BAB 46 ; Permainan Kecil

6.4K 422 66
                                    

Ya Allah, lama banget nggak update ya. Beberapa minggu terakhir aku lagi berkelana di hutan oranye yang lain (baca: shopee) buat berburu Garnier. Itulah kenapa aku tanya ada yang pakai Garnier nggak? Soalnya aku nggak pakai tapi aku nggak tahan lihat harga Garnier yang AWEWE. Tapi kebanyakan yang aku beli varian Sakura White, sih. Dan setelah aku baca respon kalian, kalian lebih cocok sama yang varian Light Complete, ya?

Kapan-kapan aku bikin GA Garnier yaa.. pada ikutan dong.

Terus, aku lama update juga gara-gara... Allahumma, sepi amat bintang di part sebelumnya. Jadi kurang bersinar semangatku. Ayodong sedekahin bintang di part ini dan part-part selanjutnya.

BAB 46 ;

Permainan Kecil

"Kamu yakin nggak mau masuk?" tanya Galvin sekali lagi. Ia melepas sabuk pengaman dan menoleh pada Giandra.

Pemuda bule itu hanya menggeleng tanpa repot menoleh pada si pemberi pertanyaan. Irisnya terpaku pada sosok Rizky di teras Galvina Studio yang sedang berbincang akrab dengan seseorang. Giandra tak perlu turun dari mobil untuk tahu siapa yang sedang membuat Rizky tertawa canggung di teras sana—meski orang tersebut membelakanginya.

Stelan formal berwarna gelap, sepatu pantofel berwarna senada dengan pakaiannya, rambut rapi, dan aura dominan yang begitu kentara—membuat siapa saja yang berhadapan dengannya merasa terintimidasi. Arjun Pragyatama, siapa lagi?

"Tunangan lo, tuh!" ucap Giandra, menunjuk pria di hadapan Rizky dengan dagunya.

Galvin mengikuti arah pandang Giandra dan sedikit terkejut mendapati Arjun berada di Galvina.

"Kata lo, dia ke luar kota." sambung Giandra.

"Dia memang ke luar kota, harusnya."

"Another surprise?"

Galvin menggeleng, dan membuang napas. "Kita ketemu besok?"

"Gue ada ujian besok sampai minggu depan. Kalau lo ngajakin ketemu besok, yang ada lembar ujian gue isinya desahan lo." sambar Giandra sekenanya. Hal yang langsung membuat Galvin memukul tengkuk lehernya. Meski terasa sakit, namun Giandra malah menyemburkan tawa.

"Kenapa kamu berubah jadi ... cabul gini?" omel Galvin pelan. Meskipun begitu, wanita itu ikut tersenyum atas tawa lepas Giandra barusan.

"Hey, lo yang ajarin gue jadi cabul, kalau lo lupa."

"Ck!" Galvin bersiap membuka pintu mobil Giandra. Ia tak ingin jika terlalu lama mendengar kalimat mengundang yang terlontar dari mulut Giandra, dewi jalangnya meronta dan ingin dibebaskan—lagi.

Tarikan kuat dari Giandra pada bahunya, membuat Galvin langsung menoleh pada si iris biru. Tanpa menunggu protes dan segala macam omelan dari si manik cokelat gelap, Giandra sudah membekap bibir mungil Galvin, melumatnya rakus untuk dua puluh detik.

Tak ingin kebablasan, Galvin melepas tautan bibirnya. "Kiss me one more time, and I'll take off your clothes again." Galvin mengancam dengan nada sensual.

Si iris biru malah menjulurkan lidahnya, "You take off my clothes? I'll bring you to 'somewhere only we know' and we stay there forever."

Galvin merotasikan bola mata, lalu membuka pintu mobil, dan mengatakan, "Semangat ujiannya, my favorite half British boy," kemudian menutup pintu.

***

"Hai, Mbak. Ketemu sama Naima?" Rizky setengah berteriak di teras Galvina Studio begitu sosok Galvin memasuki halaman studio. Hal yang langsung mendapat tatapan bingung dari Galvin. Namun, begitu pria di depan Rizky berbalik menghadap Galvin, si pemuda bossy itu menggumam tanpa suara yang diartikan Galvin sebagai 'iyain aja.'

FixedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang