"Delia?"
Begitu seseorang yang ditarik tangannya berbalik badan, David menghela nafasnya kecewa. Karena untuk kesekian kali orang itu bukanlah Delia. Ia langsung bergegas meminta maaf pada orang tersebut dan berlalu pergi dari sana, memasuki mobil Fortuner putihnya yang berhenti di pinggir jalan.
Di dalam mobil, ditemani deruman kendaraan di jalan, David mengusap wajahnya dengan kasar. Tatanan rambutnya yang semula rapi bahkan kini sudah berantakan. Namun, entah mengapa hal itu justru membuatnya tampak begitu seksi. Belum lagi kancing teratas kemeja putihnya yang sudah terbuka dan lengan kemejanya yang sudah tergulung sampai siku.
Perasaan bersalah itu masih setia bertahan di dalam rongga dadanya. Bayangan bagaimana Delia yang tampak terkejut dengan apa yang sudah dilakukan Mita tiba-tiba terus berputar di dalam kepalanya. Ia belum sempat meminta maaf pada gadis itu, dan dirinya benar-benar bingung harus bagaimana karena tidak kunjung berhasil menemukannya.
Namun, tiba-tiba David terkesiap, begitu sebuah bayangan seorang gadis yang terlihat menangis dan mengiba kepadanya terlintas begitu saja di dalam kepala.
"Kita harus bisa terus sama-sama, Sayang. Aku gak akan lepasin kamu!"
"Enggak, David. Cukup! Aku lebih mencintai dia daripada kamu! Hubungan kita gak bisa dipaksakan! Aku mohon lepaskan aku, David. Aku tidak ingin kamu tersakiti lebih dalam lagi, aku mohon."
Lintasan bayangan itu nyatanya berhasil membuat kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. David refleks menyentuh kepalanya yang terasa semakin sakit saja. Dirinya bahkan tanpa sadar memukul setir mobilnya, berusaha memindahkan rasa sakit itu. Namun, nihil. Napasnya pun terdengar begitu memburu karena rasa sakit yang amat sangat pada kepalanya.
Setelah beberapa menit berselang, David akhirnya mampu mengontrol dirinya sendiri. Rasa sakit pada kepalanya pun mulai menghilang sedikit demi sedikit. Napasnya yang tadi tersenggal-senggal, kini sudah lebih teratur.
David memejamkan kedua matanya, yang disertai helaan nafas berat yang menyusup keluar dari sela-sela bibirnya. Ia masih memikirkan kondisi Delia saat ini. Namun, langit semakin gelap menandakan hari yang sudah semakin malam.
"Dia pasti baik-baik aja. Dia gadis yang pintar. Ya, dia gadis yang pintar," gumam David, entah pada siapa. Hanya mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi pada Delia.
Sesaat setelahnya, ponselnya canggihnya berbunyi. Ada sebuah panggilan telfon dengan nama kontak 'Kakak' di sana. David pun tanpa membuang waktu mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, David kamu dimana?"
"Ini di jalan, Kak Mei."
"Oh, ya udah. Cepet pulang ya, udah waktunya makan malam. Papi udah nungguin kamu."
"Oke."
"Hati-hati di jalan, David."
Tanpa membalas perkataan kakak wanitanya itu, David menunggu hingga sambungan telfon tersebut terputus. Ia kembali menghela napasnya yang terasa agak berat. Akan tetapi, ia tetap berusaha mengontrol dirinya dan memastikan dirinya sendiri baik-baik saja sebelum ia menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya pergi dari sana.
...
Sementara itu, di tempat lain. Delia hanya bisa menatap pergelangan tangannya yang terasa perih masih di genggam oleh pria tinggi yang berdiri di hadapannya. Pria yang sempat ia kagumi lewat media sosial itu, pria yang bahkan ia harapkan untuk menjadi suaminya. Namun, semua menjadi keterbalikannya begitu Delia mengetahui sosok aslinya di kehidupan nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
JugendliteraturKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...