BAB 8
Ketika Arjun membuka pintu apartemennya, semerbak aroma bawang bombai yang ditumis dengan minyak wijen yang menyambutnya. Pria itu melemparkan tasnya ke meja ruang tamu, melucuti jas dan kancing kemeja yang ia pakai. Pakaian itu lantas bernasib sama dengan tasnya; dilempar ke meja ruang tamu.
Hanya bertelanjang dada, Arjun melangkah menuju dapur. Senyumnya terurai melihat wanitanya sedang asyik berkutat dengan wajan dan spatula. Baginya, gadis yang sepuluh tahun terakhir ini menemaninya itu selalu terlihat dua kali lebih cantik ketika berada di dapur, mengenakan apron, dan bergelut dengan peralatan masak.
Sebuah pelukan dari belakang membuat Galvin terhenyak. Wanita itu lalu mengecilkan nyala api pada kompor, mengulas senyum, dan mengusap lengan kekar yang membelenggu pingganya itu.
"Aku masak makanan kesukaan kamu." ucap Galvin.
"Kamu, makanan kesukaan aku, babe." bisik Arjun. Pria itu mulai menelusuri daun telinga Galvin dengan lidahnya. Turun pada sisi kiri leher jenjang wanita dalam pelukannya itu.
Galvin menutup mata, mencoba menikmati sentuhan dari pria yang ia rindu itu. Jujur saja, ia paling tidak suka jika kegiatan memasaknya diganggu, apalagi kalau sampai harus terjeda. Namun, ia lebih tidak suka menerima amukan kekasih dominannya ini. Maka, dengan kedua mata terpejam, wanita itu mematikan kompor.
"Ar...nghh" lirihnya, meloloskan desahan yang sejak tadi ia tahan. Galvin tahu, saat ini pria di belakangnya itu tengah menagih janji. "Stop it if you want that million kisses from me." ujar Galvin seraya menggigit bibir, merasakan tangan dingin sang kekasih yang mulai menyelinap di balik kaos yang ia pakai, menangkup bagian menonjol tubuh Galvin dengan sedikit kuat.
"You know you can't stop me." pria itu balas berbisik.
"And you won't get that million kisses," Galvin meraih satu tangan Arjun yang masih berada di pinggangnya, mengarahkannya pada bibirnya, "From this heaven."
Fuck! Arjun mengumpat, melepaskan cengkeramannya pada salah satu bagian empuk itu. Mundur satu langkah, ia membebaskan wanita di depannya agar Galvin berbalik.
Tatapan keduanya bertemu. Galvin, dengan tatapan sensual yang menggoda. Arjun dengan tatapan memuja dan mendamba. Si wanita seksi dengan apron itu tersenyum miring menatap dominannya ini. Sorotnya menatap pria yang hanya mengenakan celana bahan nan licin itu dengan saksama. Kulit kuning langsat, dengan bulu lembut pada bagian dada. Perut rata yang terbentuk seperti petakan sawah berjumlah enam. Kedua lengan kekar dan terlihat begitu pas pada tubuhnya. Rambut hitam pekat yang berantakan, membuatnya melebarkan senyum.
Jemari Galvin mulai menelusuri kulit prianya. Berhenti pada rambut Arjun. "Kenapa bagian ini berantakan?"
Arjun terlihat menelan saliva. "Sama berantakannya seperti yang di bawah sana, Galv." Oh no. Suara pria ini sudah mulai parau. "Please," pintanya.
Galvin beringsut merapatkan tubuhnya pada Arjun. Perlahan, ia merapatkan bibirnya pada bibir pria brantakan di depannya, dan, begitulah. Api gairah itu lantas membakar kedua manusia di dapur yang luas ini.
Kecupan lembut Galvin berangsur buas dan menuntut. Seiring dengan genderang di bawah sana—milik keduanya yang menginginkan lebih. Penyatuan demi membunuh rindu.
"I want the million kisses." lirih Arjun. Sejurus kemudian ia mendorong tubuh wanita yang masih melumatnya itu pada meja makan. Mengangkat tubuh sang wanita, ia melepas apron Galvin dan mengikat kedua pergelangan tangan kekasihnya dengan kain itu. Mengalungkan tangan terikat itu pada lehernya setelah ia meloloskan semua kain yang menempel pada tubuhnya dan tubuh wanitanya.
Tatapan mendamba itu pudar, berganti dengan tatapan lapar dan haus. Arjun mendudukkan Galvin pada meja makan. Kemudian, dengan perlahan yang lalu berubah menjadi cepat dan dalam, ia mulai menyerang inti tubuh wanita terikat di depannya. Seiring dengan million kisses yang mulai memenuhi kulitnya. From that heaven lips. The one and only vanilla taste, Galvin.
"I won't let you get rest this night." bisik Arjun, memenuhi inti wanitanya dengan hangat dari pelepasannya.
**
Galvin terengah seiring pelepasan yang kembali bersarang dalam inti tubuhnya. Wanita itu memejamkan mata, menikmati hangat dan sejuk yang melanda atmosfir ruang tengah apartemen yang ia tinggali. Tubuhnya terbaring tak berdaya di bawah tubuh pria yang dua jam terakhir terus memompanya.
Arjun benar-benar menepati ucapannya dengan tidak membiarkan Galvin istirahat. Dua jam ia lalui dengan bersentuhan kulit dengan pria 32 tahun itu.
Di dapur, di kamar mandi, di ruang tamu, dan kini di ruang tengah. Jujur saja, Galvin kelelahan. Bagian bawah yang diterus dipompa Arjun itu sudah mulai protes. Perih karena bergesekan dengan sesuatu yang keras selama dua jam membuat air mata Galvin mengalir. Tidak, ia tidak kesakitan. Rasa perih yang menimpa bawah sana tidak sesakit itu. Galvin bisa menahannya. Air mata itu lebih seperti rasa takut. Entah takut apa.
"Ar..." lirih Galvin karena pria di atasnya tak kunjung beranjak, masih tengkurap di atas tubuhnya.
"Hmm..."
"Kamu berat."
"Rasa kangenku ke kamu lebih berat." Arjun menjawab seraya beranjak dari tubuh 'polos' wanita di bawahnya. Tangannya bergerak menghapus air mata wanitanya. "Is that hurt?"
Galvin mengangguk. Meskipun begitu, wanita yang ikut beranjak dari atas karpet bulu itu mengulas senyum dan mengusap lengan pria di depannya. "I'm okay."
"Besok ada pemotretan lagi?"
Galvin mengangguk. "Jam sepuluh pagi."
Arjun mengulas senyum hangat, membawa tubuh 'polos' kekasihnya itu pada pahanya.
"Aku nggak tahu, kenapa aku nggak pernah capek ngelakuin hal ini sama kamu." ujar Arjun seraya menelusuri bagian depan tubuh Galvin dengan jemarinya.
Galvin menggigit bibir, menahan desahannya tetap berada di dalam mulut. Karena ia tahu, jika satu saja desahannya lolos, ia akan kembali 'diserang' tanpa ampun oleh Arjun.
"Kamu nggak pernah bosen?" bisik Galvin. Membuat sapuan menggelitik pada kult perutnya berhenti. Si empunya jemari mendongak menatapnya.
"You kidding me? You're an angel, how could I get bored? I won't get bored."
"Ini udah hampir sepuluh tahun, Arjun. Aku takut kamu bosen dan pergi."
"That-wont-be-happen." jawab Arjun mantap.
Lagi, karena satu desahan lolos dari mulut Galvin ketika pria itu meremas dua bagian kembar yang empuk itu, Arjun merebahkan tubuh dan menarik Galvin seraya kembali memasuki inti tubuh wanita di atasnya itu.
Tidak ada yang bisa Galvin lakukan selain pasrah. Toh ia juga menikmati kegiatan ini. Hampir sepuluh tahun terjebak bersama Arjun, mau tak mau wanita itu terbiasa dengan kegiatan yang sedang ia lakukan ini. Malah, wanita itu tak jarang yang mendominasi.
Seperti saat ini. Tahu-tahu Galvin meraih kabel mouse dan mengkat kedua tangan Arjun dengan kabel itu. Tatapannya sayu namun mengintimidasi Arjun, membuat pria dewasa itu pasrah pada kendali Galvin. Meskipun begitu, Arjun mengulas senyum miring. Ia menyukai Galvin yang dominan. Meski Galvin yang penurut akan tetap menjadi favoritnya.
"Yeah, Babe. Hit me harder." Ucapan Arjun seakan menabuh genderang gairah. Galvin bergerak tak keruan di atas tubuh 'polos' Arjun. Lenguhan yang saling bersahutan lolos dari bibir Galvin dan Arjun, menjadi backsound ruangan yang luas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fixed
Romance18++ (Revisi) Jangan berekspektasi lebih. 27 September 2019 - 23 September 2020(tanggal tamat) Naskah ini saya repost untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh Penerbit @Grass_Media Fixed (adjectiva) : tetap, menetap. Kehidupan teratur yang di...