:: Bab XLI ::

1.9K 121 10
                                    

Tangan Ardan berusaha meraba sisi samping kasurnya. Pria itu tengah mencari keberadaan guling hidup kesayangannya, yang harusnya masih berada di sana. Akan tetapi, yang ia dapatkan hanyalah tempat yang kosong, tidak ada satu pun orang yang menempati sisi tersebut. Membuatnya buru-buru membuka matanya meski kantuk masih menghinggapi dirinya saat ini.

Ia pun mengedarkan pandangan ke segala penjuru arah, namun Ardan tidak kunjung berhasil menemukan istrinya. Hingga tubuhnya mau tidak mau beranjak bangun, lantas bersandar pada kepala kasur selagi tangannya meraih ponsel canggih yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Waktu yang tertera di sana adalah pukul lima kurang sepuluh menit, dan seharusnya gadis gempal itu membangunkan dirinya untuk sholat Subuh berjamaah. Tapi, Delia justru sudah tidak ada di kasur. Dan Ardan tentu saja dibuat kebingungan, sebenarnya kemana Delia pergi sepagi ini.

Tanpa pikir panjang, Ardan keluar dari kamarnya. Sesaat ia bisa mencium aroma masakan yang begitu lezat dan berhasil membangkitkan cacing-cacing di dalam perutnya. Sampai akhirnya, langkah cepatnya itu pun membawanya menuju dapur. Dan sesampainya di sana, ia berhasil menemukan Delia, yang ternyata tengah sibuk memasak sarapan pagi untuk keluarga mereka. Helaan napas menyiratkan kelegaan tidak mampu Ardan tahan. Ia sudah ketakutan sendiri, kalau saja Delia pergi meninggalkannya begitu saja.

"Saya kira kamu kemana."

Delia yang sedang mengaduk sup makaroni di panci yang ada di hadapannya, langsung menoleh begitu gendang telinganya menangkap suara berat sang suami. Senyumnya pun mengembang sempurna, saat Ardan berjalan mendekatinya sambil mengusap matanya yang masih lengket. Sehingga ekspresi pria itu terlihat lucu dan sangat menggemaskan.

"Eh, udah bangun, mas suami."

"Kamu, kok gak bangunin saya, sih?" protes Ardan, seraya melingkarkan kedua tangannya di perut Delia. Dagunya juga ia letakkan di atas pundak gadis gempal itu, turut memperhatikan makanan yang tengah dimasak oleh sang istri. Aroma gurih dari sup itu benar-benar semerbak hingga Ardan semakin tidak sabar untuk segera menyantapnya.

"Maaf, ya, Mas. Tadi tiba-tiba Mama ngajak ke pasar buat belanja."

"Sepagi ini?"

"Iya, soalnya Mama juga mau beli kue-kue gitu buat acara arisan," jawab Delia sambil tetap berkonsentrasi dengan sup di hadapannya. Sementara itu, ia nampak tidak terganggu sama sekali dengan sikap Ardan yang terus membuntutinya dan tidak mau melepaskan pelukannya meski ia sering berpindah-pindah tempat.

"Mas Ardan udah sholat subuh?"

"Belum. Ayo, sholat bareng."

"Yah, saya lagi halangan."

"Yah," desah Ardan terdengar kecewa. Wajahnya otomaris tertekuk kesal, membuat Delia lantas hanya bisa terkekeh pelan. Kemudian, gadis gempal itu melepaskan tangan Ardan secara perlahan, lalu memutar tubuhnya sehingga mereka bisa berhadapan satu sama lain. Ia menangkup wajah tertekuk suaminya itu dengan gemas, "Maaf, ya, Mas Ardan. Udah sana. Mending Mas Ardan sholat dulu. Nanti saya siapin baju kerjanya, oke?"

Meski masih ingin berlama-lama memeluk Delia, Ardan kemudian hanya bisa menganggukan kepalanya pasrah. Ia menyempatkan waktu untuk mengecup kening Delia sesaat, sebelum akhirnya beranjak pergi dari sana untuk mengikuti arahan yang diberikan oleh sang istri barusan. Meninggalkan Delia yang menggeleng pelan melihat kelakuannya yang sekarang sudah benar-benar berubah. Tidak ada lagi Ardan yang kaku dan menyebalkan. Yang ada saat ini hanyalah sosok Ardan yang hangat dan selalu tidak mau jauh darinya. Ardan tidak mampu memungkiri bahwa ia bahagia dengan Ardan yang sekarang, membuatnya semakin mencintai pria itu dalam-dalam.

...

Usai sarapan bersama dengan kedua orang tua Ardan, seperti biasa, Delia mengantar sang suami yang hendak berangkat kerja menuju mobilnya yang terparkir di garasi. Langkahnya mengikuti bekas langkah Ardan, yang sibuk memeriksa beberapa pesan yang masuk ke dalam ponsel canggihnya. Pria itu kemudian memutar tubuhnya secara tiba-tiba tanpa berbicara apa pun, sehingga Delia yang asik mengikuti langkahnya tersebut tidak bisa menghindar untuk tidak menabrak dadanya begitu saja.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang