BAB 54 ; You Have to Scream My Name

1.9K 270 30
                                    


You have to Scream My Name

Galvin mendongak, seiring dorongan kuat Giandra pada inti tubuhnya. Rasa nikmat yang sudah berkumpul di kepala, membuat Galvin tak henti melenguh. Sungguh, ini adalah penyembuh yang ia butuhkan.

Bukan hanya untuk perutnya. Namun, untuk rasa bersalah atas keputusan yang telah ia ambil. Endorfin yang terus meningkatlah yang menjadi pemicu hal tersebut.

Kecemasannya hilang, sakit perutnya melebur. Hanya ada rasa senang dan nyaman yang kini ia rasakan. Terlebih, saat lembut Giandra mengusap pipinya.

"Hei, lihat gue," ucap Giandra sambil masih mengusap pipi Galvin. Wanita di bawahnya itu menatapnya sayu. Seperti tidak berdaya lagi. Meskipun begitu, ada rasa puas tersirat dalam sayunya tatapan Galvin.

Giandra membungkuk, menyatukan bibirnya pada bibir Galvin. Dikecupnya singkat bagian itu, kemudian kecupannya pindah ke bagian lain tubuh polos Galvin. Pada leher jenjang wanita itu, naik menyapu daun telinga kanan Galvin. Turun lagi pada kulit bahu dan berhenti lama menyesap bagian menonjol si vanilla fragrance-nya.

Lenguhan itu kembali terdengar, merdu membelai indera pendengaran Giandra. Secara naluri, Giandra kian kuat menghentakkan dirinya pada tubuh Galvin.

Panas membara, membakar dua insan yang sedang kalut hatinya. Desahan panjang penuh kenikmatan itu terdengar seiring pelepasan Giandra di dalam diri Galvin. Ditenggelamkannya wajah si iris biru pada ceruk leher Galvin, dan dibisikkannya kembali ungkapan cinta itu.

"Sumpah, gue sayang banget sama lo."

**

GUE JUGA SAYANG SAMA LO BULE!!

Lelaki itu dengan cekatan memotong sayur dan sosis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki itu dengan cekatan memotong sayur dan sosis. Sesekali iris birunya menoleh ke arah panci, pada mie yang sedang ia rebus. Hari masih gelap di luar. Memang tadi sekitar pukul setengah empat ia sudah bangun. Teringat bahwa Galvin sama sekali belum makan semenjak keduanya bertemu, Giandra lalu pelan-pelan menuruni kasur.

Setelah memberi kabar pada Bu Caitlin dan Pak Jeff perihal kondisi ayahnya, Giandra lalu menuju dapur. Sial, tidak banyak bahan makanan di dalam kulkas. Tersisa mie instan dan beberapa potong sosis.

Giandra sedang menuang mie ke dalam mangkuk, saat merasakan hangat tangan melingkari pinggangnya.

"Hmm... laper..."

Suara si empu tangan terdengar merdu.

Senyum tipis Giandra terbit. Dibiarkannya tangan Galvin tetap melingkari tubuh atasnya yang polos, ia meneruskan kegiatannya menyajikan mie instan.

"Kan memang daritadi lo belum makan. Dari kemarin, malah," sahut Giandra sambil mematikan kompor.

"Aku udah makan."

"Kapan?" Giandra bertanya seraya melepas rengkuhan tangan Galvin pada pinggangnya, lalu berbalik menatap Galvin yang baru saja mengecup punggungnya.

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang