Di lain tempat, angin sepoi-sepoi yang menyejukan berhembus menyelinap di antara dedaunan pohon. Matahari yang nampak tinggi di atas sana dilatarbelakangi oleh langit yang tampak cerah berwarna kebiruan. Kawanan bulatan-bulatan kapas bernama awan yang mendampingi matahari itu pun bergerak lambat nan menenangkan.
Langit siang ini menjadi pemandangan yang begitu indah bagi seorang pria yang tengah santai duduk di pinggir kolam renang rumahnya. Di sisi kanannya, terdapat sepotong kue Tiramisu dan segelas greentea latte yang diletakkan di atas meja. Akan tetapi, pasangan cemilan favoritnya itu belum juga tersentuh meski dirinya sudah berada di sana untuk waktu yang cukup lama.
"David? Kakak kira kamu di kamar," gumam seseorang yang baru saja menghampiri David. Wanita itu pun lantas memilih bergabung duduk di kursi kosong yang ada di samping David dan memperhatikan adik laki-laki kesayangannya tersebut dengan senyuman, "Kamu ngapain bengong, gitu? Ini juga tumben. Kok belum dimakan Tiramisunya? Gak enak, ya?"
David kini mengalihkan pandangan pada sang kakak, Meira. Pria itu membalas senyuman yang diberikan kakaknya, sebelum akhirnya menjawab, "Kak Mei, mau nonton sama aku, gak? Aku udah pesan 2 tiket Danur 3."
Kedua alis Meira nampak bertaut, keheranan, "Kamu bukannya udah nonton film itu?" lantas mengajukan pertanyaan tersebut. Dilihatnya sang adik yang sekedar mengangguk, namun entah kenapa terlihat begitu ragu, "David? Kamu gak apa-apa?"
Helaan napas terdengar pelan keluar dari bibir David. Logikanya tengah mengira-ngira, haruskah ia bertanya pada kakaknya atah tidak. Tapi, jika tidak ditanyakan pasti ia akan kebingungan sendiri.
"Kak Mei, menurut Kakak kalau semisal, ada dosen ngajak mahasiswanya nonton, gimana?"
Pertanyaan yang diberikan David ternyata sukses membuat Meira tertawa renyah, mulai mengerti maksud pembicaraan. Wanita itu menunjukkan senyum mengejek pada kedua sudut bibirnya, "Maksudnya kamu mau ngajak mahasiswa kamu nonton?"
Sebenarnya, David sudah tahu bahwa menggunakan perandaian di depan kakaknya itu pun rasanya percuma. Meira mengerti dirinya dengan sangat baik. Hingga rasanya sulit bagi David untuk berbohong ataupun menyembunyikan sesuatu dari wanita yang masih setia menatapnya dengan mengejek itu.
"Ya, kenapa tidak? Paling orang akan ngira kalian ada apa-apa," jawab Meira kemudian. Yang direspon David justru dengan raut wajah terkejut, "A-apa? G-gak kok, Kak. Kita kebetulan sama-sama suka Risa Saraswati makannya David mau ngajak dia nonton Danur 3. Katanya dia belum nonton film itu." diiringi penjelasan agar Meira tidak salah paham.
Meira mengangguk mengiyakan, berpura-pura mengerti dengan penjelasan yang diberikan adiknya, "Oh, gitu. Ya sudah, ajak aja. Lagipula malam Minggu. Sayang muka ganteng kamu kalau dipendem doang di rumah."
Tanpa sadar, David mengulas senyum tipis. Ponsel yang berada di genggamannya itu menampilkan bukti pemesanan tiket bioskop untuk dua orang. Membayangkan bagaimana senangnya orang itu dengan ajakan menonton yang diberikan David, membuatnya lantas mengingat kembali bagaimana ekspresi senangnya orang tersebut ketika David memberikannya salah satu buku yang ditulis oleh Risa Saraswati berjudul 'Ivanna' dulu. Bahkan David tidak menyadari jika Meira tengah memperhatikannya dengan begitu intens dan masih disertai senyum mengejek.
"Kasih tahu Kakak, dong. Kayak apa, sih orang yang bisa bikin kamu sampe senyum-senyum gitu?"
Begitu pertanyaan Meira masuk ke dalam gendang telinganya, spontan senyum David menghilang. Dalam hati, ia mengutuki dirinya sendiri yang tanpa sadar tersenyum membayangkan ekspresi bahagia orang yang ada di dalam pikirannya. Kedua mata pria itu kemudian mengalihkan pandangan ke arah Meira, "M-maksud Kak Mei?"
"Semenjak kejadian itu, Kakak belum pernah lihat kamu kayak gini lagi. Ekspresi wajah kamu, tuh biasanya gak secerah ini. Kapan-kapan bawa dia ke rumah, ya?" pinta Meira pada akhir kalimatnya. Kedua matanya terlihat begitu berbinar memandangi wajah tampan adik kesayangannya itu yang kini memerah. Walaupun begitu, Meira masih bisa menemukan secercah keraguan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Ficção AdolescenteKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...