:: Bab XXXIII ::

1.9K 145 1
                                    

"Lu serius?!"

Adalah dua kata yang keluar dari mulut Luna, begitu mendengar keseluruhan cerita Delia hari ini. Sementara itu, Delia yang tengah duduk di hadapannya tersebut mengerucutkan bibirnya, lantas mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan itu. Pasti sangat mengejutkan dan sulit untuk dipercaya bagi Luna mendengar cerita Delia mengenai apa yang terjadi tempo hari. Karena kini pun, Delia juga masih kesulitan untuk mempercayai hal tersebut.

"Gila... hebat banget lu, Del."

"Hebat apanya, sih, Lun?!"

"Seorang Mr. David bisa naksir sama lu. Apa namanya kalau bukan lu hebat?"

Delia mencebik kesal. Ia juga tidak mengerti bagaimana David bisa mengatakan hal seperti itu kemarin, bahkan di depan Ardan. Dan kalau ia mengingat bagaimana suaminya itu bersikap padanya di depan David kemarin, rasanya kepala Delia mau pecah. Terlalu banyak hal yang ia pertanyakan dalam benaknya, sebenarnya apa maksud dari kedua pria tampan itu. Apa mereka hanya ingin mengerjai Delia saja, ia pun tidak paham.

"Eh, tapi, kok Mr. David bisa kenal Mas Ardan, deh? I mean, mereka, kan belum pernah ketemu sebelumnya, right?"

Untuk kesekian kali, Delia menghela napasnya berat. Gadis gempal itu sungguh tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Luna. Ia kelewat bingung sebab tidak tahu menahu tentang bagaimana mereka berdua, Ardan dan David, bisa saling mengenal satu sama lain. Ya, Delia pernah memberitahukan Ardan tentang David. Tapi, rasanya jika David justru tahu nama Ardan, terkesan sangat aneh. Delia tidak pernah sekali pun membicarakan tentang Ardan kepada orang lain kecuali Luna.

"Gue juga gak tau, Luna. Pusing!"

Satu tangan Luna mengelus kepala Delia yang tengah menyender di atas pundaknya. Wajah cantiknya masih diliputi kebingungan, namun terus mempertanyakannya pada Delia hanya akan jadi percuma. Dengan melihat frustasinya sahabatnya itu, Luna mengerti kalau gadis tersebut pun juga tidak tahu apa-apa.

"Ya udah. Jangan dipikirin lagi, deh. Kasian chubby bear-nya Luna pusing jadinya," gumam Luna mengelus pipi chubby Delia dengan gemas. Ia lantas mengangkat wajah bulat gadis gempal itu, sebelum akhirnya, secara tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.

"Oh, iya. Katanya lu mau pinjem dapur kos-an gue. Emang mau ngapain? Mau masak buat gue, kan?"

Dengan menggunakan satu jarinya, Delia menoyor pelan wajah Luna yang mendekat ke arahnya disertai sorot matanya yang terlihat antusias dan penuh pengharapan, "Ih, geer."

"Lah, terus buat siapa kalau bukan buat gue?"

"Buat Mas Ardan, lah. Selama liburan ini gue punya tugas baru, tau. Nganterin makanan ke kantornya Mas Ardan," jawab Delia kemudian merubah ekspresi wajahnya. Yang tadinya terlihat bingung dan frustasi, kini jadi lebih berseri-seri.

Kata-kata Ardan yang katanya mau mencoba untuk menerima dirinya terus menerus terngiang di dalam kepala Delia dan rasanya sulit sekali untuk hilang. Memberikan gelanyar aneh di dalam dadanya hingga terselip kebahagiaan di sana. Ah, bahkan membayangkan kalau Ardan yang setelah ini akan bersikap lebih baik padanya membuat Delia senang bukan main. Paling tidak, Ardan tidak akan mengabaikannya lagi. Itu sudah cukup bagi Delia.

"Ih, gitu, ya. Sekarang udah punya suami, jadi bucinnya suami. Sahabatnya dilupain."

Kedua tangan Luna saling bersilangan di depan dadanya. Sementara sorot matanya terlihat sebal, begitu serasi dengan wajahnya yang sudah tertekuk dan bibirnya yang mengerucut lucu. Delia yang melihatnya lantas tertawa pelan, baru kemudian memeluk sahabat di sampingnya itu dengan erat, "Ya ampun, anak cantik ngambek."

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang