masa kebahagiaan hidup bersama kedua orangtuaku. Ketidakcocokkan berujung perceraian menjadi jurang pemisah ikatanku dengan Ibu dan Ayah. Ibu secara terang-terangan mengatakan ingin memutus ikatan...