Tetesan cairan pada kantung infus terlihat keluar dengan teratur. Yang kemudian langsung mengalir ke punggung tangan Ardan melalui selang kecil yang menembus urat nadinya. Pria itu menghela napas pelan, selagi menatap kantung infus dengan tatapan yang nampak kosong. Ia lantas mengalihkan pandangannya ke sudut yang lain, baru menyadari bahwa dirinya lagi-lagi seorang diri di ruangan tersebut.
Ia kemudian meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas di samping ranjangnya. Tangannya bergerak lincah, mencari kontak nama seseorang yang saat ini sangat amat ia rindukan. Setelah memikirkannya untuk beberapa lama, Ardan pun memantapkan keputusannya. Lalu, pria tampan itu menekan tombol hijau yang tertera pada layar benda pipih itu, sesaat sebelum menempelkannya pada telinga. Membiarkan nada dering tunggu yang terdengar dari sana menggaungi indera pendengarannya.
"Maaf, nomor yang anda tuju tidak aktif. Silahkan coba beberapa saat lagi."
Jawaban yang sama, untuk yang kesekian kalinya tatkala ia mencoba menghubungi Delia. Sudah sejak kemarin nomornya jadi sulit dihubungi, dan Ardan pun tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal, rasa rindu yang membuncah di dalam hatinya tak mampu ia bendung lagi. Dirinya begitu ingin, paling tidak mendengar suara sang istri untuk menuntaskan kerinduannya. Namun, nampaknya, Delia masih enggan untuk berbicara dengan dirinya setelah apa yang terjadi kemarin.
Ardan pun hanya mampu menghela napasnya dengan sangat berat. Ia menurunkan benda pipih itu dari telinganya secara perlahan, lantas memperhatikan layar yang menampilkan nama Delia di sana dengan tatapannya yang sendu. Tidak ada hal lain yang mampu ia lakukan untuk saat ini kecuali menyesali apa yang telah terjadi dan menahan rindunya sekuat mungkin. Meski menyiksa, Ardan mencoba untuk lebih sabar. Bagaimana pun, ada hati yang jauh lebih tersiksa darinya. Yaitu, hati Delia.
Cukup lama Ardan termenung. Sekelabatan memori bahagia yang pernah dirinya dan Delia ukir bersama pun memenuhi isi kepalanya. Hati kecilnya juga terus menerus menggaungkan nama gadis gempal itu, berharap dia bisa tiba-tiba datang dan berada di sisinya. Untuk paling tidak, menemani dirinya yang begitu membutuhkan perhatian istrinya tersebut.
Sampai tidak lama, pintu kamar rawatnya terbuka, dan berhasil membuat Ardan menoleh ke arahnya dengan cepat. Sedikit-sedikit, ia berharap bahwa itu adalah seseorang yang begitu ia harapkan. Namun, pada kenyataannya, Ardan justru harus menelan kekecewaannya sendiri, tatkala melihat seorang pria jangkung dalam balutan kaus dan outer hijau army-nya itu berjalan ke arahnya diiringi satu senyum tipis. Dan tidak mungkin bagi Ardan untuk tidak membalas senyum itu, setidaknya sebagai bentuk terima kasih karena pria tersebut sudah mau ia repotkan ditengah-tengah pekerjaannya yang pastinya sangat banyak.
"Kamu udah datang, Kris."
Krisna mengangguk pelan, sejurus kemudian mendudukan dirinya di atas kursi yang ada di samping ranjang Ardan. Ia tampak menelaah ke setiap sudut, dan hanya keheningan yang dirinya temukan. Lagi-lagi, tidak ada yang menemani pria tampan di hadapannya itu. Ardan kembali sendirian hari ini tanpa ada seorang pun yang menemaninya, kecuali dirinya.
"Bagaimana keadaan Pak Ardan? Mendingan?"
Senyum tipis Ardan kembali muncul, "Ya, lebih baik dari kemarin. Kemungkinan saya bisa segera pulang beberapa hari ini."
Jawaban yang dilontarkan Ardan memancing Krisna menganggukkan kepalanya untuk yang kesekian kali. Ia lantas terdiam, tiba-tiba saja kebingungan dalam merangkai kata-katanya. Pesan yang ia dapatkan dari Delia beberapa saat yang lalu benar-benar mengganggu hatinya. Sehingga ia pun tidak tahu, haruskah ia mengatakan hal ini sekarang atau tidak. Ardan pasti akan sangat terkejut mendengarnya.
"Kenapa, Kris? Kok... diam?"
Sangat mudah bagi Ardan untuk mendeteksi kebingungan yang menggelayuti Krisna. Dirinya mengenal pria jangkung tersebut bukan sehari dua hari. Dan melihat Krisna yang termenung dengan raut muka yang memamerkan bagaimana kegundahannya saat ini turut membuatnya penasaran, sebenarnya apa yang tengah mengganggu pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...