:: Bab XXXV ::

1.9K 151 3
                                    

Seminar akhirnya dapat berjalan dengan lancar. Dengan bantuan Delia yang terpaksa membantu David mempersiapkan diri, pria itu dapat tampil maksimal sebagai pembicara di sana. Bahkan, audience yang datang jauh lebih banyak dari yang diperkirakan, sehingga beberapa panitia tampak kewalahan menghadapi lonjakan tersebut.

Delia yang memiliki tugas untuk terus stand-by demi mendokumentasikan keseluruhan acara, langsung mendudukan dirinya begitu ketua pelaksana memberikan waktu bagi para panitia untuk istirahat. Sebelum mereka harus kembali bertugas di puncak acara nanti sore, yaitu pensi. Pasti akan lebih banyak massa yang datang jika mengingat bintang tamu yang mereka hadirkan.

"Yok, makan."

"Itu makan siangnya ambil sendiri, ya. Cari namanya masing-masing."

"Sip!"

Para panitia berbondong-bondong mengambil makan siang mereka, termasuk juga Delia. Kemudian, gadis gempal itu mengedarkan pandangannya, berusaha mencari tempat duduk kosong. Dan ia berhasil menemukannya di sudut backstage. Ia pun bergegas ke sana, namun kemalangan justru menimpa Delia. Kursi itu sudah lebih dulu ditempati dua teman satu divisinya ketika ia baru saja sampai di sana. Ia kalah cepat.

"Eh? Lu duduk di tempat lain aja, deh. Di sini buat gue sama temen gue," ucap gadis itu seraya menyilangkan kakinya dan mulai membuka makan siang yang ada di atas pangkuannya. Ia bahkan tidak repot melirik Delia yang hanya bisa terdiam, sementara dirinya asik bercanda tawa dengan gadis cantik lain di sebelahnya.

Delia lantas menghela napasnya pelan, sebelum akhirnya mengulas satu senyum tipis, "Oh, oke. Selamat makan siang, ya kalian. Soalnya nanti tugas kita lumayan berat."

"Bawel lu, ah. Udah sana pergi."

Masih dengan perasaan sedikit tidak rela, Delia pun pergi dari sana. Ia keluar dari aula tersebut menuju taman belakang kampus, tempat ia biasa berdiam diri jika ada masalah. Seperti biasa, tempat favoritnya itu pasti sepi. Tidak banyak orang yang tahu tempat ini, padahal ini tempat terbaik dan paling tenang yang pernah Delia temukan di kampusnya.

"Ah, makan sendirian udah jadi pilihan yang paling tepat. Kalau ada Luna pasti lebih seru," gumam Delia sembari membuka makan siangnya. Ia juga tidak lupa memasang earphone dan memutar lagu, paling tidak agar tidak merasa begitu sepi.

Ia baru akan menyuap sesendok nasi, jika ia tidak merasakan ada seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya. Begitu menoleh, Delia menahan napasnya tanpa sadar karena terkejut. Sementara orang yang duduk di sampingnya itu hanya menatap ke air mancur yang ada di depan mereka. Seolah tidak terganggu dengan keterkejutan yang terpancar jelas di sorot mata Delia.

"Mr. David?"

"Kenapa makan sendirian?"

"..."

David menengokkan kepalanya, menatap gadis gempal yang tidak menjawab pertanyaannya itu. Ia lantas mengulas satu senyum, berusaha memecah keheningan di antara mereka. Ini semua pasti karena sikapnya tempo hari, dan David sangat menyadari hal tersebut.

"Delia, saya—"

"Maaf, saya permisi," jawab Delia yang langsung memotong ucapan David. Entahlah, ia hanya takut jika pria itu berbicara hal-hal yang aneh seperti tadi pagi. Membuatnya buru-buru menutup makan siangnya dan bangkit, lantas meninggalkan taman tersebut secepat yang ia bisa.

Sementara itu, David hanya terdiam, dalam hatinya bergelayut perasaan bersalah. Ia kemudian memandang punggung Delia yang semakin menjauh dengan sorot mata penuh kekecewaan, seraya memikirkan kebodohan yang sudah ia buat sendiri. Pasti tidak mudah bagi Delia mempercayai dirinya.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang