Ruang konfrensi pers tampak begitu riuh ramai. Wartawan yang ada di sana hampir menyentuh angka sekitar 50-an orang dan mereka semua serempak mengecek ponsel masing-masing. Berita mengejutkan terkait tewasnya Menteri Keuangan karena aksi pembegalan pun masuk ke ponsel mereka dan berhasil membuat mereka terkejut bukan main.
"Weh, Pak Ardan udah masuk!"
Satu orang bersuara setelah menyadari keberadaan Ardan yang masuk ke dalam ruang konfrensi pers. Wartawan lain yang diberitahu seperti itu buru-buru kembali fokus dengan kamera, ponsel, laptop, hingga notes mereka masing-masing. Sementara di bagian depan ruangan terdapat meja panjang yang di atasnya berjejer microphone dengan logo beberapa stasiun tv terkenal.
Ardan tampak mengulas senyum singkat untuk menyapa wartawan yang sudah menyempatkan hadir untuk konfrensi pers ini. Setelah sekretarisnya mengarahkan dimana ia harus duduk, ia bergegas duduk di tempat yang disediakan dan mulai menata berkas-berkas terkait penyeledikan tersangka begal di hadapannya. Tidak hanya sekretarisnya saja yang menemani, tapi jajaran petinggi Bareskrim dan beberapa komandan tim penyelidikan juga hadir di sana.
"Mas Ardan, kamu sudah terima beritanya?" bisik Pak Bekti selaku Wakil Kabareskrim dengan raut wajahnya yang nampak cemas.
Ardan dengan wajah tegasnya berusaha untuk tetap tenang. Meski jika boleh jujur ia juga sama terkejutnya dengan wartawan yang sedari tadi sudah menunggunya di sana begitu mendapat berita tersebut, "Baru saja, Pak. Diberitahu sama Anna," jawab Ardan sambil menunjuk gadis berpotongan rambut bob itu dengan dagunya.
"Jadi gimana, Mas?" tanya Pak Bekti lagi. Pria 45 tahun itu hanya takut jika dicecar pertanyaan-pertanyaan mematikan dari para wartawan.
"Pak Bekti jangan panik. Yang penting kita sedang dan akan terus berusaha menangkap pelakunya. Kalau kita panik nanti masyarakat juga panik. Kita harus bisa meyakinkan masyarakat agar masyarakat percaya untuk menyerahkan tanggung jawab ini pada kita." seulas senyum tipis dan menenangkan menghiasi wajah Ardan. Dan hal itu tampaknya menular pada Pak Bekti yang berangsur-angsur juga ikutan menjadi tenang.
"Oke. Selamat siang temen-temen wartawan semua. Di konfrensi pers ini, kami dari Bareksrim Polri akan meng-update perkembangan kasus pembegalan yang di alami Menteri Pembangunan, Pak Jalal. Setelah saya dan Pak Beti membacakan update kasusnya, akan ada sesi pertanyaan..."
Ardan membuka konfrensi pers siang itu dengan sangat tenang. Meski tidak bisa ia pungkiri kalau kepalanya mulai terasa sakit karena terlalu banyak hal yang harus dipikirkan di saat bersamaan. Terkait korban begal yang kini bertambah, dan tentu saja ia juga harus memikirkan cara agar dirinya bisa menggagalkan perjodohannya dengan Delia, gadis gendut yang sangat ia tidak suka itu.
...
Ayam jago di dalam kandang berkokok dengan merdunya, bersamaan dengan matahari yang semakin naik ke atas. Jarum jam pada jam weker di atas nakas itu menunjuk ke angka 7. Di sampingnya, tergeletak ponsel yang tampak bergetar. Hingga tiba-tiba saja, seorang wanita setengah baya masuk ke dalam kamar tersebut dengan raut wajah yang panik luar biasa.
"Del! Delia! Bangun!"
"Hmm... apa sih, Bu?"
Di balik selimut, seorang gadis gendut menggeliat begitu mendapat tepukan di bokongnya. Dengan mata yang masih terpejam, ia justru membalik tubuh dan memunggungi Ibunya. Hal itu tentu saja semakin membuat sang Ibu kesal dan menepuk bokong anaknya dengan membabi buta.
"Del, udah jam 7 itu, loh! Kamu kelas jam 8, kan?! Ayo, bangun!"
Kedua mata Delia mau tidak mau langsung terbuka lebar, begitu mendengar ucapan Ibunya. Tubuh besarnya reflek terbangun hingga membuat selimut yang ia pakai jatuh dari kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...