:: Bab LIII ::

1.7K 110 5
                                    

"Oh, akhirnya kamu datang juga."

Tanpa menyahuti kata-kata dari wanita cantik yang terduduk di atas kursi roda itu, Delia lantas memilih menatapnya tanpa minat. Meski bayang-bayang kejadian beberapa hari lalu masih terus terputar di dalam kepalanya, ia berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan seseorang yang telah menyakiti hatinya tersebut. Delia harus bisa bersikap baik-baik saja, walau pada kenyataannya tidaklah demikian.

"Duduklah."

"Apa yang mau kamu bicarakan?"

"Apakah aku mengganggu waktumu yang sibuk? Kenapa terburu-buru sekali?"

"Tolong jangan berbasa-basi, Zelia."

"Baiklah, kalau itu memang mau kamu."

Delia mengalihkan pandangannya dengan jengah, tatkala Zelia sibuk mengambil sesuatu dari tas tangan kecil di atas pangkuannya. Rasanya masih sangat sulit untuk sekedar menatap mata wanita itu. Tidak mudah bagi Delia untuk melupakan, apa yang telah terjadi antara Zelia dan juga suaminya, yang tentu saja menyakiti hatinya dengan sangat sempurna. Bahkan, wanita cantik tersebut masih bisa tersenyum manis ke arahnya seakan tidak ada sesuatu yang terjadi, seakan dia tidak merasa bersalah sama sekali.

Helaan napas berat mengiringi tangan Zelia, yang mengeluarkan satu benda kecil dan panjang dari tas tangannya. Ia mengulurkannya pada Delia, yang tidak sedikit pun berniat memandangnya. Dan hal tersebut justru memancing senyum untuk tersungging di atas bibirnya yang kemerahan, sementara matanya menatap gadis gempal itu tanpa ada beban, "Ini."

Mendengar itu, Delia lantas memaksakan dirinya untuk menoleh. Yang serta merta sukses membuat keningnya mengkerut dalam, tatkala kedua bola matanya melihat benda yang diulurkan Zelia padanya. Meski ia masih tidak mengerti maksud dari benda tersebut, jantungnya tiba-tiba saja berdegup kencang. Delia hanya merasa, akan ada sesuatu yang tidak baik yang akan ia dengar setelah ini.

"Kenapa diam? Ini. Lihatlah," gumam Zelia, dengan tangannya yang masih setia terulur ke arah Delia. Memikirkan reaksi yang akan diberikan gadis gempal di hadapannya itu membuatnya tidak mampu menahan diri untuk tidak terkikik geli. Ya, setiap istri tentu akan terkejut jika seorang wanita memberikan benda kecil dan panjang dengan dua strip merah di dalamnya, kepadanya. Lantas mengakui apa yang telah suami mereka lakukan pada wanita itu. Dan Zelia sangat tidak sabar menunggu bagaimana reaksi Delia setelah ini.

Selang beberapa detik hanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri yang melalang buana entah kemana, Delia menelan salivanya dengan susah payah. Tangannya pun tergerak dengan pelan, mengambil alih benda yang ia ketahui bernama testpack itu dari uluran tangan Zelia. Mau bagaimana pun juga, Delia harus bisa memberanikan dirinya. Karena rasa penasarannya pun kini juga sudah menggelayuti hatinya.

Dua strip merah pada benda tersebut, sangat amat sukses membuat napas Delia tercekat. Rasa penasarannya berubah menjadi sebuah ketakutan yang begitu besar. Tempo detak jantungnya juga sudah sangat tidak terkendali, hingga rasanya bisa meloncat keluar dari rongga dadanya. Seiringan dengan tiap sendinya yang tiba-tiba menjadi melemas dan mati rasa. Namun, Delia dengan sisa tenaga yang ia miliki, berusaha untuk tetap berdiri tegak. Jangan sampai ia terjatuh di depan wanita yang telah menghancurkan kebahagiaannya itu.

"Aku... hamil. Anak Ardan."

Zelia menggumam dengan sangat pelan dan lirih, seraya memainkan jari jemari lentiknya. Angin yang berhembus kencang pun menerbangkan rambut panjangnya yang tergerai, sehingga ia harus menyingkirkannya untuk melihat reaksi pertama Delia setelah mendengar penjelasannya barusan. Keterkejutan tercetak dengan sangat jelas pada wajah bulat gadis tersebut, sampai-sampai membuat kedua sudut bibirnya berkedut, tak tahan untuk membentuk seulas senyum geli.

Between the Difference [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang