:: Bab XVII ::

2.1K 165 22
                                    

"Mas Ardan? Kok bisa di sini?"

Ardan tampak tidak menghiraukan pertanyaan yang diberikan Delia untuknya. Karena, ia sedang sibuk memperhatikan pria di samping Delia dengan wajahnya yang mengeras dan tatapan matanya yang menajam. Dan hal itu ternyata berpengaruh pada tangannya yang secara tanpa sadar meremas tangan Delia di dalam genggamannya.

"Kamu masih bisa hidup ternyata," ucap Ardan dengan nada suaranya yang terdengar mengejek. Akan tetapi, Delia bisa merasakan aura kebencian yang keluar dari dalam diri Ardan begitu pria itu melihat kehadiran David di sana. Ia pun yang kebingungan tidak mampu berbuat apa-apa selain diam memperhatikan kedua pria yang saling menatap dengan emosi yang begitu ketara di dalam mata mereka masing-masing.

David tidak menyahuti ucapan Ardan, sebab ia terlalu fokus menahan emosinya begitu mendapati kembali pria yang sudah lama tidak terlihat olehnya itu. Kedua tangannya bahkan tanpa sadar mengepal, seiringan dengan ulu hatinya yang langsung nyeri. Bisa kembali melihat sosok Ardan ternyata sukses membangun kembali ingatan pahit dari masa lalu yang sudah susah payah ia lupakan. Bibirnya pun terlihat bergetar sebab menahan kemarahan yang terpendam dalam dirinya untuk waktu yang cukup lama.

Begitu pula dengan Ardan, yang mati-matian menahan diri agar tidak menyerang pria yang menurutnya sudah menghancurkan kebahagiannya itu sesegera mungkin. Apalagi di tempat umum seperti ini. Sesak mulai melingkupi dadanya, terlebih ketika ingatan masa lalu itu kembali memenuhi kepalanya. Yang otomatis berpengaruh pada hatinya yang terasa seperti tertusuk-tusuk. Tanpa pikir panjang dan sambil berusaha meredam emosinya sendiri, Ardan langsung membawa Delia pergi dari sana, masih dengan genggamannya pada tangan milik gadis gempal itu.

Sesampainya mereka di parkiran mall, Ardan membukakan pintu untuk Delia dan tanpa berbicara menyuruh gadis itu masuk. Setelah memastikan Delia duduk dengan nyaman dan memasang sabuk pengamannya dengan baik, ia beralih ke kursi pengemudi dan duduk di sana. Mulai menyalakan mesin mobil ketika kunci sudah ia tancapkan, lantas melajukan mobilnya keluar dari mall tersebut.

...

Sepanjang peejalanan, Delia tentu tidak bisa banyak berkomentar. Melihat wajah mengeras Ardan membuatnya takut sendiri. Sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah membuang pandangannya jauh ke luar sana dan sibuk dengan kebingungannya sendiri.

"Rose Pasta saya?"

Hening menyerbu keadaan di dalam mobil tersebut. Untung saja, suara berat Ardan mengalun memecahkan kehingan yang ada. Dan membuat Delia otomatis mendelik kesal ke arah Ardan. Dia bahkan tidak mengerti bagaimana Ardan bisa dengan entengnya mengungkit masalah itu setelah berhasil membuat Delia harus ketar-ketir menahan kekecewaan dan kekhawatirannya sekaligus. Gadis gempal itu juga tanpa sadar melupakan kebingungannya sendiri dengan sikap Ardan kepada David beberapa saat lalu, dan kini menjawab pertanyaan Ardan dengan suaranya yang ketus, "Udah saya buang."

"Kamu buang atau kamu kasih Krisna?"

Decakan kesal itu tidak dapat tertahan dari bibir Delia. Wajahnya yang tertekuk kini sudah menatap Ardan yang nampak tidak merasa bersalah sama sekali, "Mas Ardan gak ada niatan minta maaf gitu? Saya nungguin, loh tadi siang," lantas menyindir pria di sampingnya yang sibuk dengan setir kemudinya itu. Akan tetapi, bahkan setelah ia sindir secara blak-blakan tersebut, Ardan tetap tidak menunjukkan respon yang berarti. Pria itu justru menepikan mobil yang membawa mereka berdua ke salah satu apotik yang ada di pinggir jalan. Kemudian turun dari mobilnya tanpa repot memberitahu Delia apa urusan pria tersebut sebenarnya.

Selepas kepergian Ardan, Delia menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Bibirnya yang sedari tadi bergetar menahan emosinya pada Ardan, ia gigit sendiri. Perasaannya semakin tidak karuan. Antara kesal, kecewa, sedih, dan khawatir bercampur aduk di dalam hatinya. Apalagi ia kini tengah kedatangan tamu bulanan, yang membuat perasaannya semakin sensitif dan moodnya naik turun tidak terkendali. Delia pun jadi tidak mengerti kenapa rasanya ia ingin sekali menangis karena Ardan yang nampak sekali tidak memperdulikan dirinya. Ini pasti pengaruh dari tamu bulanannya.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang