Mager banget kenapa, padahal bentar lagi 50.
.
.
.
Di sebuah tempat di LA, Amerika SerikatSeorang pemuda berwajah Asia melangkahkan kaki masuk lobi gedung perusahaan dan langsung menerima bungkukan badan sopan dari orang-orang berambut pirang yang berpapasan dengannya.
"Morning, Sir~" sapa mereka bergantian dibalas senyuman dan anggukan kecil menyertai suara 'morning~' yang ramah.
Pemuda berperawakan sedang dengan wajah oval dan bibir tebal itu memasuki lift, naik beberapa lantai kemudian kembali berjalan menuju area studio yang dibangun berjajar.
"Morning~" sapanya sambil membuka pintu salah satu ruangan, mengagetkan beberapa orang yang berada di dalamnya. Mereka nampak sedang memegang kertas berisi lirik lagu dan tengah seksama mendengar lantunan nyanyian dari dalam kamar rekaman kedap suara.
"Don't you guys go home?" Pemuda berbibir tebal nampak kaget, melepas jaket dan menggantung di dinding.
"What is home?" Desis salah satu orang yang duduk di sofa, sepasang matanya dilingkari dengan warna hitam yang dalam.
"Work hard is good, but it's better to not push yourself. You're already doing the best," ujar pemuda tadi sembari menggulung lengan bajunya dan mendudukkan pantat di kursi produser yang telah dikosongkan untuk dirinya.
"How's the progress?" Dia langsung memeriksa data-data rekaman.
"Good for now--oh, this is..." Asisten produser mengambil satu bendel kertas dengan sekeping CD di meja tak jauh dari jangkuan lalu menyerahkan pada pemuda berbibir tebal.
"What' this? New song? From? For?" Pria tersebut menyipitkan mata monolid-nya, membuka lembar demi lembar kertas tulisan tangan yang berisi lirik lagu dan kord musik dalam beberapa versi, yakni; gitar, bass, serta piano.
"Producer Brian just sent it and wanted us to take care of it," jelas asisten produser membuat gerakan tangan lelaki di sebelahnya membeku.
Pemuda berbibir tebal mendengus, tak perlu menunggu lama kertas di tangannya segera ia lempar kembali ke meja dengan kasar.
"Suruh dia melakukannya sendiri! Aku tidak sudi menerima perintah darinya!" Ucapan ramah pria tersebut berubah jengkel, pun dengan bahasa yang ia gunakan.
"Sebenarnya..." Asisten produser mengambil dan merapikan lagi kertas serta kaset CD berisi demo kasar lagu yang baru saja datang melalui paket pos. Salah satu produser yang mengirimnya dan dia memang pernah bekerja di perusahaan musik sebelum ditarik ke cabang film. Dia dikenal punya kebiasaan unik yakni mengirim hardfile lagu-lagu baru lengkap dengan catatan kord dan rekaman demo lewat pos dengan alasan semua itu bersifat rahasia. Dia tak mau FBI mengintipnya waktu dikirim via email. Kedengaran seperti lelucon meski jika dipikir lagi ada benarnya juga.
"...pekerjaan ini dilimpahkan pada Produser RM. Tapi 'kan dia masih mengurus mixtape, katanya sementara akan dititipkan di sini. Untung-untung kau mau memprosesnya, dia bilang begitu."
"TCK!" Pria berbibir tebal berdecak keras. Dia melirik satu bendel lagu baru yang kembali nangkring di meja asisten. Rasa penasaran menyapa di waktu yang tidak tepat.
"Sinikan!" Dia akhirnya menengadahkan tangan, meminta kembali kertas dan kepingan CD. Sang asisten hanya dapat menahan senyum sambil menyerahkan barang-barang yang diminta atasannya.
"That jerk is still bstard but once he makes music he proceeds everything best. Fck him!" Sambil menggerutu sang produser kembali memeriksa salinan berkas lagu yang ditulis tangan sementara asistennya cuma tersenyum, memberi kode pada penyanyi di dalam studio untuk melanjutkan rekaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOSER
FanfictionJaePil (GS) BriWoon Day6 Book 1 : The Stranger Book 2 : Closer Book 3 : Pieces "Hey, aren't we no longer strangers? Come closer."