Closer 73

1.8K 218 78
                                    

"Buka mulutnya, aak~" pinta dokter pada Dowoon yang berbaring setengah duduk di ranjang. Pemuda berambut hitam menurut, membuka mulut lebar, membiarkan senter menyinari bagian dalam tenggorokan dan dokter langsung tersenyum.

"Bagus sekali, sepertinya radangmu sudah mulai berkurang sakitnya."

Wajah Dowoon sekejab lebih cerah. Dia menganggukkan kepala. "Ku...bica...ra...Dok," gumamnya.

"Ne, kau memang seharusnya sudah mulai bisa bicara lagi kalau kondisimu membaik seperti ini. Tapi jangan memaksakan diri ya. Jika tidak benar-benar penting, jangan bicara dulu. Kalau dipaksakan nanti takutnya malah melukai yang belum sembuh total dan berbalik jadi makin sakit," ujar dokter.

"Ne..." Angguk sang pasien dengan patuh.

"Ada keluhan lain terkait tenggorokanmu? Gatal, kering, atau kesulitan menelan air minum?"

Kali ini Dowoon menggelengkan kepala. "O...ke..."

Dokter terkekeh, "Semuanya oke?"

"Eum." Pemuda bermata bulat mengangguk.

"Ada kesulitan setelah lepas dari masker oksigen?" Tanya dokter lagi.

"Ani...yo..." Dowoon menggeleng.

"Napasmu sudah mulai lancar lagi seperti sebelum sakit?"

"Ne..." Dowoon tersenyum.

"Bagus sekali. Pertahankan. Kalau kau bisa tetap bernapas dengan baik, kau tidak akan perlu selang ini lagi. Atau kau mau memakainya terus?" Canda dokter yang langsung menuai dengungan sang pasien.

"Aniyo~" desis Dowoon lirih membuat dokternya kembali terkekeh.

"Bisa lihat kedua tanganmu?" Pinta pria paruh baya berjubah putih tersebut. Dowoon menengadahkan kedua tangannya sebatas dada.

"Kau tidak merasa berat menggerakkan badanmu? Tidak ada sendi yang kaku atau sakit waktu digerakkan?" Dokter bertanya sekalian membalik tangan Dowoon untuk mengamati kesepuluh kuku yang beberapa masih berwarna biru tua dan kulit di sekitarnya mulai menghitam seperti bekas luka lebam.

Pemuda bermata bulat menggelengkan kepala memberi jawaban.

"Kakimu juga baik-baik saja?"

Dowoon menggoyang-goyangkan kedua kakinya ke kiri dan kanan lalu mengangguk. Dokter mengambil sebuah jarum, mencoba menusukkan ke bagian kulit ujung jari Dowoon yang menghitam.

"Sakit?" Dia bertanya.

Dowoon menggeleng.

Dokter menusuk lagi dengan lebih keras.

"Sakit?"

Kembali pasiennya menggeleng.

Dokter mengembalikan jarum ke nampan perak yang dipegang perawat asisten.

"Ini...bis...a...sem...buh...?" Tanya Dowoon seraya memperlihatkan jari-jari tangannya yang mati rasa di beberapa bagian.

"Eum, bisa." Dokter mengangguk. "Tapi prosesnya akan sangat lama. Untuk kukunya harus menunggu kuku baru tumbuh dan mendesak yang rusak sampai habis lepas sendiri. Karena ini frostbite, kita tidak bisa melakukan apapun. Jaringan yang telah membeku dan cacat sudah tidak bisa diperbaiki, jadi hanya mengandalkan regenerasi alami badan. Cara lainnya adalah amputasi tapi aku yakin kau pasti tidak mau. Jadi maaf ya, Dowoon-ah. Kau harus bersabar dengan kondisi jarimu yang seperti ini dulu."

Raut wajah Dowoon nampak kecewa namun dia tetap mengangguk menurut.

"Bagaimana dengan telingamu? Apa masih suka berdenging atau nyeri di bagian dalam?" Dokter mengganti topik.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang