Closer 71

1.8K 230 132
                                    

"Yes."

Nada suara Jaehyung tidak menyimpan ragu sama sekali, setegas caranya menatap lurus manik mata tajam yang terkejut melihat dia bisa begitu bergeming.

"I'll leave him here in Korea. I've no intention to bring him anywhere," lanjut pria tinggi.

Younghyun terdiam, mengatupkan mulut rapat. Dia tidak dapat menemukan sanggahan lagi untuk membujuk---membujuk? Ah, mana bisa ini dibilang bujukan jika yang dibujuk bahkan tidak memperlihatkan celah untuk terpengaruh.

Jaehyung bukanlah tipe orang yang akan mengubah keputusannya begitu saja, apalagi cuma untuk alasan perasaan pribadi yang terkesan menye-menye. Meski terlihat cuek dan tidak perhatian, sejatinya ia banyak berpikir, mempertimbangkan, serta mengamati cuma memang pada dasarnya pria tersebut tidak suka memperlihatkan itu semua. Untuk apa juga dipamerkan?

Dan tiap kali Jaehyung sudah mengambil keputusan--masuk akal atau tidak--pasti semuanya telah lolos tahap seleksi serta pertimbangan panjang terkait bibit, bebet, dan bobotnya. Kalau ia mau, dia bisa saja membeberkan deretan pondasi kenapa keputusan tersebut diambil supaya tidak ada orang yang mampu julid padanya, namun sekali lagi Jaehyung tak suka membesar-besarkan hal sepele.

Keputusannya adalah yang terbaik dan mutlak. Jika mau hidup nyaman maka ikutilah, kalau ingin menemui 'tantangan' silahkan cari referensi lain. Dan itulah alasan kenapa Younghyun sampai sekarang masih betah mengikutinya.

Mungkin...tetap di Korea memang yang terbaik untuk Dowoon. Dia toh juga selama ini tinggal di asrama dan hanya bertemu Wonpil beberapa hari sekali. Kalau frekuensi ketemunya jadi beberapa tahun sekali, agaknya juga tak masalah, pikir Younghyun mulai menyerah akan keinginannya sendiri.

Tapi, bagaimana denganku...?

Sepasang mata tajam Younghyun memperhatikan Jaehyung yang dengan hati-hati membangunkan Wonpil lalu memintanya untuk turun dari ranjang Dowoon.

"Kau mau dibawakan tempat tidur juga ke sini?" Tanya pria tinggi yang dijawab gelengan mengantuk oleh istrinya. Wonpil menguap lebar, mengundang Jaehyung untuk memasukkan jari ke dalam mulut yang terbuka membuat gadis itu terkejut lalu memukul pelan lengan sang suami sambil pura-pura marah. Jaehyung terkekeh.

"Kau periksa kandungan sekalian ya? Beberapa hari ini kau terus mengalami kejadian sulit. Aku hanya ingin memastikan si kembar baik-baik saja," ujar lelaki tinggi.

"Aku baik-baik saja," desis Wonpil mendudukkan diri di kursi sofa sebelah Younghyun.

"Cuma USG. Tak akan lama," bujuk Jaehyung lagi.

"Shireo~" gadis mungil menggeleng.

"Kim Wonpil." Nada pria lebih tua berubah tegas, serupa dengan air mukanya. Wonpil melirik Jaehyung, sangat memahami maksud ekspresi keras itu.

"Tapi nanti belikan aku es krim." Wanita yang lebih muda memberi syarat.

"Hm," Jaehyung mengangguk seraya mengendorkan lagi tatap matanya.

"Rasa chocomint."

Kembali raut wajah pria tinggi mendatar. "Itu 'kan seperti pasta gi--"

"Chocomint!" Titah Wonpil mengerutkan kening, ganti jadi yang bersikap galak.

Jaehyung menghela napas pendek. "Baiklah." Dia menyerah.

Di dekat mereka, Younghyun cuma melirik wanita hamil yang baru saja berhasil membuat seorang Park Jaehyung menuruti keinginannya. Mendadak terbersit sesuatu di benak lelaki chubby.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang