:: Bab XLVII ::

1.3K 112 3
                                    

Suasana ruang kerja Ardan terasa tidak begitu mengenakan. Keheningan masih melanda keempat orang yang kini terduduk diam di atas sofa. Tidak ada yang berani berbicara, meski mata mereka saling melirik satu sama lain. Hingga pada akhirnya, suara napas dalam milik Ardan pun terdengar, kemudian pria itu memutuskan untuk berbicara lebih dulu. Diiringi dengan pandangannya yang beralih menatap sang istri lekat, ia mencoba mengenyahkan degup jantungnya yang bekerja cepat.

“Delia… kenalkan. Ini Zelia. Sekretaris baru saya.”

Ardan menggumam, seraya mempersilahkan Zelia yang terduduk di sampingnya untuk berkenalan dengan Delia. Tangan wanita cantik tersebut pun terulur, ke arah Delia yang masih terdiam dan menatapnya dengan pandangannya yang sukar untuk di mengerti, “Saya Zelia. Ehm, Ardan. Sepertinya, kamu gak pernah cerita ke aku kalau kamu punya sepupu perempuan. Namanya bahkan mirip denganku. Dia juga sangat cantik.”

Ucapan Zelia yang diakhiri dengan tawa renyah, nampak berbanding terbalik dengan Delia, yang kini menatapnya dengan mengernyit. Bagaimana bisa seorang sekretaris seperti Zelia berbicara informal seperti itu pada suaminya. Seakan-akan mereka adalah dua orang yang sudah lama kenal. Sampai api cemburu Delia diam-diam tersulut, ketika matanya menatap interaksi Zelia pada Ardan yang menurutnya agak berlebihan.

Sementara itu, Ardan tampak gelagapan sendiri. Ia tidak tahu, haruskah ia memberitahu kepada Zelia tentang dirinya yang sudah menikah, atau tidak. Ada sesuatu yang terasa mengganjal di dalam hatinya, seiring dengan dirinya yang menatap Zelia dan juga Delia secara bergantian. Namun, ketika ia beralih pada Krisna, tatapan menusuk pria jangkung itu seakan memaksanya untuk berkata yang sejujurnya. Sehingga ia tidak lagi punya pilihan lain, selain menggeleng pelan kepada wanita cantik di sampingnya itu, “Dia… istriku.”

“A-apa? I-istri?”

Zelia tergagap, pun disertai ekspresi wajahnya yang terbengong-bengong. Beberapa saat kemudian, ia justru mendengus kecil, seraya tertawa geli, “Jangan bercanda, Ardan.”

“Aku serius, Zelia. Delia adalah istriku. Kami sudah menikah,” jawab Ardan dengan tegas. Ia bahkan tidak ragu menggenggam erat tangan gendut Delia, mencoba meyakinkan Zelia bahwa apa yang ia katakan bukanlah sebuah kebohongan. Dan dapat ia lihat, kalau wanita itu langsung memperhatikan genggaman tangannya pada Delia dengan matanya yang mengerjap pelan serta sudah berkaca-kaca. Yang entah bagaimana berhasil mencubit sudut hatinya begitu saja. Ia jadi tidak tega melihat Zelia seperti ini.

Tanpa menyahut apapun, Zelia tiba-tiba bangkit dari posisi duduknya. Mencuri perhatian tiga orang lain yang ada di sana. Air matanya pun meluncur bebas di atas pipinya, sedangkan tatapannya kini memperhatikan Delia dengan lekat. Dan membuat gadis gempal itu tentu saja tidak bisa tinggal diam.

Delia memberanikan diri untuk balik menatap mata Zelia, yang menurutnya sudah sangat kelewat batas. Ia bisa melihat ada kemarahan yang tertahan dalam sorot mata wanita tersebut, seolah-olah sangat tidak menyukai kehadirannya. Akan tetapi, bibirnya masih terkatup rapat. Delia masih belum mau berkata-kata. Bagaimana bahagianya Ardan bercanda bersama Zelia saat di depan lift tadi masih terus terbayang di dalam kepalanya dan membuat ia tidak mampu mengelak bahwa ia cemburu.

Tidak lama kemudian, Zelia justru melangkahkan kakinya menjauhi sofa tersebut dan keluar dari ruang kerja Ardan seraya membanting pintunya, hingga tercipta debuman keras dari sana. Ardan yang melihat itu lantas berdiri. Ia hendak menyusul Zelia dan akan menjelaskan pada wanita itu, jika saja satu tangan tidak menahan dirinya. Wajah kebingungan Delia serta sorot matanya yang sendu adalah yang ia temukan ketika ia mencari tahu siapa orang yang sudah menahan pergerakannya. Gadis gempal itu pun mengeratkan genggamannya pada tangan Ardan, “Mas Ardan mau kemana?”

Ardan bingung, ia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang dilontarkan sang istri barusan. Entahlah. Dirinya hanya ingin mengikuti apa yang hati kecilnya katakan. Hati kecilnya berkata bahwa ia harus mengejar Zelia, dan menjelaskan semuanya pada wanita itu, tentang Delia dan juga pernikahan mereka. Ia ingin Zelia mengerti dan tidak salah paham padanya. Bahkan, dari air matanya yang tertangkap oleh Ardan pun berhasil memberi sinyal pada dirinya, kalau Zelia pasti merasa sangat sakit hati sekarang. Walau ia sendiri tidak apakah dugaannya benar atau tidak.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang