BAB 37 ; Hatred

4K 508 43
                                    

BAB 37

Hatred

Belia mencoba meraih lengan Giandra, mencegah lelaki itu untuk mendekati pintu ruang ICU. Namun, usaha kekasih Ben itu gagal. Beruntung, Ben berhasil menghadang langkah lelaki itu.

"Minggir." desis Giandra.

"Gian, lo jangan cari mati. Tetap di rencana, oke?" Ben mencoba membujuk si bule.

"Rencana apa?"

"Gian, aku nggak pa-pa kok kalau harus nemuin mbak Galvin dan Pak Arjun." Naima berujar lemah, berusaha duduk dibantu oleh Rizky.

"Ya, dan gue akan jadi cowok paling coward. No. Gue nggak akan lakuin itu."

"Lo bisa bikin Mbak Galvin kena masalah." Belia menambahi.

"Atau gue bisa bikin si berengsek itu sadar kalau bukan cuma dia aja yang peduli sama Galvin."

"Guys," Rizky buka suara, "Gue rasa Giandra ada benarnya. Toh dia cuma akan ketemu sama Pak Arjun, dan kata Mbak Galvin, Pak Arjun hanya akan bilang makasih. Jadi itu bukan masalah besar, kan?"

"See? He's got the point," Giandra menunjuk Rizky dengan dagunya, "gue nggak mau bawa lebih banyak kebohongan lagi dengan bawa-bawa Naima. Kalian tahu apa resiko bohong? Kepleset suatu saat dan kebohongan kebongkar."

Naima mencoba menahan tawa. Dalam hati ia mengamini ucapan teman kekasihnya itu. Tadi, memang Galvin sempat bercerita masalah minggu lalu; ketika Arjun mencampakkannya dan Giandra kebetulan ada untuk menyelamatkannya. Belia memberi usul agar Naima saja yang bertemu dengan Arjun dan mengatakan bahwa ia yang menyelematkan Galvin. Awalnya, semua setuju. Namun, entah mengapa beberapa menit yang lalu, Giandra menolak. Ia ingin menemui Arjun.

***

"It's me. Saya yang waktu itu nolongin Galvin."

Perlu dua kali helaan napas agar Giandra dapat menyerukan kejujuran itu dengan lantang. Oh, Galvin tidak bohong tentang Arjun yang dominan. Aura khas orang berkuasa begitu pekat pada pria yang berdiri di depan Galvin itu. Pria dengan sorot tegas, rambut rapi, dan stelan khas pengusaha sukses itu tadi sempat membuat Giandra gentar. Namun, ia berhasil meyakinkan diri. Ia harus menunjukkan eksistensinya di depan si pengusaha berkuasa.

Arjun menatap lelaki yang berdiri di belakang Galvin. Rambut cokelat gelap yang sedikit messy, iris biru yang menyorotnya tajam, dan postur tubuh yang sama tinggi seperti dirinya. Sedangkan Galvin menunduk sejenak sebelum merotasikan tubuhnya menghadap Giandra, menggumam tanpa suara yang ditangkap Giandra ...

"What the hell are you doing?"

Enggan menjawab, Giandra maju satu langkah mendekat pada Galvin. "Maaf, saya jadi merusak kejutan yang Pak Arjun buat." lanjut Giandra, melirik Galvin yang terlihat menahan tawa.

Jujur saja, Galvin ingin terbahak saat ini juga karena mendengar Giandra menyebut Arjun dengan sebutan 'Pak'. Wanita itu menghela napas sebelum berbalik, menatap Arjun.

"Dan kamu adalah...?"

"Giandra." Galvin menjawab.

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya? Wajahnya nggak asing."

"Dia temannya Rizky dan Belia. Salah satu model yang sering photoshoot di Galvina juga." Lagi, itu Galvin yang menjawab.

"I see," Arjun mengulurkan tangan, "Terima kasih kamu sudah menolong Galvin."

Giandra menatap uluran tangan Arjun. Melirik Galvin, ia menjabat tangan Arjun. "Sama-sama, Pak Arjun. Maaf, saya sempat begitu marah dan ingin menghajar anda saat mendengar cerita Galvin."

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang