BAB 52 ; Big Mistake

2K 275 26
                                    

Assalamualaikum...

selamat hari minggu malam...

Mbak...

Mas...

Kakak...

Pakde...

budhe...

Nyaik...

Ki sanak...

Kalian masih pada di sini apa udah PSBB di rumah aja?


Big Mistake

Giandra menatap wanita yang berbaring berbantalkan lengan kanannya itu. Galvin terlelap dalam pelukannya. Dua jam lamanya, setelah Giandra mengajak wanita itu ke dalam kamarnya, merengkuh Galvin yang terus menangis. Giandra mengusap kening Galvin dan sesekali menciumnya.

Oke, jadi sekarang apa? Ia dan Galvin sudah bersama, seperti yang selama ini diinginkannya. Perlahan, senyum si iris biru terukir, membayangkan kehidupannya setelah ini. Galvin akan terus bersamanya, dan ia tidak perlu merasa khawatir lagi. Tidak ada lelaki lain yang akan menyentuh Vanilla-nya.

Ya, Giandra merasa menang sekarang.

"Hey," Giandra memanggil pelan, "hey. Gue di sini."

Lelaki itu mengusap pipi Galvin yang merintih. Ia lalu mendaratkan kecupan singkat pada bibir wanita dalam rengkuhannya itu.

Galvin mengerjap. Air matanya kembali luruh begitu membuka kedua netranya. Tangisnya kembali tumpah seiring eratnya dekapan Giandra.

"Gak apa, ada gue," ucap Giandra.

"Aku mimpi buruk." Galvin berkata pelan, mendongak menatap si iris biru yang masih mengusap punggungnya.

"Itu cuma mimpi. Hal buruk apalagi yang bisa terjadi saat kita udah bersama gini, hmm?"

"Menurut kamu gitu?"

"Vanilla, hanya ada kita berdua. Lo udah milih gue." Astaga, itu terdengar congkak sekali. Namun, Giandra tidak peduli. Ia menjadi pemenang dalam romansa segitiga ini. Arjun tandingannya, dan Galvin memilihnya. Ya, Giandra pantas merasa sombong.

Si bos yang kadang memiliki kelainan itu mampu ia kalahkan.

Sementara Giandra yang terus merasa sombong, Galvin malah semakin dipeluk rasa bersalah. Ia ketakutan. Ia telah membuat Arjun patah, bagaimana jika nanti ia kena karma?

Apakah jika nanti perbuatan kejamnya pada Arjun mendapat balasan, akankah Giandra tetap setia?

"Apa ini udah benar, Gian?" lirihnya.

"Lo ragu?"

"Kamu?"

Giandra melepas rengkuhannya, membimbing Galvin untuk duduk. Diraihnya air minum di atas nakas, lalu diberikannya pada Galvin. Si photographer menerima uluran minum itu dan menenggaknya hingga tandas.

"Gue sayang sama lo, Vanilla. Gue gak akan nawarin lo pulang ke rumah gue malam itu kalau masih ragu. Ya, gue gak punya pengalaman dalam hal asmara sebelumnya. Tapi, satu yang bisa gue jamin, gue gak main-main sayang sama lo. We've been through a lot. Kita bisa mulai kehidupan baru setelah gue selesai magang. Gue akan cepet lulus kuliah, dan ngajak lo ke London. Lo pengen ke sana, kan?" papar Giandra, memberikan janji yang langsung membuahkan senyum dan anggukan antusias dari Galvin.

"Kita akan ke London. Have a very great life, relationship. Lo dan gue, akan selalu bersama."

Senyum Galvin mengembang. "Tell me you will not leave."

"I'll stay. No matter what, gue akan selalu sama lo."

Terdengar bagaikan janji, Galvin seperti terhipnotis untuk mempercayai.

"So tell me how you get here. Lo sama siapa? Rizky? Kenapa dia gak mampir?"

Atas pertanyaan Giandra, Galvin pun bercerita. Diusapnya bulir bening yang baru saja merembes, Galvin merengek manja pada Giandra untuk berbaring di pangkuan si bule, sambil bercerita.

Giandra sesekali mengernyit mendengar cerita sang kekasih. Tangannya tak henti mengusap pipi dan kening Galvin. Oh, tunggu, sang kekasih?

Tidakkah titel itu terlalu cepat ia sombongkan?

**

Mobil yang ditumpangi Galvin berjalan pelan meninggalkan Stalker PH. Galvin duduk di kursi penumpang depan, bersama si R yang sangat menyebalkan—menurut Galvin. Lelaki dengan gaya rambut cepat dan sedikit berjambang itu tidak banyak bicara. Namun, beberapa kali iris hazelnya seolah menelanjangi Galvin.

Ck! Pasti dia ngira, aku cewek gak bener. Keluar kota pakai piyama berdua doang sama Rizky. Galvin membatin.

"Aku bukan pacarnya Rizky," ucap Galvin memecah keheningan.

Sialnya, si R tetap diam, menoleh singkat dengan tatapan tidak peduli, lalu kembali berfokus ke jalan raya.

Galvin seketika menyesal berbicara. Lagipula, untuk apa Galvin menjelaskan? R memang siapanya?

Tangan kiri Galvin terkepal, menoleh ke jok belakang, pada si empu mobil yang terlelap sambil mendengkur. Bisa-bisanya Rizky tertidur di saat seperti ini? Meninggalkan Galvin pada situasi yang luar biasa awkward, sungguh lebih kejam dari apa yang telah Galvin lakukan pada Arjun.

Ah, kenapa jadi Arjun lagi, sih? Kan jadi pengen nangis.

"Gue juga bukan sodara deketnya Rizky."

Ajaib, si R balas memecah keheningan.

Galvin yang masih sedikit gondok, membalas perlakuan R dengan bersikap tidak peduli. Ia akan pura-pura mengantuk, dan terlelap seperti Rizky saja.

Baru saja Galvin menyandarkan kepalanya pada jendela, R kembali berujar, "Tapi gue tahu, kalau Rizky sampai belain nganter cewek yang gak pernah dia ceritain ke gue—masih pakai piyama dan kayaknya lagi patah banget, it means he really care about you."

"So am I suppossed to say thank you?" sahut Galvin.

"Buat Rizky? Apa perlu gue kasih ta—"

"Buat kamu, R."

Barulah, si pengemudi mobil Rizky menoleh pada Galvin. Galvin sedikit terkejut, melihat sorot hazel itu tidak beda jauh dengan sorotnya. Rapuh dan patah.

"Gue gak nerima ucapan terima kasih. Kalau lo merasa berterima kasih, lo harus lakuin sesuatu buat gue."

Galvin mendengkus. Ia baru akan menyahuti saat R kembali menyela, "Don't break his heart. Gue gak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kalian—lo sama Rizky, dan si pemilik rumah kontrakan yang sedang kita tuju. Tapi gue tahu, di aantara kalian pasti akan yang terluka. Dan, gue harap itu bukan Rizky."

Galvin tertawa miris. "Woah. Kamu ini peramal at—"

"I'm just a suffering man, who doesn't wanna see another man feels what I felt."

"Okay, I think we talked too much." Galvin menyudahi percakapan basa-basi menyebalkan ini, dan melaksanakan aksi pura-pura tidurnya.

Saat perlahan mobil Rizky berhenti.

"Kita udah sampai." R berujar.

"Udah?"

Galvin menoleh ke luar. Pada bangunan sederhana yang kata Rizky adalah tempat kost Giandra. Mengabaikan R yang sepertinya menanyainya sesuatu, Galvin mengemasi barang barangnya. Hendak membangunkan Rizky namun tidak jadi, melihat lelah begitu kentara di wajah bocah bossy itu, Galvin jadi tidak tega.

"Sampaikan terima kasihku ke Rizky. Safe drive, R. I would love to take your warn. I'll make sure Rizky won't get hurt," kata Galvin lalu melenggang keluar mobil.

Menghela napas panjang, ia lalu berangsur memasuki pekarangan rumah. Di sinilah ia kini berdiri. Menatap pintu yang membentang di depannya, Galvin really hopes this is not a big mistakes.

**

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang