34. izin

6.1K 269 5
                                    

Happy reading. Klik bintang dan isi kolom komentar dulu ya.  Terimakasih.  Selamat membacaa. 

---

Regan baru saja pulang dan memasuki rumahnya. Rumah yang cukup besar namun jauh dari kata ramai. Sepi. Itu yang Regan rasakan. Oleh karena itu, ia lebih sering tinggal di apartemen atau mengajak Derka menginap dirumah ini saat mamanya menyuruhnya dirumah.

"Sayang, baru pulang? "

Seorang wanita paruh baya muncul sambil membawa toples berisi cookies coklat buatanya. Wanita yang masih cukup cantik di usianya yang menginjak kepala lima.

"Hm, "jawab Regan.

Wanita yang tak lain adalah mama Regan tersenyum menanggapi jawaban putranya. sudah sejak dulu putranya bersikap demikian. Biar begitu rasanya tetap saja sakit. Saat seorang anak yang begitu dicintai bersikap dingin seperti itu.

"Mau makan dulu? " tanya Erica-mama Regan kembali sambil menatap Regan.

Regan sendiri terlihat acuh sambil melepas sepatu dan alas kakinya. Meletakanya di rak khusus sepatu dan melangkah begitu saja tanpa memperhatikan sosok yang seharusnya ia panggil mama sejak tujuh tahun lalu.

"Gak butuh. "

Erica menghela nafasnya. Matanya memanas. Selalu seperti itu. Harusnya ia kuat. Harusnya ia sudah terbiasa sejak pertama kali.

Erica meremas kuat gaun yang ia kenakan. Setetes cairan bening turun di kedua pipinya. Ini sakit. Bertahun tahun ia berusaha agar Regan mau menganggapnya. Tidak perlu memanggilnya mama, cukup menjawab dan mau berinteraksi denganya layaknya ibu dan anak saja sudah cukup. Atau berinteraksi antara tante dan keponakan. Itu sudah cukup. Tidak seperti sekarang, saat ia ada, namun ia sama sekali tidak dianggap ada. Itu lebih menyakitkan.

"Sampai kapan kamu seperti ini Regan. Tante minta maaf. Maaf jika tante mengambil kebhagiaan kamu seperti apa yang kamu bilang. Maafkan tante. "

Tanpa Erica sadari, sejak tadi Regan mendengar ucapanya. Dan Reganpun tak jauh beda dengan kondisi Erica. Tanganya mengepal dibalik dinding. Matanya memanas. Dan sebelum emosi kian memenuhi pikiranya Regan dengan cepat berjalan menuju lantai dua, tempat dimana kamarnya berada.

"Maaf, ini terlalu menyakitkan.  Anda yang menghancurkan semuanya. Dan selama Anda masih disini sampai kapanpun saya akan membenci Anda. "

---

Disisi lain, Elena kini tengah merengek menatap kakaknya. Apalagi jika meminta izin untuk pergi berdua dengab Regan besok. Papanya sudah mengizinkan, hanya tinggal Alfarez saja yang belum memberinya izin.

"Ayolah kak, hanya jalan jalan berdua kok. Engga lebih. Kak Regan gak bakal jahatin Elena kok. Boleh ya? Ya ya yaaa, " Elena berucap dengan tangan terpaut didepan dada dan mata bulat berkaca kaca sambil menatap Alfarez. Jurus andalan Elena jika ingin sesuatu namun belum diizinkan.

Alfarez mengalihkan tatapanya. Bisa langsung luluh jika ia terus menatap Elena dengan jurus andalanya itu. Kalau begini, rasanya Alfarez ingin mengutuk tantenya yang mengajari adiknya jurus seperti itu. Kalau begitu, gimana ia bisa tega untuk menolak keinginan adiknya?

"El, kemarin aja dia marah marahin kamu, jahilin kamu, terus gak nganggap kamu. Kok kamu masih mau sih jalan sama dia? " tanya Alfare heran sendiri, masih dengan matanya yang menatap kearah lain namun tanganya menarik Elena agar duduk di pangkuanya.

"Mungkin dia lagi khilaf kak waktu itu, terus sekarang dia sadar deh sama kesalahanya terus mau minta maaf sama Elena. "

"Khilaf? "

Cewek manja! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang