BAB 57 ;Jangan Lakuin ini, Please

2.3K 307 104
                                    

KALIAN LUAR BIASAAAAA

AKU BERASA MIARA TUYUL BANGUN TIDUR KOMENAN UDAH SERATOOOOSSS




Jangan Lakuin Ini, Please.

Giandra mendudukkan dirinya di sofa. Ia memijit alisnya, mencoba mengurangi pusing yang menghantam kepalanya. Lelaki menghela udara panjang. Memejamkan mata, sesal kini menghantuinya. Sungguh, kejam sekali yang ia katakan pada Galvin. Menggugurkan kandungan?

Entah itu benar-benar anaknya atau bukan, seharusnya mulut sialan Giandra tidak mengatakan hal keji itu. Ia pernah berada di dalam perut mamanya, dan dijaga habis-habisan oleh kedua orang tuanya. Namun, ia meminta Galvin untuk melenyapkan bayi itu?

"Fuck!" Giandra mengumpat, melemparkan bantal sofa ke sembarang arah.

Ia ingin kembali ke dalam kamarnya, meminta maaf pada Galvin atas apa yang ia lakukan barusan. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Teringat keadaan sang ayah yang masih belum stabil, Giandra memilih bergeming.

Tetap berada di atas sofa bahkan saat Galvin keluar kamar dan berdiri di depannya. Tanpa permisi, wanita itu melepas kaos Giandra yang ia kenakan. Dilemparkannya kaos biru itu pada si pemilik.

"Kamu pernah bilang bahwa Arjun itu berengsek. Dan, bodohnya aku mengiyakan. Tanpa tahu, kamu sebenarnya jauh lebih berengsek. Kamu bajingan, Giandra. Yang kamu inginkan dari aku hanya tubuhku ini, kan?" serang Galvin. Ia kemudian meraih jaket Rizky yang tertinggal di sofa tadi, dan mengenakannya.

Giandra, jujur merasa ngilu melihat wanita itu sendu. Ia ingin sekali bangkit dan merengkuh Galvin. Namun, ego dan kemelut hatinya menahan keinginan lelaki itu. Jadi, si iris biru kembali menatap Galvin datar, tanpa berniat menyahuti.

"I really hope someday, you will not regret the decision you made today. Because if you do, I will really kill you," kata Galvin tajam. Tanpa menunggu Giandra menyahuti, wanita itu berbalik, dan melenggang pergi.

Cause the hardest thing I'll ever do is walk away still loving you.

**

Dingin memeluk tubuh ringkih seorang wanita yang sedang duduk di halte bis. Tas selempangnya ia peluk, seolah takut kehilangan benda itu. Padahal, itu hanya caranya agar perih perutnya sedikit berkurang. Iris cokelat gelapnya menyapu jalanan ramai di depannya. Dalam hati, berharap ada petunjuk keberadaannya saat ini. Ponselnya mati, dan sungguh ia tidak tahu lagi harus melangkah ke mana.

Galvin Sanabia Ladera, semakin erat memeluk tas berisi kamera kesayangannya. Terkatung-katung di tempat asing, sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Seketika, ia rindu sosok yang dulu selalu menuntunnya pulang—sosok yang selalu berhasil menemukannya dan membawanya pulang.

Arjun Pragyatama.

Galvin menghela napas. Jika saat ini ia menghubungi Arjun, mengatakan keberadaannya sekarang, Galvin yakin lelaki itu pasti akan langsung menemukannya. Tapi tidak. Ia tidak akan melakukan hal tidak tahu diri seperti itu. Galvin tidak ingin menjadi kejam dengan terus merepotkan.

Lalu, ke manakah ia sekarang harus pulang? Tidak mungkin ia terus duduk di halte sampai pagi. Memaksa isi kepalanya berpikir, Galvin akhirnya memilih rumah sakit sebagai tempatnya pulang.

Ya, dia boleh kehilangan segalanya. Namun, Galvin tak akan membiarkan makhluk kecil dalam perutnya hilang. Ia mungkin tidak punya siapa-siapa lagi untuk menjaganya dengan sukarela. Tapi, setidaknya ia masih memiliki cukup biaya untuk memastikan janinnya baik-baik saja.

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang