Banyak mobil ataupun motor tampak berlalu lalang di jalanan besar yang ada di depan cafe bernuansa putih tersebut. Beberapa orang pun tampak hilir mudik dengan intensitas yang sering di trotoar yang cukup ramai, berusaha untuk fokus pada langkah mereka tanpa harus bertabrakan dengan pejalan kaki yang lain. Ada juga beberapa pedagang kaki lima yang mangkal di sana, membuat kondisi trotoar tampak begitu semrawut apalagi di saat jam pulang kantor seperti ini.
Kaca bening yang berada di sampingnya memudahkan Delia untuk memandangi salah satu bukti sibuknya ibukota di hadapannya saat ini. Hingga seorang pelayan menghampiri mereka dengan sebuah nampan berisi pesanan keduanya, membuat fokus Delia terpecah dan kini beralih pada pelayan itu seraya tersenyum kecil.
Selesai meletakkan pesanan di atas meja dan memastikan tidak ada lagi yang dibutuhkan, pelayan itu lekas pergi lantas membuat Delia tinggal hanya berdua dengan pria yang masih duduk dengan tenang di hadapannya, belum mau membuka suara. Dilihatnya pria itu sesekali menyesap Double Shot Espresso diiringi kening yang mengernyit aneh. Barulah beberapa saat kemudian, ia lantas mengalihkan fokusnya ke arah Delia yang ternyata hanya diam memperhatikannya tanpa kata.
Pria itu berdehem sesaat, menormalkan suaranya serta berusaha membersihkan tenggorokannya dari sisa rasa Espresso yang ternyata lumayan kuat dan masih tertinggal di dinding tenggorokannya. Sebelum akhirnya, suaranya yang dalam dan berat mulai mengalun selang beberapa detik kemudian.
"Kita harus cari cara untuk menghentikan perjodohan ini secepatnya. Maka dari itu saya butuh jawaban kamu sekarang. Apakah kamu menolaknya juga?"
Kedua bola mata Delia berputar jengah. Lagi-lagi, teror terkait perjodohan ini masih menghantuinya. Orang-orang sepertinya tidak peduli bagaimana pening kepalanya saat ini. Hingga respon pertama yang keluar dari mulutnya adalah decakan yang terdengar sedikit kesal.
"Kenapa kita gak mencoba buat kenal satu sama lain dulu? Kenapa Mas Ardan begitu kekeuh ingin menolak perjodohan ini, sih?"
Alis Ardan bertaut lucu. Pertanyaan yang diberikan Delia cukup aneh, menurutnya. Seingatnya ia sudah pernah memberitahu mengapa ia menolak perjodohan tersebut, meski tidak spesifik. Akan tetapi, ia tidak peduli. Yang jelas, ia hanya ingin perjodohan ini dihentikan. Sehingga berada di sini bersama Delia merupakan langkah pertama yang ia pikir harus ia tempuh sebelum menentukan langkah selanjutnya.
"Saya cuma mau perjodohan ini dihentikan."
"Ya terus atas alasan apa?" tanya Delia yang mulai geram. Sungguh, ia hanya ingin tahu apa alasan dibalik pria itu menolak perjodohan ini. Sehingga setidaknya ia bisa memikirkan kembali jawaban apa yang akan ia berikan. Apakah ia harus menerima perjodohan ini atau malah sebaliknya.
Delia sudah cukup pusing menghadapi Ibunya dan Nenek Karisma yang ngotot memaksa dirinya menerima perjodohan ini. Kalau ia mengikuti keputusan Ardan untuk menolaknya, ia pasti akan habis diamuk sang Ibu. Belum lagi, ia terus kepikiran bagaimana jadinya nanti Nenek Karisma yang sejak kemarin sudah berharap banyak padanya. Namun, menerima perjodohan ini pun sepertinya tidak akan mudah untuk ia jalani nanti. Delia seakan bisa menebak apa yang akan terjadi jika ia mengikuti kata Ibunya dan Nenek Karisma kalau ia menerima perjodohan tersebut.
"Saya gak bisa kasih tau alasannya, Delia," jawab Ardan diiringi helaan napas lelah. Pria itu hanya merasa belum yakin apakah ia harus memberitahu Delia alasannya atau tidak. Dirinya hanya tidak ingin siapapun tahu, cukup dirinya sendiri. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menyimpan alasan tersebut tanpa mau repot menjelaskannya pada Delia. Berhasil membuat gadis yang duduk di hadapannya itu pun turut menghela napas lelah, sama seperti yang ia lakukan beberapa detik yang lalu.
"Mas, saya butuh alasan itu mempertimbangkan jawaban saya," ucap Delia dengan raut wajahnya yang berubah serius.
Ardan tidak menyahuti apa yang dikatan Delia. Kedua netranya dapat menemukan raut wajah serius Delia, namun tidak dengan sorot mata gadis itu yang terlihat sayu dan lelah. Ia sebenarnya cukup sadar bahwa ia sudah sangat jahat. Menolak perjodohan, tanpa memberi alasan. Sedikit, ia bisa memperkirakan apa yang dirasakan Delia. Meski nyatanya ia tidak tahu apa-apa. Karena yang terpenting bagi Ardan adalah menghentikan perjodohan ini, secepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Fiksi RemajaKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...