:: Bab XIX ::

2.2K 168 13
                                    

Bulan malam ini bertengger dengan bentuknya yang sempurna. Cahayanya pun nampak lebih terang dari biasanya. Membantu pencahayaan bagi siapapun yang tengah melakukan aktivitasnya. Angin malam yang berhembus juga terasa begitu dingin, berhasil membuat bulu kuduk siapapun yang tersentuhnya berjengit ngeri. Hanya ada suara cicak ataupun burung hantu yang bersautan sama lain di tengah hutan tersebut. Sementara sebuah rumah kumuh yang ada di dalam hutan itu juga terlihat sangat gelap, seperti tidak berpenghuni.

Seorang pria dengan tubuh jangkungnya yang berbalut rompi anti peluru tengah memberikan kode dengan tangannya yang sudah terlindungi sarung tangan tebal. Sementara headset yang menjadi alat penyambung komunikasinya itu sudah berbunyi mengabarkan situasi sejauh ini masih aman terkendali. Pistol yang ada di genggamannya pun sudah siap siaga. Ia lantas memberikan arahan bahwa ia akan masuk ke dalam rumah kumuh terlebih dahulu untuk memastikan keadaan di dalam sana.

Tangan pria itu bergerak perlahan, membuka pintu yang terbuat dari kayu lapuk tersebut dengan sangat hati-hati. Keadaan di dalam rumah tersebut ternyata sangat gelap. Untung saja, senter yang bersilangan dengan pistol di genggamannya itu membantunya untuk melihat situasi di sekitarnya. Langkah kakinya bergerak pelan, berusaha tidak menimbulkan kebisingan yang bisa membuat kekacauan nantinya.

Ia memeriksa setiap ruangan, tanpa terkecuali. Akan tetapi, ia tidak bisa menemukan apapun. Tubuhnya yang sedari tadi sudah dalam posisi siaga pun ia tegakkan, seraya kedua tangannya berkacak pinggang. Wajah datarnya yang sedari tadi tampak begitu tegang kini melunak. Air mukanya itu terlihat begitu tenang, sementara ia menjilat bibirnya sendiri sebelum akhirnya bersuara pada seseorang di luar sana yang tersambung dengan headsetnya, “Tidak ada siapapun di sini. Sepertinya kita salah tempat.”

Hingga tak lama berselang, terdengar suara gaduh dari dalam suatu ruangan. Seseorang yang ternyata sedari tadi bersembunyi berlari cepat keluar dari rumah tersebut. Pria itu tidak langsung mengejar. Ia justru tertawa pelan sebentar sebelum akhirnya mengikuti jejak kepergian orang tersebut dengan pergerakan kaki panjangnya yang sangat cepat.

Orang yang dikejarnya itu beberapa kali menoleh ke arahnya. Wajahnya terlihat begitu cemas dan ketakutan di balik masker wajah yang ia kenakan. Sementara pria jangkung tersebut menampilkan wajah mengerasnya yang penuh ambisi lantas semakin mempercepat larinya. Ia tidak boleh kehilangan orang itu kali ini. Ia terus merapalkan dalam hatinya bahwa ia bisa menangkap bajingan itu.

Ketika berusaha menghalau dahan-dahan pohon dari jalannya, pria bermasker itu tiba-tiba saja terjatuh karena menabrak batang pohon yang tumbang. Terdapat luka pada kakinya namun ia tidak menghiraukan hal tersebut. Ia langsung bergegas bangkit, tidak perduli dengan rasa perih yang menyerang sekujur tubuhnya saat ini. Ia tidak boleh tertangkap oleh polisi yang berada di belakangnya atau semua rencananya akan hancur.

Namun, saat matanya melihat ke arah belakang, ia tidak bisa menemukan siapapun di sana. Senyum kegirangannya melebar sebab menyadari ia berhasil lolos dari kejaran polisi tersebut. Dengan angkuhnya, ia membuang ludahnya begitu saja seolah meledek kerja polisi itu yang sangat lamban. Ia pun memutuskan untuk berjalan ke arah yang akan membawanya semakin dalam memasuki hutan. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat tiba-tiba saja dari segala arah, terdapat orang-orang dengan rompi anti peluru menodongkan pistol kepada dirinya. Membuatnya reflek mengeluarkan pistol dari saku celananya dengan tangan gemetaran.

“Toni Syahputra, anda kami tangkap atas dugaan pembunuhan berencana, pengancaman, ujaran kebencian, penggunaan obat-obat terlarang, kepemilikan senjata illegal, dan pencurian. Anda bisa tetap diam atau menggunakan suara anda di pengadilan.”

Sosok pria jangkung yang tadi mengejarnya muncul dari gerombolan orang tersebut. Terlihat tidak gentar meski kini Toni, pria bermasker tersebut masih bertahan dengan pistolnya yang terangkat. Namun, pria jangkung tersebut semakin mendekatkan dirinya ke Toni, hingga mulut pistol Toni berada tepat di depan dadanya yang tertutup rompi anti peluru.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang