BAB 47 ; Hancur Lebur - Bagian 1

4.5K 362 69
                                    


Selamat bulan April. I hope that April will be the month of healing, not fooling--copas status wasap temen :)

Alhamdulillah, setelah tadi ke pasar dan nengok harga tomat mahal, aura jahatku kembali gaiss.. soo langsung baca ajaaa..

----

BAB 47 ;

Hancur Lebur-1

"Nah, jadi coba sekali lagi Mbak pikirkan, yang Mbak rasakan untuk Giandra, sekedar rasa nyaman, atau lebih? Kalau Mbak tanpa Pak Arjun, apa Mbak bisa cukup nyaman dengan segala resiko karena milih Giandra? Yang tahu jawabannya cuma Mbak."

Karena Rizky mungkin benar, Galvin akan kurang nyaman jika harus meninggalkan Arjun. Ya ampun! Ia harus bagaimana? Memilih tinggal atau pergi saja?

Di saat segala perasaan dan akal sehatnya sedang berkecamuk, uluran sendok berisi kentang berbalut bumbu kacang dari Arjun membuatnya mengerjap.

"Aku udah makan, Arjun." ucap Galvin seraya menggeleng.

"Emang siapa yang mau nyuapin kamu?" Arjun tersenyum mengejek, lalu melahap suapan itu.

"Terus, kenapa tadi kamu ulurin kentang di depanku?"

"Pengen aja." sahut Arjun, mengedipkan sebelah matanya, menggoda wanita yang sedari tadi melamun di sampingnya. "Ada apa? Kamu daritadi diem aja."

"Nggak kok."

"Jujur sama aku, Galvin."

Galvin menelan saliva, menatap Arjun yang kini mengunci tatapannya dengan sorot tegasnya. "Tadi, bukannya kamu harus ke luar kota? Apa itu bohong? Apa itu another surprise? Karena kalau iya, aku ngambek sekarang."

Mendengarnya, Arjun kembali berpaling pada piring gado-gadonya. Ia bebaskan sorot Galvin yang saat ini terlihat penuh kabut itu, kemudian menyantap irisan wortel yang tadi ia sisihkan untuk ia nikmati paling akhir. Iya, dua porsi gado-gado itu sekarang hanya tersisa wortel saja.

"Ar..."

"Iya, aku harusnya ada meeting, tapi salah satu partner kerja nggak bisa datang." Arjun menjawab tanpa menoleh Galvin. Tangan kanannya yang memegang sendok bergerak gelisah di atas piring.

Haruskah ia jujur? Karena kalau iya, ini akan sangat memalukan. Namun, Arjun tahu, Galvin tidak akan berhenti sampai ia menemukan jawaban yang bisa membuatnya 'kenyang'. Karena Galvin tidak seperti dirinya yang tidak ingin banyak tanya.

Tangan kanan Arjun masih bergerak gelisah di atas piring. Kemudian, gerakan itu terhenti saat jemari Galvin menyentuh punggung tangannya, melepaskan sendok dari cengkeraman tangan kanan Arjun. Wanita itu kemudian membawa tangan Arjun dan menggenggamnya. Meskipun begitu, Arjun masih belum menoleh. Ia hanya melirik sekilas jemarinya yang menyatu dengan jemari Galvin, tersenyum simpul merasakan hangat tangan wanita itu.

Saat wanita itu menyandarkan kepalanya pada lengan Arjun, barulah Arjun menoleh. Bibirnya mencium singkat puncak kepala Galvin, mengernyit karena aroma asing dari wanita itu. Apakah Galvin lupa memakai–apapun itu—yang beraroma vanilla?

Tak mau pikir panjang, akhirnya Arjun buka suara, "Tapi kamu jangan ketawa, ya?" pintanya.

Galvin mengangguk singkat, menggenggam tangan Arjun dengan kedua tangannya.

"Tadi memang nggak jadi rapat. Aku mau langsung pulang, istirahat. Aku capek banget, jujur. Baru aja keluar kantor, Kalina chat aku. Dia bilang..." Oh, masa dilanjutin nih? Malu-maluin banget.

Galvin mendongak. "Bilang apa?"

"Eum... dia bilang kamu sama Rizky gandengan tangan masuk mobil Rizky. Kalina... dia... nuduh kamu ada main sama Rizky." tutur Arjun, menundukkan pandangan menatap iris cokelat gelap Galvin, lalu melanjutkan, "Aku langsung ke Galvina tadi. Pikiranku udah macem-macem, Galv. Dan sialnya, nggak ada satupun pikiran positif yang mampir di kepalaku. Yang ada segala jenis tebak-tebakan tentang apa yang kamu sama Rizky lakukan di dalam mobil. Ya, aku tahu kamu nggak mungkin, kan, khianatin aku?"

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang