Taman kota siang ini cukup ramai. Apalagi sekarang hari Sabtu, jadi wajar jika ada banyak keluarga yang menghabiskan liburan akhir pekan mereka di sana. Warna langitnya kebiruan, didampingi segerombolan awan yang bergerak sangat lambat namun tenang. Angin yang berhembus kencang terasa begitu menyejukkan. Memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang hendak bersantai di atas hamparan rerumputan taman kota, atau sekedar berjalan mengelilinginya untuk menyegarkan pikiran.
Kedua mata Delia menyipit, seiring dengan senyum lebar yang dibentuk bibirnya ketika ia memandangi orang-orang yang tampak bahagia bersama keluarga atau pasangannya di taman kota tersebut. Gelembung-gelembung sabun berterbangan ke sana kemari ketika seorang anak perempuan yang berdiri tak jauh dari Delia meniup sabun yang ada di tangannya. Jari jemarinya yang gendut berusaha menyentuh gelembung sabun tersebut, dan terkikik geli ketika gelembung itu justru pecah dan mengenai wajahnya. Mengingatkannya akan masa kecilnya dulu, yang setiap akhir pekan selalu di ajak Bapak ke taman kota dan bermain gelembung sabun bersama.
Kikikan geli Delia lantas terhenti, saat sebuah bola bergelinding ke arahnya dan mengenai kakinya yang tertutup sepatu sandal. Ia memungut bola tersebut sembari mencoba mencari pemiliknya. Hingga seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan dengan rambut mangkoknya menghampiri Delia, “Maaf, Kak. Itu punya aku,” kemudian mengulurkan tangan, hendak meminta kembali bolanya.
Melihat bagaimana tatapan memelas anak laki-laki itu, Delia berjongkok untuk berusaha menyamakan tingginya dengan anak di hadapannya tersebut. Senyum lebarnya yang cantik masih setia menghiasi wajahnya tatkala satu tangannya yang bebas mengelus rambut anak itu dengan lembut, “Orang tua kamu dimana, sayang?” lalu bertanya demikian karena berpikir tidak seharusnya anak sekecil ini terlepas dari jangkauan orang tuanya.
Ekspresi anak itu tiba-tiba saja berubah. Tampak menahan kesedihan yang begitu ketara, “Orang tua aku udah gak ada, Kak. Kata Abang, orang tua aku udah di surga.”
Mendengarnya tentu membuat hati Delia mencelos. Meski begitu, ia berusaha untuk tetap tersenyum lantas memberikan bola yang masih ada pada tangannya kepada anak laki-laki itu, “Ya sudah. Ini bolanya. Dijaga, ya. Kamu ke sini sama abang kamu, kan? Dimana dia sekarang?”
Anak kecil itu kemudian mengarahkan jari telunjuknya ke satu minimarket di sebrang taman kota setelah mendengar pertanyaan yang diajukan Delia, “Abang lagi beli susu sama roti di sana. Kata Abang aku disuruh nunggu sambil main bola,” yang dibalas Delia dengan anggukan mengerti. Tangannya masih terus mengelus rambut anak laki-laki itu, terkadang menghapus keringat yang jatuh dari keningnya sebelum akhirnya kembali bertanya karena penasaran, “Nama kamu siapa? Nama aku Delia.”
“Kevin, Kak,” jawab anak laki-laki yang bernama Kevin itu dengan tangan yang terulur hendak menyalami Delia. Cukup sukses membuat Delia terkejut akan kesopanan yang ditujunkan oleh anak tersebut. Dengan sangat antuasias dan tanpa pikir panjang, Delia menyambut uluran tangan Kevin yang tentu lebih kecil dari tangannya, lengkap dengan seulas senyum yang memamerkan gigi gadis itu, “Hai, Kevin.”
Delia masih setia dengan senyumnya memandangi Kevin yang tampak malu-malu. Sesaat perhatiannya teralih pada sebuah pluit merah yang mengalungi leher anak itu. Mungkin sebagai salah satu upaya perlindungan yang disiapkan oleh abangnya Kevin, pikir Delia.
Selang beberapa detik kemudian, mata bulat Kevin teralih pada sesuatu di belakang Delia. Senyum manis anak menggemaskan itu terbentuk seraya ia menunjuk seseorang yang tengah berjalan menghampiri keduanya, “Abang Toni!” dan tiba-tiba saja berlari meninggalkan Delia yang kebingungan.
Gadis gempal itu pun mau tidak mau jadi penasaran dan hendak melihat seseorang yang dipanggil dengan sebutan ‘Abang’ oleh Kevin, namun rintik-rintik hujan ternyata mendahului pergerakannya. Menyebabkan ia cukup kalang kabut dan bergegas melindungi totebag berisi Rose Pasta pesanan Ardan yang tadi diletakkannya di kursi yang ia duduki. Takut-takut jika rintik hujan yang baru saja turun akan membasahi masakan yang sudah susah payah ia buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...