Adzan Subuh melantun indah melalui speaker masjid yang ada di belakang komplek. Gema suaranya menyelinap masuk ke tiap-tiap rumah, termasuk salah satu rumah yang terlihat lebih mewah dari rumah-rumah di sekitarnya. Berhasil membuat seorang gadis gempal yang tertidur di atas sofa panjang itu membuka matanya perlahan-lahan.
Delia menarik napasnya tanpa sadar, ketika kedua matanya menemukan wajah seseorang yang dari semalam membuatnya sangat amat cemas sampai ketiduran karena kelelahan. Seulas senyum kelegaan pun terukir pada bibirnya, dengan satu tangannya yang bebas terulur menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah sang suami. Pria itu tertidur dalam keadaan terduduk di atas karpet, dengan meletakkan kepalanya di atas tangan Delia yang ia genggam erat. Napasnya terlihat begitu teratur dan tenang, pertanda bahwa ia tidur dengan sangat nyenyak.
Mata Delia tidak bisa lepas dari wajah Ardan yang tetap saja tampan meski sedang tertidur. Kegelisahannya kini sudah sirna, berganti dengan kelegaan karena ia bisa melihat Ardan yang ternyata baik-baik saja. Semalam, pasti sudah terlalu banyak hal buruk yang ia pikirkan sampai membuat perasaannya menjadi tidak nyaman dan tenang. Buktinya, Ardan tetap bisa pulang ke rumah dan dalam keadaan yang baik-baik saja, meski ia tidak mengetahui jam berapa pria itu sampai di rumah.
Menyadari waktu yang terus berjalan, Delia pun berusaha membangkitkan tubuhnya pelan-pelan, agar tidak membangunkan Ardan yang masih terlelap itu. Ia kemudian mencoba melepaskan sebelah tangannya dari genggaman sang suami dengan sangat hati-hati. Dan untung saja, Ardan terlihat tidak terganggu sedikit pun. Pria tersebut masih asik tertidur sambil menyamankan posisi kepalanya sendiri yang pasti sakit, dan juga tubuhnya yang pasti sangat tidak nyaman karena tidur dalam posisi duduk.
Delia mengelus rambut Ardan dengan sangat lembut, sebelum akhirnya menyingkirkan selimut yang entah bagaimana sudah menutupi tubuhnya. Lantas, ia memakaikan selimut itu pada Ardan dan merapikannya dengan baik agar pria tampan tersebut bisa merasa hangat. Ia tampak merekahkan senyumnya, baru kemudian bangkit dari sofa dan menggelung rambut panjangnya yang tergerai. Ia akan mengambil wudhu terlebih dahulu, sekaligus memberi Ardan waktu untuk istirahat sedikit lebih lama. Pasti, suaminya itu sangat kelelahan.
Ketika ia hendak beranjak ke kamar mandi, ponsel Ardan yang tergeletak di atas meja tiba-tiba saja berdenting. Mencuri perhatiannya untuk berhenti sejenak. Ekspresi wajahnya nampak ragu, sejurus dengan kedua matanya melirik ponsel Ardan yang lampu notifikasinya terus menyala. Ia berusaha menahan dirinya untuk tidak membuka-buka privasi suaminya tersebut, namun, hati kecilnya justru mendorong ia untuk meraih ponsel itu lalu menyalakannya begitu saja.
Sebuah notifikasi pesan masuk langsung terlihat jelas begitu Delia menyalakan ponsel Ardan. Kedua matanya pun otomatis membaca tiap-tiap kata yang ditampilkan di sana dengan keningnya yang mengkerut dalam.
+62 812653xxxxx
Terima kasih untuk tumpangannya semalam. Kamu istirahat dengan baik, kan? Sampai bertemu nanti 😊
Tanpa komando, jantung Delia berdegup kencang. Pun dengan tangannya yang tiba-tiba meremas ponsel Ardan tanpa sadar. Ia menggigit bibir bawahnya sendiri kuat-kuat, merasakan ada sesuatu yang sedang menyentil hatinya. Hingga Delia lantas menolehkan kepalanya ke arah Ardan yang masih tertidur, disertai pikirannya yang mulai kalut.
'Gak, Del. Mungkin ini cuma dari temannya. Gak, jangan mikir macam-macam. Mas Ardan gak mungkin kayak begitu.'
Otak Delia berusaha keras mengenyahkan berbagai macam pikiran buruk dari kepalanya. Gadis gempal itu lantas meletakkan kembali ponsel Ardan di atas meja, sembari menenangkan dirinya yang tiba-tiba saja jadi merasa takut. Tidak, Ardan tidak mungkin seperti itu. Pesan itu pasti hanya dari temannya yang menumpang pada Ardan semalam. Ya, pasti hanya itu. Dan Delia tidak perlu mencemaskannya karena ia sangat mempercayai Ardan. Ia sangat amat mempercayai suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...