Closer 5

2.1K 204 31
                                    

Hari masih sangat pagi, jam bahkan belum genap menunjukkan pukul enam namun Dowoon sudah berpamitan pada ketiga teman sekamarnya yang masih kompak mengorok ramai dan melangkahkan kaki di lorong asrama. Dia berpapasan dengan beberapa teman lain, sebagian berbagi sapa meski sisanya hanya lewat sebab memang tidak saling kenal.

Sejatinya Dowoon bukan kupu-kupu sosial meski dia tinggal di lingkungan asrama. Dia tertutup dan hanya bermain dengan beberapa teman dekat. Jangankan punya kenalan kakak kelas atau adik kelas, sesama murid seangkatan saja ia mungkin tidak tahu.

"Kim Dowoon?" Mendengar namanya tiba-tiba disebut, Dowoon menoleh. Pemuda itu mengerjab memandang orang yang tidak familiar di matanya.

"Kau Kim Dowoon 'kan?" Lelaki yang sama-sama memiliki suara berat tersebut menunjuk.

"...ne," Dowoon menganggukkan kepala, tak bisa memutuskan harus bicara kasual atau sopan, karena tidak tahu orang di depannya sekarang adik kelas atau kakak kelas.

"Aku Im Changkyun, salam kenal~" pemuda itu mengulurkan tangan dan disambut canggung oleh Dowoon. Pagi-pagi sudah kenalan dengan orang baru di gedung asrama tempat mereka tinggal seatap...sebentar, rasanya ada yang salah.

"Aku sudah dengar gosip tentangmu, tapi baru sekarang melihatmu langsung. Kau--" mata Changkyun nampak menyelidik, menatap Dowoon dari pucuk kepala hingga sepatunya. "--kelihatan biasa saja." Dia mendesis.

"Gosip? Gosip apa, Sunbae?" Dowoon tidak menyadari dirinya sedang diamati dan lebih terkejut mendengar kalau ternyata ada gosip beredar soal dia.

"Sunbae?" Changkyun menyeringai. "Yah, aku dari angkatan di bawahmu. Kau semester tiga 'kan? Aku semester satu."

Pemuda bersuara bass memproses agak lambat namun begitu ia mengerti, sepasang matanya langsung membeliak.

"Lalu kenapa kau bicara banmal (kasual) padaku?" Dowoon tidak terima. "Panggil aku 'Hyung'!"

"Shireo." Changkyun mengibaskan poninya. "By the way, dimana kau biasa nongkrong?"

"Apa maksudmu nongkrong?" Desis Dowoon heran. Setahu dia kata 'nongkrong' memang punya banyak arti di lingkup pergaulannya. Baik arti denotasi maupun konotasi. Beberapa memahami nongkrong sebagai kegiatan duduk-duduk bersama sambil mengobrol, ghibah, dan minum kopi. Namun ada juga yang menganggapnya seperti menjajakan diri. Ya, menjual diri. Dengan kata lain, nongkrong atau duduk atau menunggu di salah satu tempat strategis keramaian sambil sengaja mengumbar pesona supaya didekati maupun dirayu laki-laki hidung belang dan tante-tante girang.

"Jangan sok polos," tuding Changkyun. "Semua orang di tempat ini tahu kau melakukannya."

Dowoon membelalakkan mata. "Aku tidak pernah--"

"Kau punya Sugar Daddy 'kan?" Tuduh Changkyun.

"Sugar Daddy ap--" dua detik Dowoon bengong dan dia melotot lebih lebar ketika sadar maksud istilah tersebut. "Aku tidak punya yang seperti itu!" Suara bass-nya menggelegar.

"Jangan sok suci, mereka melihat sendiri kau pernah dijemput di depan gerbang dengan mobil sport mahal. Dimana kau bertemu dengannya? Di klub apa? Apa semua temannya punya mobil yang sama? Jangan pelit informasi!"

"Sudah aku bilang aku tidak begitu!" Dowoon mulai kesal.

"Terus? Kau mau bilang dia cuma kakakmu? Sepupumu? Ah, basi! Semua homophobic mengatakan itu tapi ujung-ujungnya mereka tetap pacaran!" Changkyun ikut nyolot.

"Tapi aku benar-benar tidak begitu!"

"Hei, ada apa ramai-ramai? Kalau mau bertengkar jangan di sini. Pindah ke depan kantor keasramaan sana." Mendadak seorang pria dengan wajah sangat senior menegur dari kejauhan membuat Dowoon dan Changkyun langsung membungkukkan badan bersamaan.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang