XXII

1.4K 80 0
                                    

Sore harinya, seperti biasa aku menjalani tugasku sebagai pelayan. Saat sibuk mencatat pesanan pelanggan, aku terhenyak saat mendengar suara-suara yang kukenal. Setelah usai mencatat, aku menoleh dan menemukan beberapa teman sekelasku telah mengambil tempat duduk dekat jendela sambi melempar canda tawa. Buru-buru aku membalikkan badan untuk masuk ke dapur karena tidak mau kalau sampai mereka memanggilku untuk mencatat pesanan. Aku khawatir mereka akan menyebarkan berita bahwa aku bekerja di restoran ini dan menimbulkan masalah baru karena akan terdengar sampai ke guru-guru yang lain, atau bahkan pihak kepala sekolah.

"Katanya, disini pelayanannya bagus plus menu-menunya juga enak. Udah banyak yang kasih review bagus buat resto ini." kata Sisyl. 

"Iya, gua juga lihat beberapa youtuber bahas restoran ini. Sekarang kita coba aja, takutnya mereka yang kasih review cuma lebay atau jangan-jangan dibayar buat naikkin pamor restonya." Clara memberikan respons dengan sedikit berbisik karena tidak mau perkataannya terdengar oleh pegawai yang lalu lalang di sekitar mereka. 

"Mbak ! pesan dong." Tara yang tak tertarik dengan bahasan teman-temannya yang berulang, memilih memanggil pelayan yang berdiri dekat meja kasir. Dari dalam dapur aku mengintip Kak Kenny mendatangi meja teman-temanku. 

"Nggun ! ngapain berdiri sambil ngintip-ngintip begitu? Keluar, gih banyak tamu yang baru datang." perintah Kak Bobby dengan raut masam. 

"Iya, kak." sebelum keluar aku menyerahkan pesanan sebelumnya pada Kak Bobby. Dalam langkahku, aku berpikir keras tentang cara agar tak berpapasan dengan teman-teman. Aku harus menolehkan wajah kearah lain saat harus melewati meja mereka, dan membalikkan badan begitu sampai di meja tamu yang baru datang. 

Saat sedang memberi rekomendasi makanan yang enak pada pengunjung, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundakku dengan keras, "Anggun ! apa kabar? setelah dari sini, ke meja Tante, ya." aku terkejut melihat, Meta--calon istri Ayahku menyapaku dengan senyum lebar di bibirnya, "Jangan lama-lama." kemudian dia pergi menuju meja dekat kasir bersama tiga orang temannya, yang juga perempuan. 

"Lu kenal sama pelayannya?" tanya salah satu temannya yang memakai mini dress pendek berwarna ungu. Rambutnya dikunci kuda, dan menampakkan anting-anting panjang. 

"Kenal. Dia itu mantan anaknya calon suami gue." kata Meta dengan nada penuh bangga. 

"Mantan anak? emang ada, ya?" tanya temannya yang lain--yang mengenakan jeans biru dongker ketat dan robek dibagian lututnya. 

"Ada. Itu si Anggun." lalu tanpa rasa belas kasih, Meta tertawa dengan lepasnya. 

'Arrgghh, kenapa hari ini jadi dipenuhi sama hal-hal menyebalkan kayak gini, sih!' omelku dalam hati. Diam-diam aku melirik ke bangku teman-teman sekelasku dan menemukan mereka kini memandangiku dengan sorot tak percaya. Usahaku untuk bersembunyi dari mereka kini gagal karena kehadiran Meta. 

Aku berpasrah diri dengan apapun yang akan terjadi setelah ini, kemudian memantapkan langkah menuju meja Meta dengan ketiga temannya. Cukup lama ia memilih menu hingga kedua kakiku terasa pegal karena menunggu. 

5 menit berlalu, aku mengambil nafas lega ketika keempat perempuan dihadapanku mulai menyebutkan pesanannya. 

"Anggun." Tara memanggil ketika aku berjalan melewati meja mereka. 

Aku menoleh dan memberikan senyuman, "Ada yang mau dipesan, kak?" tanyaku tanpa melupakan sikap profesional pada pengunjung.

Tara menggelengkan kepalanya. Sisyl, Frisda dan Clara menatapku lekat-lekat, "Lu kerja disini?" tanyanya. 

"Iya, Kak. Maaf sebelumnya, saya belum bisa mengobrol karena harus menyerahkan pesanan ini." aku berusaha seramah mungkin agar mereka tak salah paham, "saya permisi dulu, ya." kataku yang kemudian pergi menuju dapur. 

Alone (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang