:: Bab IV ::

2.4K 217 6
                                    

Sebuah Range Rover hitam mengkilat terparkir sempurna di salah satu lahan parkir yang dimiliki Universitas Pelita Bangsa. Setelah mematikan mesin dan memastikan kunci sudah di ambil, si empunya mobil bergegas keluar dan segera melangkah pergi dari sana.

Handsfree tanpa kabelnya pun sudah setia terpasang di telinganya sejak ia berangkat dari kantornya. Suara Neneknya mengalun dengan indahnya disana, meski sesekali cukup membuat Ardan terhenyak karena pekikan sang Nenek.

'Pokoknya coba kamu cari dia ke Fakultas Ilmu Sosial. Seinget Nenek dia punya cita-cita jadi tour guide gitu. Nenek juga udah lihat kok kalo di sana ada jurusan Pariwisata. Kemungkinan, Delia masuk jurusan itu.'

Tanpa sadar, Ardan memutar bola matanya jengah. Oh, Tuhan. Tentu saja dia sudah tahu fakta itu. Bukan perkara sulit baginya mencari data diri seseorang. Mulai dari tempat tinggal, nomor telfon, hingga riwayat pendidikan pun ia tahu. Dan Neneknya tentu tidak perlu mengingatkannya tentang hal-hal tersebut. Tapi, tetap saja Neneknya keras kepala karena terus memaksa Ardan mengikuti logika sang Nenek. Katanya, Neneknya itu tidak percaya data-data yang diberikan Ardan. Bisa saja ada perbedaan dari yang ada di sistem dengan realitasnya. Ya, selamat bagi Ardan karena mungkin dirinya sudah menjadi orang paling sabar karena memiliki Nenek secerewet Nenek Karisma.

Langkahnya terhenti di depan gedung Fakultas Ilmu Sosial seperti yang diucapkan sang nenek. Kini pun dirinya sudah menjadi perhatian beberapa mahasiswi yang kebetulan berpapasan dengan dirinya. Bisikan-bisikan yang terdengar pun tak jauh-jauh dari bagaimana pesona dirinya mampu memikat kaum hawa bahkan dalam sekali pandang.

Helaan nafasnya terdengar berat. Ardan bahkan tidak habis pikir, bagaimana ia bisa menuruti kemauan neneknya begitu saja. Padahal masih begitu banyak pekerjaan yang ia tinggalkan demi berada di tempatnya berdiri itu. Jika saja nanti ia tidak berhasil mengajak gadis itu, ia tidak akan lagi-lagi mengiyakan permintaan sang nenek. Biarlah neneknya merajuk padanya. Ia tidak peduli, sumpahnya dalam hati.

Ya, baiklah. Lihat saja nanti apakah dia bisa melakukan itu jikalau sang nenek meminta sesuatu padanya.

...

"Sorry, mau tanya. Kenal Delia, anak Pariwisata 2015 ?"

"Oh, tau, Bang. Temen sekelas saya dia," jawab pemuda berkemeja flanel yang tidak sengaja berpapasan dengan Ardan. Ardan kemudian mengangguk singkat, "Sekarang tau gak dia dimana?" tanya pria itu lagi.

"Tadi, sih sempet ketemu di perpustakaan. Abang bisa coba ke sana. Siapa tau masih di sana orangnya."

Untuk kesekian kali, Ardan mengangguk pertanda mengerti. Ia menepuk bahu pemuda tersebut singkat dan tersenyum tipis, "Oke. Thanks ya, Bro." lalu dirinya pun berlalu menuju tempat yang diberitahukan. Sesekali mengikuti penunjuk arah, dan di sinilah Ardan berada.

Sebuah pintu kaca besar menghadang dirinya sebelum bisa masuk ke dalam ruangan dengan label 'Perpustakaan' di atas pintunya itu. Tanpa ragu, ia masuk ke dalam dan sempat menjadi perhatian beberapa orang yang sedang sibuk dengan buku-buku ataupun kegiatan masing-masing.

Oh, dan jangan lupakan juga beberapa gadis-gadis muda yang kini juga melirik minat ke arahnya. Seakan buku di tangan mereka sudah tidak lebih baik daripada melihat Ardan. Karismanya benar-benar sebegitu kuatnya dan Ardan agak menyesali itu. Karena sekarang ia merasa agak risih diperhatikan terus menerus sejak tadi. Namun, Ardan mencoba mengenyahkan rasa risihnya dan mulai fokus kepada tujuannya berada di perpustakaan tersebut.

Ia mengelilingi lorong demi lorong yang dipenuhi rak-rak buku. Namun ia masih belum bisa menemukan gadis gempal yang dicarinya. Hingga ia berada di sudut baca yang di lengkapi dengan beberapa meja bersekat dan kursi, kedua manik matanya menangkap pergerakan seorang gadis yang tengah merapihkan perlengkapannya ke dalam backpack hitam di depannya. Tanpa basa-basi, Ardan menghampirinya dengan langkah besar dan tenang.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang