XLVIII

429 33 0
                                    

Siang yang cerah di hari Minggu ternoda dengan perang mulut yang terjadi antara Ica dan Darwis di kamarnya. Pertengkaran itu terjadi akibat Darwis yang mendapati kabar kalau Ica menderita kista yang membuatnya kemungkinan besar tidak akan bisa hamil. Penyakitnya ini ketahuan ketika tiba-tiba dia merasakan sakit perut yang hebat kemarin siang dan dokter menyatakan kemungkinan besar Ica tidak akan bisa hamil. Kabar ini belum sampai di telinga ibu mertuanya yang kini tengah berlibur di salah satu rumah kerabatnya di Solo.

"Kenapa tiba-tiba kamu bisa kena penyakit itu, sih Ca?" omel Darwis seraya mengerang.

"Mas, mas aku enggak tahu. Benar-benar enggak tahu, terakhir aku cek kesehatan kondisiku sehat-sehat aja, kok. Sebelum kita menikah."

Darwis terlihat masih bolak balik di depan tempat tidur. Ica menatapnya dengan rasa khawatir.

"Tapi, mas dengar sendiri, kan.. kata dokter masih ada kemungkinan aku sembuh dan bisa hamil. Masih ada kemungkinan kalau aku dioperasi secepatnya, Mas."

"Tapi kemungkinannya kecil, ICA !" bentakan Darwis membuat Ica sempat terlonjak kaget.

"Makanya kita usahakan, mas... kita usahakan. Aku akan berusaha untuk sembuh bagaimana pun caranya asalkan kamu terus dukung aku." Air mata mulai mengalir membasahi pipi Ica.

"Kalau enggak berhasil?" tanya Darwis dengan sinis. "Apa yang mau kamu lakukan? Kalau kamu sembuh tapi enggak pernah bisa hamil, apa yang akan kamu lakukan? Aku harus bagaimana menjelaskannya pada ibu?"

"Pasti ada cara, Mas. Kita enggak akan tahu kalau belum mencoba." Ica masih berusaha meyakinkan dengan air mata yang mengalir deras. Berbagai macam rasa bercampur di hatinya dibandingkan Darwis yang kecewa dengan hasil diagnosa dokter terhadap penyakitnya. Ia merasa kecewa, marah, dan malu mengenai keteledoran akan kesehatannya. Ica masih tidak mengerti sejak kapan kista bersarang dalam tubuhnya.

"Kita akan lakukan pengobatan besok. Kamu harus konsul dan segera sembuh total ! Aku enggak mau ibu sampai mengetahui soal ini." ujar Darwis dengan setengah mengancam. Ica yang tak sanggup lagi bicara hanya memberikan anggukan.

Kemudian Darwis keluar dari ruangan dengan membanting pintu kamarnya. Entah hendak ke mana, namun yang jelas untuk saat ini ia tak ingin berada di jangkauan istrinya. Dengan amarah di wajah, langkah kakinya berjalan cepat menuju pintu gerbang rumah. Gerbang tersebut dibukanya dengan kasar lalu beralih menuju garasi dan menghidupkan mesin mobil. Darwis pergi tanpa menutup kembali pintu gerbangnya.

Ica tak berlama-lama larut dalam kesedihannya. Ia mengambil tas selempangnya di atas tempat tidur kemudian beranjak pergi dari kamar. Hatinya dipaksakan untuk tegar supaya dapat memikirkan bagaimana menyembuhkan penyakitnya. Ica pergi menuju garasi kemudian mengendarai mobil lain menuju rumah sakit. Ia ingin sekali lagi berkonsultasi dengan dokter agar segera mendapatkan solusi dari masalahnya.

***

"Nggun, istirahat dulu gih, nanti gantian sama gue." Tawar salah satu temanku. Nampaknya ia tahu aku mulai lelah menghadapi kedatangan pelanggan hingga sore ini.

Aku pun tak menolak tawarannya dan hendak menuju ruang istirahat karyawan. Aku merasa hari ini lebih lelah dibanding hari-hari biasanya. Selain rasa lelah, aku juga merasa sedikit pusing dan sesak di dada. Aku tidak tahu apakah ini hanya diakibatkan karena kelelahan, atau kondisi kesehatanku yang sebenarnya mulai menurun.

Kusandarkan punggung ke sofa seraya memejamkan mata. Tiba-tiba aku merasakan air mata mengalir begitu saja diiringi rasa yang makin menyesakkan dada. 'Apa ini?' tanyaku. Kenapa tiba-tiba air mataku keluar dengan sendirinya?  Aku memang lelah dan sedikit mengantuk tapi tak ada alasan yang dapat membuat air mataku keluar. Apa ada kesalahan di dalam tubuhku? Jangan-jangan ini sinyal agar aku segera mengambil waktu beristirahat satu hari penuh. Tapi... rasa sesak ini, bukan seperti sesak yang diakibatkan karena penyakit. Rasa sesak ini sama seperti saat dulu aku akan berpisah dengan Ayah. Sesak yang muncul ketika aku merasa tertekan karena keadaan.

Alone (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang