"Kecanggihan alat rumah sakit pun tidak akan mampu menandingi takdir tuhan:)"
-Ruangan putih itu terasa lenggang dan hangat. Dokter dan suster kembali memakai pakaian kebesaran mereka. Masker, kaos tangan, dan seperangkat monitor kembali diaktifkan. Dokter itu memompa jantung Xavier berkali-kali.
Sementara diluar ruangan, keluarga Xavier dan teman-temannya menunggu dan terus memondar-mandir dengan cemas. Mereka terus berdoa untuk kesembuhan Xavier.
Lampu ruangan tersebut padam. Tak ada warna baik itu merah atau pun hijau. Dokter membuka pintu ruangan, para suster keluar ruangan tersebut sambil menunduk. Keluarga dan teman-teman Xavier menatap lekat dokter. Andi langsung menghampiri dokter.
"How is my child?" tanya Andi panik.
Dokter lelaki itu membuka masker dan kaos tangannya.
"How is my child a doctor!" tanya Andi sekali lagi, semakin panik.
Dokter itu menghembuskan nafas dan menggeleng lemah.
"This hospital's sophisticated equipment cannot match god's plan," ucap dokter.
Mendengar itu, Rini menangis histeris. Andi pun ikut menangis, semuanya ikut terisak.
Nadia menggleng tak percaya. Ia mendekati dokter tersebut dan mengguncangkan tubuh dokter itu.
"Bohong! Kau pasti berbohong! Xavier.... Xavier belum pergi! Gunakan semua alat yang canggih dirumah sakit ini dok! Please... dokter..." tangis Nadia.
Dokter itu hanya menatap lekat Nadia. Dokter itu hanya diam, ia tidak mengerti dengan bahasa Nadia, tapi ia mengerti dengan keadaan Nadia sekarang.
Rini memeluk Andi. Mereka menangis histeris. Samuel pun ikut menitikan air mata.
Nadia masuk kedalam ruangan itu. Ia melihat Xavier yang masih terbaring dikasur. Infus dan O2 pun telah dilepas. Sekali lagi ia menggeleng tidak percaya dan terus terisak.
"Xavier! Jangan pergi Vier! Aku disini... bangun Vier.... hiks... jangan pergi..." Nadia memeluk tubuh Xavier masih terisak.
Keluarga dan teman-teman Xavier pun ikut memasuki ruangan putih itu. Melihat keadaan Xavier.
"Xavier..." tangis Rini.
Dara menangis histeris ia memeluk Bibi Moli yang juga menangis. Reza menunduk sambil terisak. Fidyah menangis dalam dekapan Kevin.
"Bang...un... Vier... jangan pergi..." tangis Nadia. "Kamu gak boleh pergi!"
Nadia memompa-mompa perut Xavier. Terus menerus sambil terisak.
"Sudahlah nak... Xavier sudah pergi..
" tangis Rini mengelus pundak Nadia."Belum tante... Xavier belum pergi... Xavier masih bisa bahagia, Xavier pasti bisa melanjutkan pendidikannya, sebentar lagi Xavier akan wisuda... Xavier.... bangun Vier..." Nadia menangis histeris. Tangannya masih memompa perut dan dada Xavier.
Rini menitikan air mata yang kesekian kali mendengar ucapan Nadia. Xavier masih bisa melanjutkan pendidikan? Apakah tuhan masih mengizinkannya? Tangis Rini sambil mengelus bahu Nadia.
Nadia terus memompa perut dan dada Xavier tanpa lelah. Seakan menunggu keajaiban dari tuhan.
"Ya Allah... jangan ambil Xavier... Ya Allah..." tangis Nadia dalam doa.
Dokter melihat kegigihan Nadia. Dokter itu hanya bisa menunduk menahan air mata agar tidak keluar. Baru kali ini ia sedih melihat kegigihan seseorang, seakan melawan takdir tuhan.
![](https://img.wattpad.com/cover/191921725-288-k59151.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Asia [Completed]
Romantizm"Antara kisah cinta kita dan takdir Tuhan" Follow sebelum membaca:) Jangan lupa meninggalkan jejak Bintang:) Terima kasih:) -----------------------------------------------------------