Helaan napas yang terdengar berat, menguar dari sela-sela bibir kering Ardan. Keringat dingin mengaliri tubuhnya, bahkan membasahi kemeja lusuh yang masih ia kenakan. Wajah tampannya dipenuhi banyak sekali memar serta beberapa luka robek yang belum diobati sama sekali. Pun dengan pergelangan tangannya yang berdarah, begitu juga bagian kulitnya yang lain ikut terluka sebab terlalu sering bergesekan dengan tali tambang yang melilit tubuhnya. Pria itu tidak pernah berhenti berusaha untuk bisa melepaskan diri. Walau pada akhirnya, ia selalu gagal dan berujung pada lukanya yang jadi terasa semakin perih dan sakit.
Ardan mulai kehabisan energi. Belum ada cairan atau makanan yang masuk ke dalam tubuhya, sama sekali. Ia dehidrasi, kelaparan, pusing, luka-luka, dan membuat ia hampir menyerah, jika saja ia tidak terus menerus mengingat Delia yang pasti sedang menunggu dirinya saat ini. Lantas, ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Berusaha mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk melepaskan dirinya.
Dan suara decit pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Ardan. Dengan cepat, ia menoleh ke arah depan, mencari tahu siapa yang mengunjungi dirinya kali ini. Dari perkiraannya, ini sudah sangat larut. Angin malam yang sangat dingin tidak berhenti berhembus dan menyebabkan pria itu jadi menggigil kedinginan. Namun, Ardan tetap bertahan. Ia menguatkan dirinya sendiri, seraya menatap tajam ke arah sesosok pria yang kini berjalan menghampirinya. Wajahnya tidak mampu dilihat Ardan. Akibat dari pencahayaan di ruangan tersebut yang minim dan remang-remang.
“Mau apa anda?”
Ardan bertanya dengan suaranya yang ketus, begitu mengetahui siapa yang sedang mengunjungi dirinya sekarang. Tatapannya yang tadi terlihat sendu dan lemas, berubah tajam. Menatap pria di hadapannya lekat-lekat. Masih ada ketidakpercayaan yang menggelayuti hatinya, ketika tahu bahwa pria tersebut nyatanya bersekongkol dengan Toni untuk melakukan hal seperti ini padanya. Meski ia masih belum mengetahui dengan jelas apa alasannya, tapi Ardan tahu, bahwa pria itu nekat melakukan ini padanya demi mendapatkan Delia. Sebagai sesama laki-laki, Ardan mengerti bagaimana pria tersebut mengingkan Delia. Dan tentunya, Ardan tidak bisa membiarkannya begitu saja.
Sementara itu, tepat di hadapan Ardan, David melepaskan topi hitam yang menutupi kepalanya. Yang kemudian diakhiri dengan menghela napas. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui bagaimana kebencian Ardan untuknya, berpikir bahwa pria tersebut pasti sudah salah dalam memahami apa yang akan ia lakukan. Tatapan sendu miliknya yang nampak merasa bersalah dan penuh penyalasan itu lantas terus terpaku pada Ardan, sambil sesekali ia melirik ke arah tiap-tiap sudut di dalam ruangan tersebut. Lalu, tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ardan barusan, David pun mengeluarkan ponsel bekas miliknya dari dalam saku jaket yang ia kenakan, “Saya butuh seseorang yang bisa membantu untuk mengeluarkan anda dari sini.”
Mendengar itu, Ardan tentu tidak mampu untuk tidak terkejut. Kedua alisnya saling bertautan, merespon ucapan David dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kebingungan. Namun, ia enggan untuk mengiyakannya begitu saja. Pasti, ini hanya akal-akalan David untuk menjebak dirinya. Hingga akhirnya, hanya dengusan mengejek yang keluar dari bibir Ardan, “Untuk apa? Bukankah anda bersekongkol dengan Toni untuk membunuh saya? Supaya anda bisa mendapatkan Delia, iya, kan?”
Kepala David menggeleng. Ia mengerti bahwa sangat sulit bagi Ardan untuk bisa mempercayainya, apalagi dengan keadaan dirinya yang tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan maksud dan tujuannya bekerja sama dengan Toni saat ini. Kesekian kalinya, David menghela napas, berusaha menahan dirinya agar tetap bersabar, “Saya akan membawa anda keluar dari sini, Ardan. Maka dari itu, saya butuh nomor seseorang yang sekiranya bisa membantu saya mengeluarkan anda.”
“Tidak. Tidak akan.”
“Apa anda tetap mau di sini? Membiarkan Toni dan Papi saya untuk membunuh anda? Apa anda tidak kasihan dengan Delia? Dia pasti menunggu dan mengkhawatirkan anda sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...