Seperti biasanya Magisa akan bergantian berjaga dengan Monica dan Monica dengan di antar Denis keluar dari ruangan Ibunya. Mereka berjalan melewati koridor rumah sakit. Namun langkah Monica terhenti ketika melihat siapa yang ada di hadapannya.
Denis menatap bingung kepada Monica namun kemudian ia mengerti saat Seorang wanita paruh baya yang cantik berdiri di depan mereka.
"Apa kita bisa bicara?" Tanya Ibu Richard
Monica tak memberikan sautan apapun, Ia menatap ibu Richard dengan perasaan sangat lelah, Ia sungguh tak tau lagi akan ada apa lagi setelah ini.
"Aku ke parkiran dulu ya.." Ucap Denis dan meninggalkan keduanya. Monica juga tak mengiyakan ataupun menolak.
"Apa kita akan bicara di sini?" Tanya Ibu Richard.
Monica menganggukan kepalanya, lagi pula apa lagi yang harus mereka bicarakan.
Ibu Richard ikut mengangguk."Saya langsung saja, kamu pasti sudah tau mengapa saya ingin bicara dengan mu"
Monica tak memberikan respon apapun, Ia hanya menatap Ibu Richard. Wanita yang sangat menyayanginya dulu, wanita yang menggantikan sosok ibunya ketika ibunya tak ada lagi.
"Kenapa kamu memilih menyerah dengan anak ku?" Tanya Richard
"Karna dia akan jatuh miskin dan bukan demi kembali hidup miskin aku memilih Richard dengan segala perangai yang buruk. Aku bertahan dengannya karna dia kaya raya, tapi tanpa itu semua dia bukanlah pria yang bisa di pilih" jawab Monica dan berusaha untuk menjadi dingin. Miskipun hatinya sangat sakit mengatakan ini. Tapi paling tidak Richard akan jauh lebih baik jika mendengar ini.
Ibu Richard tersenyum miris. Jawaban ini yang sungguh Ia harapkan. Jawaban yang akan mengarahkan bahwa pilihannya benar. Pilihannya yang Ia lakukan demi Richard. Namun melihat bagaimana Monica mengatakannya Ibu Richard justru tersadar bahwa Ia salah. Meski yang Monica katakan begitu tapi entah mengapa Ibu Richard merasa yang sebaliknya. Ia melihat luka yang sama besarnya di mata Monica. Jika Richard menutupinya dengan tertawa bahagia wanita di hadapannya menutupinya dengan berkata kasar. Ibu Richard tak mengenal Monica namun entah mengapa Ia merasa begitu dekat dengan wanita itu. Ia bahkan merasa jauh lebih sedih melihat Monica di bandingkan melihat Richard ataupun Willy.
"Jika sudah tidak ada lagi yang ingin mama.."ucap Monica yang tiba-tiba saja terdiam mendengar ucapannya sendiri. Begitupun Ibu Richard yang menatap Monica lekat. Sekuat tenaga Monica menahan air matanya.
Ibu Richard mengangkat tangannya, tanpa Ia sadari Ia sudah menyentuh pipi Monica. Monica tak berpaling, air matanya justru terjatuh. Tangan Ibu Richard masih sama hangatnya seperti dulu. Mengapa semua tak berubah tapi nasibnya berubah.
Ibu Richard terkejut melihat tangannya sendiri. Ia adalah orang paling keras hati. Tak mudah di luluhkan bahkan oleh anak-anaknya sendiri.
"Siapa kamu?" Tanya Ibu Richard
Monica kembali tak dapat mengatakan apapun, Ia menundukan kepalanya membiarkan air matanya terjatuh.
Semua kenangan bersama ibu Richard muncul satu persatu. Bagaimana Ibu Richard selalu menjaga di saat Ia begitu merasa susah melewati masa-masa trisemester pertamannya.
Ia sungguh sungguh sungguh tidak tau harus bagaimana lagi.
"Bukankah jika kamu mencintai anak ku, seharusnya kamu berjuang untuknya?"
Monica menganggukan kepalanya. Andai Ia bisa setangguh Risa memperjuangankan Richard.
"Aku akan memberikan mu kesempatannya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn (Never lose hope)
Фэнтези"Sebutkan 3 permintaan mu" Monica tertawa sinis, Air matanya terjatuh bahkan disaat ia merasa sangat terpuruk orang lain tetap menganggap hidupnya hanyalah sebuah lelucon. "Apa menurut mu hidup ku lelucon? Apa menurut mu rasa sakit ku adalah mainan...