Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Kini, Kenji tengah berada dalam ruang perawatan Hendra, membantu membereskan barang-barang sang pasien. Hari ini dokter sudah memperbolehkannya pulang karena kondisi Hendra yang telah stabil dan menyarankan untuk rawat jalan.
"Enggak sangka, sistem imun tubuh Bapak nih hebat banget, ya... pulihnya cepat, dokter aja sampai geleng-geleng kepala." Kata Kenji.
Hendra hanya tersenyum mendengar pujian tersebut.
"Tapi, dengan kondisi kaki dan pinggang yang masih diperban begitu, kayaknya Bapak perlu nyewa perawat. Susah juga kalau cuma diurus sendiri." Sarannya.
"Yaa, kayaknya perlu dipikirin juga, sih."
"Nyari perawatnya jangan yang seksi-seksi, Pak entar melenceng dari tujuan 'merawat'." Kenji mengangkat keempat jarinya ketika mengutip kata 'merawat' seraya terkekeh nakal.
"Kepikiran perawat cewek aja juga enggak, Ken..." balas Hendra dengan sebal.
"Ih, enggak seru." Balas Kenji lagi.
"Oh iya, Anggun udah tahu juga ya kalau saya hari ini udah bisa pulang?"
"Belum saya kasih tahu, sih... nanti, deh. Dia lagi belajar juga."
"Iya, kamu kasih tahunya kalau jam pelajaran udah selesai aja, atau ketika kamu selesai mengantar saya ke rumah."
"Oh, Bapak mau diantar sama saya? Padahal saya kepikiran buat langsung nelantarin Bapak aja, sih habis ini."
Hendra menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Kalau enggak mau juga enggak apa-apa, sih Ken... saya juga udah banyak merepotkan kamu."
"Hehehe, santai lah, Pak. Saya cuma becanda." Ujar Kenji sambil menutup retsleting tas berisi pakaian Hendra. "Lagian setelah ini, mungkin aja saya juga enggak bisa ketemu Bapak dan Anggun."
Hendra mengernyit mendengar ucapan Kenji, "Lho, emang kamu mau ke mana?"
Kenji menghela nafas sebelum berdiri berhadapan dengan Hendra yang masih duduk di atas tempat tidurnya, "Beberapa hari yang lalu, anaknya pemilik kos mengabari kalau kos-an sudah terjual dan kami diberi kesempatan selama satu minggu untuk bersiap-siap keluar."
"Anggun tahu soal itu?"
"Iya, udah tahu. Makanya mungkin hari ini dia mulai cari tempat tinggal baru lagi, begitu pun dengan saya. Kami sih udah sepakat kalau bisa dapat kos-an buat tinggal bareng, tapi enggak tahu deh. Lihat nanti, soalnya fokus Anggun mencari tempat yang dekat dengan sekolah dan restoran sedangkan kalau saya sih bisa di mana aja, yang penting murah."
"Hmm..." Hendra mengangguk-anggukkan kepala, dan sebuah ide pun tiba-tiba muncul, "kalau gitu, kenapa kalian enggak tinggal di rumah saya aja untuk sementara waktu? Ya kamar emang cuma dua, sih tapi kayaknya kita bisa berbagi kamar sedangkan satu lagi buat Anggun." Hendra memberi pendapat.
Kenji terdiam sambil menatap Hendra yang juga sedang menatap heran dengan reaksi diamnya. "Bapak lagi usaha nyari perawat gratis, ya? Kalau iya, saya enggak mau... bayangin harus ngurusin mandi, atau makan harus disuapin, hiii ogah." Sambil bergidik ngeri.
"Kamu demen amat jelek-jelekkin niat baik orang." Hendra menggeleng-gelengkan kepalanya kembali, "...soal perawat beda lagi, lah saya juga enggak mau dimanjain kamu, mending sama perawat cewek seksi."
Raut pandang Kenji berubah jadi sinis, "Tadi katanya enggak kepikiran perawat cewek."
"Ya gara-gara bayangi kamu yang jadi perawat saya, bikin geli, menurut saya mendingan diurus sama perawat seksi, sih. Banyak untungnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone (slow update)
General Fiction12 tahun. . . Hanya 12 tahun aku menikmati masa kebahagiaan hidup bersama kedua orangtuaku. Ketidakcocokkan berujung perceraian menjadi jurang pemisah ikatanku dengan Ibu dan Ayah. Ibu secara terang-terangan mengatakan ingin memutus ikatan...