:: Bab XLII ::

1.9K 133 12
                                    

Cuaca kota Semarang hari itu benar-benar bersahabat. Langitnya memang belum seterang siang hari, namun matahari perlahan mulai naik ke peraduan, dan menjadi pemandangan yang sangat menenangkan. Angin yang berhembus pelan pun terasa sangat menyejukan. Hingga Delia tidak mampu melunturkan senyum dari wajahnya, terhitung semenjak ia menginjakan kakinya untuk pertama kali di Bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang beberapa menit yang lalu.

"Wah! Karimunjawa, i'm coming!" pekiknya kegirangan seraya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, setelah ia serta suaminya berhasil keluar dari sana. Hatinya bahkan sudah berdegup kencang, membayangkan bagaimana serunya menghabiskan waktu di salah satu tujuan wisata impiannya itu. Ia sudah sangat lama mengimpikan datang ke pulau yang disebut-sebut sebagai Maldives-nya Pulau Jawa tersebut. Air lautnya yang bening, pasirnya yang putih, langitnya yang biru cerah, serta terik matahari dan angin pantai yang bertiup kencang kini sudah memenuhi kepalanya. Sukses membuat ia semakin tidak sabar untuk sampai ke sana.

Ardan yang sedari tadi menggenggam erat tangannya pun hanya bisa terkekeh geli, memperhatikan gadis gempal di sampingnya itu yang nampak sangat bahagia. Ia lantas mengajak Delia untuk bergegas beranjak, karena mereka harus segera menuju Pelabuhan Kartini untuk mengejar kapal yang akan membawa mereka menuju Karimunjawa, destinasi bulan madu mereka untuk tiga hari ke depan. Sangat singkat memang, tapi paling tidak, ia dan Delia bisa menghabiskan waktu bersama-sama.

"Mas Ardan?"

Seorang pria paruh baya tiba-tiba menghampiri Ardan yang sedang mengedarkan pandangan untuk mencari jemputannya. Ia lantas mengangguk mengiyakan, membuat pria paruh baya di hadapannya tersebut melebarkan senyum, "Iya. Saya Ardan. Bapak...?"

"Saya Pak Jaenal. Yang bertugas menjemput panjenengan sama istri. Mau saya bantu, Mas?"

"Oh, iya, Pak. Terima kasih, saya bisa bawa sendiri, kok," jawab Ardan dengan begitu ramah, yang sejurus kemudian menoleh pada Delia, "Ayo, kita harus cepat."

"Oke!"

"Monggo, Mas. Mobilnya di sebelah sana."

Seraya mengikuti Pak Jaenal yang berjalan menuju mobil jemputan mereka, Delia tidak henti-hentinya tertawa renyah. Sebegitu antusias itu dirinya, sampai-sampai Ardan tidak tahan untuk mengacak-acak pucuk kepalanya dengan gemas, "Kamu kenapa, hm? Seneng banget, ya?"

"Iya, dong! Pokoknya sampai sana Delia mau berenang di pantai, terus lihat matahari terbenam, terus main sama hiu-hiu kecil. Banyak, deh pokoknya! Pasti seru!" jawab Delia sementara otaknya sudah melalangbuana membayangkan apa saja yang akan ia lakukan selama di Pulau Karimunjawa nanti. Binar kebahagiaan terpancar dari sorot matanya yang jernih, selagi ia membalas tatapan Ardan yang tersembunyi di balik kaca mata hitam yang pria itu ia kenakan.

Lagi-lagi, Ardan hanya mampu terkekeh untuk merespon ucapan Delia tersebut. Ia lantas menurunkan tangannya, lalu merangkul bahu Delia sampai tubuh gadis gempal itu semakin menempel padanya, "Ya udah. Ayo, kita cepat-cepat ke sana biar kamu bisa cepat main air."

Mendengar itu, Delia menganggukan kepalanya cepat. Sementara kedua tangannya sudah menyusup memeluk pinggang Ardan. Begitu pula dengan kedua kakinya yang bergerak seiringan dengan langkah suaminya. Mereka harus segera bergegas, sebelum mereka ketinggalan kapal nantinya.

...

Setelah menurunkan barang bawaannya dari mobil, Ardan mengeluarkan dompet dari saku celana pendek yang ia kenakan. Sedetik kemudian, ia menyerahkan dua lembar uang lima puluh ribuan kepada Pak Jaenal, yang baru saja menutup bagasi mobil tersebut.

"Terima kasih, ya, Pak. Besok kalau pulang, saya telfon Pak Jaenal lagi untuk jemput di sini."

"Oalah, gak usah repot, Mas. Saya, kan udah dapat bayaran dari travel."

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang