Literasi Melawan Corona

2 0 0
                                    

Literasi Corona. Apa sih itu literasi corona? Seperti apa sih isu literasi corona yg berkembang di masyarakat. Maka dari itu, kita simak saja materi yang akan disampaikan oleh Abangda Robby. Silakan.

Saya tadi sudah menyiapkan coret-coretan sebagai pengantar diskusi kita malam ini.

Sebelumnya, disclaimer dulu ya. Saya bukan ahli kesehatan atau sejenisnya. Posisi saya sebagai pegiat literasi digital adalah untuk meluruskan kabar bohong serta mengembalikan kepercayaan publik kepada otoritas kepakaran.

Kalau masalah kesehatan ini yang jadi teman pemberi banyak pencerahan adalah kekasih saya yang kebetulan Wakil Ketua Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia Kota Binjai.

Nah, berikut bahan diskusi dari saya. Silakan disimak dengan baik sampai tuntas serta saya mohon agar tidak disebar keluar dahulu selain di grup ini sebab saya berencana merapikannya untuk dimuat di media massa.

Wabah Corona dan Runtuhnya Nalar Kita

Oleh: Anugrah Roby Syahputra
IG @anugrah.roby

Sekarang kita hidup di era digital. Anak muda yang terkategori generasi Y,  Z dan Alpha sudah terbiasa dengan gawai (gadget) sejak lahir. Baru keluar dari rahim ibunya  sudah terpapar flash kamera. Padahal belum diadzankan ayahnya. Begitulah fenomenanya. Kini tak ada lagi remaja yang mengonsumsi media cetak seperti koran dan majalah. Kecuali sedikit. Semua memuaskan dahaga informasinya di internet. Biayanya murah. Aksesnya cepat. Terkoneksi pula ke seluruh dunia. Dengan Google semua bisa jadi "pintar"

Persoalannya, banyak dari kita yang pintar hanya ponselnya, tidak dengan penggunanya. Mengapa? Suka tidak suka,  dari trilyunan informasi yang berkelindan di jagat maya, tak semuanya valid alias benar. Bahkan menurut Tom Nichols, 90%nya adalah sampah informasi.

Sialnya berbekal pengetahuan yang keliru itu banyak orang overconfidence dan "sok paten" merasa sudah tahu segalanya. Banyak warganet yang merasa puas dengan jawaban yang diberikan oleh artis, selebgram, youtuber dan orang-orang beken lainnya. Inilah yang membuat Tom Nichols menulis buku The Death of Expertise, Matinya Kepakaran. Saat ini orang tidak lagi percaya kepada pakar atau ahli. Publik lebih senang untuk memercayai apa yang populer, viral dan banyak diikuti orang kebanyakan. Kemampuan memverifikasi (tabayyun) kita lemah. Apalagi di republik +62 yang kepemilikan gawainya lima besar dunia, tapi literasinya peringkat 60 dari 61 negara.

Akibatnya apa? Hoaks alias kabar bohong menjamur di mana-mana. Tua muda menjadi penyebarnya. Tak sedikit yang marah ketika dikoreksi bahwa ia menyemai berita palsu. Mulai dari tema kesehatan, politik, agama dan sebagainya.

Kenapa orang memproduksi hoaks? Ada yang semata karena mengejar dollar. Bila kunjungan ke situs meningkat maka asupan iklan dari Adsense akan meroket. Ada pula yang pesanan politisi yang ingin menjatuhkan lawannya maupun pihak luar anonim yang ingin memecahbelah bangsa

Lalu kenapa orang menyebar hoaks? Karena ingin dianggap keren menjadi yang pertama kali menyampaikan suatu berita. Dipikirnya keren bisa jadi yang pertama. Padahal tidak selalu begitu kenyataannya.

Termasuk di isu Corona ini, hoaks sangat melimpah. Sebagiannya beririsan dengan apa yang sekarang disebut "cocoklogi". Mirisnya kebohongan semacam ini dipercaya banyak orang.

Mulai dari buku Iqra Jilid 3 karya KH As'ad Humam yang tertera di dalamnya teks "qarana khalaqa zamana kadzaba" lalu diterjemahkan secara serampangan menjadi "Corona diciptakan pada zaman penuh kedustaan". Tercium aroma oposisi untuk menyerang rezim yang dituduh "anti Islam" di sini.

Belakangan viral pula unggahan bahwa Corona sudah ada dalam Al-Qur'an pada ayat “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab:33). Pas sekali dengan anjuran tetap #dirumahaja, bukan? Subhanallah. Kamu sukses mengonsumsi satu kedustaan lagi karena dalam bahasa Arab, Corona ditulis dengan huruf kaf, bukan qaf.

Celengan Pengetahuan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang