18++ (Revisi)
Jangan berekspektasi lebih.
27 September 2019 - 23 September 2020(tanggal tamat)
Naskah ini saya repost untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh Penerbit @Grass_Media
Fixed (adjectiva) : tetap, menetap.
Kehidupan teratur yang di...
Pertama, aku sedih kalian pada marahin Pak Arjun. Dia ngga sejahat itu, please. Kedua, selamat hari rabu. Doakan hari ini aku dapat kabar baik, jadi bisa update lebih rajin lagi. Ketiga, still, vote and comment down bellow, please. Keempat, euummm...aku baru engeh, yg jadi cast Pak Arjun, iris nya juga biru.. Kwhahajsvajavyqjasj
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I don't know why you guys hate this dude 😭😭
At least,,Ada Gue
Giandra memekik panik mendengar ucapan Galvin tentang wanita itu yang baru saja muntah.
“But I feel so much better now, don’t worry.” sambung Galvin seraya mengusap lengan Giandra. “Biasanya gitu, Gi. Abis muntah, aku merasa baikan.”
Giandra sudah siap mendebat saat ponselnya berbunyi, mamanya yang menelepon kali ini.
“Ya, Ma?” jawab Giandra seraya membantu Galvin berjalan kembali ke kasur. “Ada yang ketinggalan?”
“Iya, mama lupa bawa kotak hadiah buat Rena. Itu kayaknya ketinggalan di kamar kamu. Di meja belajarmu.”
Meja belajar? Giandra menoleh meja belajar di sudut kamarnya. Memang ada kotak hijau pastel di sana. Setelah memastikan Galvin sudah kembali berbaring di atas kasur, Giandra melesat menuju kotak yang dimaksud mamanya, membawa kotak itu ke atas kasur.
“Iya memang ada kotak, Ma. Ini dianter ke—”
“Buka coba, Gian.” suruh mamanya di seberang.
Giandra mendengus, meletakkan ponselnya ke kasur dan me-loadspeaker panggilan sang mama. Galvin memilih duduk dan melihat apa yang dilakukan Giandra.
And one, and two, and three...
Kotak hijau pastel itu terbuka. Isinya bukan hadiah untuk Rena, melainkan kue ulang tahun, dengan angka 20 di atas kue cokelat itu.
“Ma...”
“Happy Birthday, my beautiful boy!” seru Mama dengan senang, “You’re twenty now. Please be more wise...” Giandra tersenyum mendengar nada riang mamanya di seberang, juga raut terkejut Galvin di depannya.
“Ini ulang tahun kamu?” tanya Galvin tanpa suara.
Giandra hanya mengangguk singkat, masih tersenyum. Di seberang sana, mama dan papanya masih mengucap doa dan harapannya di usia Giandra.
“Iya, Ma, Pa. Jam berapa tadi sampai di rumah Rena?”
“Dua jam yang lalu, Gi. Oh ya, gimana keadaan Vanilla? Dia mendingan?” tanya mama.
“Vanilla sudah lebih baik, Tante.” sahut Galvin saat Giandra menyodorkan ponselnya.
“Syukurlah. Tante benar-benar senang dengernya. And, I’m so happy that you’re there with Giandra now. So, that poor boy don’t have to celebrate his birthday alone.”