Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam namun Monica belum juga kembali ke kamarnya. Ia memilih untuk bersantai di dekat kolam renang hotel. Matanya menatap bintang-bintang yang nampak bersinar terang. Di jakarta Ia tak menemukan pemandangan yang cantik seperti ini.
Berkali-kali Monica menghembuskan napasnya. Bukankah Ia bodoh karna menolak tawaran Richard? Ia bisa kembali bersama dengan Richard sebagai Monica, bukan lagi Risa.
Tetapi Ia merelakan itu semua, ya tentu saja karna itu hanya sementara. Mungkin dari semua orang di dunia ini Ia lah yang paling tau bagaimana rasanya memiliki kebahagian yang palsu. Setiap hari Monica hanya di rundung rasa takut, takut bahwa semuanya akan berakhir dengan cepat dan dia terluka sendirian.
Monica terkejut saat tiba-tiba sebuah kain terlempar ke arahnya. Ia menoleh melihat siapa yang melempar.
Ya,pria itu adalah Richard yang kini merebahkan diri di kursi santai di sampaing Monica. Kakinya yang panjang sedikit lebih dari kursi itu.
"Kamu benar-benar tidak akan masuk ke dalam kamar dan akan tidur di sini?" Tanya Richard
"Nanti kalau saya masuk bapak akan bilang saya manfaatin situasi" ucap Monica tanpa menatap Richard.
Richard menoleh kepada Monica yang sedang memperhatikan bintang-bintang di langit.
"Selimuti kaki mu.."
Monica pun melakukan perintah Richard tanpa mengatakan apapun. Ia tau perhatian itu hanya karna Richard tidak mau repot jika Ia sakit.
"Apa bintang juga indah menurut mu?"
Monica mengangguk dan tersenyum, senyum yang mencuri perhatian Richard tentu saja, senyum yang entah mengapa membuat hati Richard menghangat.
"Kenapa? Kau tau mereka hanya sekumpulan gas yang terbakar"
"Hmm... Kenapa ya.. Entahlah hanya saja aku percaya setiap hal punya sudut terindahnya. Tinggal dari mana kita memandangnya. Kalau kita bisa melihat dari sisi terindah dan terbaik kenapa harus repot-repot mencari celahnya?" Tanya Monica
"Maksud mu saya selalu berfikir negatif?"
Monica menoleh dan tersenyum semakin lebar. "Jujur saja tadi saya marah dengan bapak. Saya kesal kenapa bapak selalu memandang semua hal negatif. Tapi saya mengerti itu yang harus bapak lakukan.."
"Maksud mu?"
"Hmm.. Seperti yang pernah bapak bilang. Saya harus bersyukur dengan hidup saya karna paling tidak jika ada yang mencintai saya dia pasti tulus. Tapi tidak dengan bapak bukan? Bapak bukan berfikiran negatif, bapak hanya menyayangi diri bapak dan hati bapak. Bapak menjaga agar keduanya tidak terluka oleh mereka yang tidak tulus"
Tak ada yang bisa Richard katakan mendengar ucapan Monica. Lidahnya mendadak kelu. Di kepalanya saat ini sedang menerka-nerka apakah yang di ucapkan monica adalah tulus atau Monica hanya ingin mempermainkannya. Biasanya Ia tidak pernah peduli apa wanita itu tulus atau tidak tapi kali ini muncul harapan yang sangat besar bahwa Ada satu saja yang tulus padanya.
"Happy birthday.." Ucap Monica saat melirik jam di tangannya.
"Euhm.. Bapak lahir di singapur, pukul 00.30 kan? Jadi harusnya di singapore sekarang sudah jam segini" ucap Monica lagi ramah
"Surya yang memberi tahu mu?"
Monica menganggukan kepalanya.
"Tidak ada tart atau kejutan lain?" Tanya Richard.
Monica menggeleng , "aku tidak punya uang.. " ucapnya jujur Yang membuat Richard tak bisa untuk tak tersenyum.
"Eh.. Tapi tunggu.. " Monica mengambil ponselnya membuka aplikasi tiup lilin yang Ia punya lengkap dengan lagu happy birthday dan lilin yang sudah monica tulis angka 29.

KAMU SEDANG MEMBACA
Turn (Never lose hope)
Fantasy"Sebutkan 3 permintaan mu" Monica tertawa sinis, Air matanya terjatuh bahkan disaat ia merasa sangat terpuruk orang lain tetap menganggap hidupnya hanyalah sebuah lelucon. "Apa menurut mu hidup ku lelucon? Apa menurut mu rasa sakit ku adalah mainan...