"Aku berterima kasih dan bersyukur kepada tuhan karena rencan dan takdir-Nya lah kau bisa menikmati kembali udara segar ciptaan-Nya"
-Seminggu berlalu sejak Xavier berada diruang ICU sekaligus menjadi korban kecelakaan pesawat keberangkatan Jerman.
Sekarang Xavier berada diruang inap biasa, ia tidak mau berlama-lama diruang VIP. Menurutnya, ruang inap biasa dan VIP tidak jauh berbedah. Toh, dia juga bukan seorang titisan sultan.
Keadaan Xavier mulai membaik. Terakhir ia merasakan semua badannya remuk. Ingatan terakhirnya berada dipesawat hingga ia melihat tubuhnya menjadi putih bersinar. Ketika ia bangun dan menitikan air mata, yang pertama kali ia dengar adalah suara isakan banyak orang. Ia membuka mata dan melihat wajah wanita paruh baya yang sudah berkeriput dan langsung memeluknya saat itu.
Ia pikir ia akan kembali kepada-Nya. Namun, tuhan berkehendak lain. Perutnya yang penuh dengan air, dengan susah payah dokter terus mengeluarkan dengan alat rumah sakit yang dewasa ini semakin canggih.
Sekarang Xavier berada ditaman rumah sakit, ia menggunakan kursi roda. Dara yang mendorongnya. Ia meminta izin untuk menikmati udara asli yang segar, bukan pendingin ruangan berskala tinggi dan mahal. Ayah dan ibunya mengizinkan dan menunggu diruang inap. Xavier memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara sejuk.
"Abang udah gak apa-apa?" tanya Dara. Ia memberhentikan dorongannya saat tiba ditaman rumah sakit yang luas.
"Jauh lebih baik," ucap Xavier sambil tersenyum. Suaranya masih serak, mungkin beberapa hari lagi akan sembuh.
"Syukurlah," Dara mengembangkan senyumannya.
"Reza kemana?" tana Xavier.
"Lagi telfonan sama kak Disa,"
Xavier mengangguk. Ia tahu bahwa temannya itu sudah menikah dengan Disa. Mungkin ia melepas rindu bersam isteri karena sudah mau menjenguknya di Singapura. Xavier tersenyum kecil. Teman-temannya sudah berkeluarga.
"Kok senyum-senyum sendiri bang?"
Pertanyaan Dara membuyarkan lamunan Xavier.
"Eh, bukan apa-apa. Fidyah sama Kevin kemana?"
"Kayaknya mereka lagi makan deh,"
Xavier mengangguk mengerti. Ia kembali menatap taman yang ada dihadapannya. Banyak bunga Edelweis, yang berati bunga kehidupan. Rumah sakit ini pintar memilih bunga yang harus ditanam.
***
Nadia berjalan keluar kampus. Kelas usai pada sore hari. Sore ini ia berniat ingin membesuk Xavier.
"Mau kemana?" Samule datang menyamakan langkahnya.
"Ke rumah sakit,"
Samuel mengangguk mengerti.
"Barengan yuk!"
Nadia mengangguk.
Samuel dan Nadia memasuki mobil milik Samuel. Mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Selama dalam mobil Nadia menoleh kearah luar jendela. Jantung terasa berpacu hebat. Jujur, ia deg-degan bertemu dengan Xavier. Ia takut Xavier tidak memaafkannya, ia takut Xavier akan menjauh darinya, ia takut jikalau Xavier akan menyuruhnya pergi.
"Gak usah takut gitu," Samuel terkekeh sambil menyetir.
Nadia menoleh. "Si-siapa yang takut?" Ia memalingkan kembali wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Asia [Completed]
Romance"Antara kisah cinta kita dan takdir Tuhan" Follow sebelum membaca:) Jangan lupa meninggalkan jejak Bintang:) Terima kasih:) -----------------------------------------------------------