Closer 59

1.5K 204 40
                                    

Pukul delapan malam. Dengan begini sudah hampir tujuh jam sejak Dowoon tidak diketahui keberadaannya di dalam hutan.

Beruntung hujan akhirnya berhenti, menyisakan hawa dingin menusuk tulang dan kabut tebal yang turun menghalangi pandangan mulai dari jarak dua meter. Tim penyelamat yang pertama kali masuk hutan sejak pukul enam sore baru saja kembali dari menyisir lokasi pencarian dan membuat peta kasar terkait medan.

Seperti yang dibilang penduduk setempat, hutan belantara tersebut cukup sepi sebenarnya. Binatang pemangsa hidup dalam habitat terpisah jauh membuat masyarakat bahkan berani membuka ladang tepat di tepi hutan.

Satu-satunya yang menjadi tantangan hanyalah cuaca. Di ketinggian yang nyaris menyerupai perbukitan dengan curah hujan serta kelembapan meningkat di bulan seperti ini, ditambah baru saja turun hujan menciptakan hawa dingin, tanah licin, dan kabut tebal membuat tim pencari kesulitan untuk bisa melihat jelas maupun berjalan apalagi di malam hari begini.

"Are you sure you just bring that?" Tanya Jaehyung memperhatikan perlengkapan yang dibawa Younghyun.

Jas hujan, sepatu boot, topi, senter, tongkat kayu, dan sebuah walkie talkie untuk komunikasi. Nampak terlalu sederhana bagi orang yang akan masuk hutan di malam hari.

"Hm," sahut Younghyun singkat.

Sejak tahu Dowoon menghilang, Younghyun memang jadi sedikit bicara. Namun dari mata tajam yang terus menyiratkan sinar tak tenang berkebalikan dengan ekspresi serta sikap kalem, Jaehyung paham jika sebenarnya lelaki tersebut sedang berada di puncak kecemasan. Karena Younghyun yang banyak pikiran memang jadi lebih diam dibanding dia yang baik-baik saja, mematahkan ekspektasi orang mengingat sifatnya selama ini selalu riang dan pecicilan.

"Jangan bergerak sendirian dan selalu ikuti komando tim," pesan Jaehyung. "Kau hanya akan bisa menyelamatkan Dowoon kalau kau sendiri selamat."

"I know." Younghyun membuang rokok ke tanah basah lalu menginjaknya. "Mind your business. You still have to tell Wonpil 'bout it."

Jaehyung terdiam sejenak. "I'll tell her...tomorrow."

"I'll find him before that," sambar Younghyun. Nada suaranya rendah, diucapkan dengan wajah penuh keyakinan dan mata menyorotkan harapan yang terbalut dalam permintaan supaya kata-katanya barusan terkabul. "I MUST find him asap."

"Me too. We hafta find that kid before sunrise. It's getting frozen I hope he's doing fine."

Tak ada sahutan dari arah Younghyun yang menundukkan kepala menatap rokok gepeng di tanah. Jaehyung pun tak menuntut jawaban. Mereka larut dalam isi pikiran masing-masing.

"Younghyun-ssi!" Panggilan dengan aksen Busan milik Sungjin membuat kedua laki-laki menoleh bersamaan. "Let's go!"

"Be careful." Jaehyung menepuk bahu rekannya sebelum Younghyun beranjak pergi mendekati Sungjin yang juga telah memakai jas hujan dan membawa senter.

"Kau mau makan dulu?" Pria Busan menawari sambil menyodorkan roti yang dilewati Younghyun begitu saja dengan wajah datar.

"Ain't hungry," ujar lelaki berpipi chubby, berjalan lurus menuju sekelompok orang yang merupakan tim pencari kloter kedua dan akan segera berangkat masuk hutan.

Dengan helaan napas pelan Jaehyung menatap punggung sahabatnya di kejauhan.

Brian benar... Pria tinggi membatin. Selain Dowoon, aku juga harus memikirkan cara memberitahu Wonpil tanpa membuatnya panik. Geez, what should I do?
.
.
"Gwaenchana, tidak apa-apa. Uri Dowoonie adalah anak yang baik dan manis. Aku yakin kau akan baik-baik saja. Kau disayang banyak orang. Maka kau akan selalu baik-baik saja dan bahagia. Karena bahkan malaikat juga akan melindungimu. Jadi tenang saja. Ne?"
.
.
Sepasang mata coklat menatap gamang pada bentangan langit hitam yang samar memperlihatkan beberapa titik sinar kelap-kelip di antara mendung abu-abunya. Di kejauhan terdengar cicitan tikus dengan pekikan suara burung hantu yang menyahut nyanyian riang para kodok sebab baru saja mendapatkan hujan.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang