15. Kecewa

13.7K 535 9
                                        

Elena menatap terjaga dari tidurnya. Malam ini hujan turun amat deras. Selimut pastel yang membungkus tubuh Elena saja rasanya masih membuatnya merasa dingin.

Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Tapi mata Elena sulit untuk terpejam. Suara guntur saling bersautan. Membuat Elena semakin mengeratkan selimutnya. Tapi entah kenapa Elena meeasa ada yang aneh. Seperti ada yang buruk yang akan terjadi tapi ia tidak tahu apa.

"Ughh, kenapa sihh!"

Elena melepas selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia bangkit dan berjalan keluar kamar. Kondisi diluar sepi. Wajar karena memang sudah waktunya beristirahat. Langkah Elenapun berjalan menuju kamar kakaknya. Mungkin ia akan meminta kakaknya menyanyikannya lagu penghantar tidur.

Kamar Alfarez tidak pernah terkunci sejak dulu karena memang Elena yang suka pindah tempat tidur saat malam seperti ini. Terlebih saat mati lampu, hujan, atau sehabis menonton film horor.

Langkah pelan Elena membuka kamar Alfarez. Alfarez terlihat sudah terlelap dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya. Elenapun tanpa bersuara melangkah ikut tidur disamping Alfarez setelah menutup pintu. Tenang, mereka hanya tidur. Hal biasa yang sejak kecil mereka lakukan.

Alfarez yang merasakan sebelahnya bergerak mulai membuka matanya. Dilihatnya si kecil Elena sudah tiduran dengan mata yang masih terbuka sipit menatap kearahnya.

"Gabisa tidur hm?" tanya Alfarez mengusap rambut adiknya. Mata Alfarez begitu teduh dan menenangkan Elena. Mata hangat yang sejak dulu memberikan kasih sayang pada Elena sejak kecil.

Elena menggeleng. Elena menatap kakaknya dengan tatapan penuh resah. Entah kenapa perasaan resah Elena semakin menjadi. Tidak nyaman dan takut ada hal buruk yang terjadi. Entah keluarganya ataupun orang terdekatnya. Dan Elena tidak mau hal itu terjadi.

"Kakak, Elena ngerasa gak nyaman. Perasaan Elena resah, tapi Elena gatau kenapa, "ucapnya.

Alfarez menggenggam satu tangan Elena, matanya menatap tepat kearah manik mata gadis itu berusaha memberikan ketenangan,"Tenang, semua akan baik-baik aja. Itu hanya perasaan kamu. Ini kan hujan, bukanya perasaan kamu selalu resah saat hujan, tapi tidak ada apa-apa kan? "

Elena menunduk membenarkan ucapan kakaknya. Memang setiap hujan perasaanya menjadi resah. Mungkin bisa dikatakan ia phobia hujan deras. Jika hanya gerimis Elena justru akan menyukainya.

Elena menghela nafasnya. Mencoba menerima ucapan Alfarez bahwa ini hanya karena pengaruh hujan. Walau sebagian hati kecil Elena seolah memberontak dan mengatakan berbeda. Elena memilih memejamkan matanya seiring Alfarez yang mulai menyanyikanya lagu.

Ya Elena berharap semua baik-baik saja dan besok ia akan menemui Regan untuk menyelesaikan masalah keduanya.

Memang, setelah perdebatan panjang antara hati dan fikiran Elena, gadis itu memilih menemui Regan sesuai ucapan Derka. Ia tidak nyaman dengan ia dan Regan seperti sekarang. Ia merasa ada perasaan yang menurutnya menyesakan sekaligus menggelitik setiap mengingat Regan. Jujur, Elena rindu. Elena rindu Regan yang ada didekatnya walau terkadang Regan masih dingin padanya.

Hingga pagi menyapa. Putri tidur kini telah terjaga kembali dan sudah siap dengan segala perisapanya. Aldarez baru saja pergi entah kemana. Dan Elena merasa ini lebih baik dibandingkan Alfarez yang ada dirumah dan membuatnya sulit untuk keluar. Dan untungnya, papanyapun sedang tidak ada dirumah.

"Maafin Elena ya Pa, Kak. Elena gak maksud buat nakal kok. Tapi entah kenapa, Elena merasa kalau Regan memang punya alasan tentang perbuatanya kemarin. "

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 10.00 pagi. Tepat dimana Elena akan bertemu dengan Regan. Elena sudah berada di luar rumah setelah ia sedikit berbohong pada Alfarez tentang ia yang akan pergi kemana. Beruntung Rena mau membantunya tadi.

"Maaf kak, Elena kepepet buat bohong. "

Elena berucap sambil menatap luar rumput yang ia pijaki. Kata Derka ia tidak boleh berkata jujur jika ingin bertemu dengan Regan. Derka berkata jika ia bilang jujur ingin menemui Regan pasti Alfarez akan melarangnya. Mengingat bagaimana pertemuan Alfarez dengan Regan di tempat camping sebelumnya Elena memilih menurut. Walau hati kecilnya seolah berteriak bahwa tindakanya salah. Ya, Elena tetaplah gadis polos yang tak pernah bisa berbohong. Doakan saja, Alfarez benar benar percaya pada kebohongam kecil adiknya.

Sudah satu setengah jam Elena duduk di taman tempat dimana Derka bilang ia akan bertemu dengan Regan. Tapi sejak tadi pemuda itu tidak kunjung menunjukan dirinya. Bahkan pesan yang ia kirim pun tak kunjung mendapat jawaban baik dari Derka ataupun Regan.

Kaki Elena mulai pegal berayun sejak tadi. Matanya menelisik seluruh taman. Taman ini cukup ramai karena ini adalah hari minggu. Banyak pedagang berjualan disana. Banyak keluarga yang terlihat menghabiskan waktu untuk berkumpul juga. Dan tentu saja banyak sepasang kekasih yang saling bermesraan terlihat didepan mata Elena.

"Ughh mata Elena udah ga suci lagi dehh, "ucapnya melihat adegan yang biasanya hanya ia lihat di drama korea kini benar benar ia lihat di real life. Tidak perlu disebutkan, kalian pasti tahu adegan apa bukan ?

Elena kembali melirik ponsel miliknya. Tidak ada kabar apapun disana. Ia pun mencoba menelfon Derka. Namun sampai panggilan kelima cowok itu tidak kunjung mengangkat panggilanya. Elenapun mencoba memberanikan dirinya menelfon Regan secara langsung, namun hasilnya tetap sama. Sampai panggilan ke tujuh Regan tak kunjung menjawab panggilanya.

"Ughh, dimana sih mereka ? Atau jangan jangan mereka bohong ya? " ucap Elena pada dirinya sendiri.

Elena menggeleng menjawab pertanyaanya sendiri. Beruntung suaranya pelan jadi tidak perlu khawatir orang lain akan mengatakanya gila karena bicara sendiri.

Elena menghela nafasnya. Mencoba percaya kalau Regan akan datang. Memgingat bagaimana seriusnya raut wajah Derka kemarin, rasanya tidak mungkin Derka berbohong padanya.

Hingga langit mulai kembali menunjukan awan hitamnya. Tepat tiga jam sudah Elena duduk di taman itu tanpa kepastian. Hujan mulai mengguyur membuat Elena mau tidak mau berjalan meneduh ke salah satu warung yang ada disana.

"Mereka benar benar bohong ya? " tanyanya lirih sambil menatap teh hangat yang ia pesan. Setidaknya ia tak hanya menumpang meneduh tapi juga memberi rezeki pada pedagang itu.

Mata Elena menatap derasnya hujan yang membasahi bumi. Bahkan Elena sampai lupa perasaan resahnya saat hujan deras. Fikiranya dipenuhi mengapa Regan tidak datang kepadanya.

"Harusnya aku tidak percaya begitu saja sama ucapan kak Derka, "ucapnya sambil menunduk. Berusaha menahan lelehan air mata yang siap turun dari kedua matanya.

Mungkin Elena tak marah pada Regan yang tidak datang. Atau pada Derka yang memintanya datang ke tempat ini. Elena lebih marah pada dirinya sendiri yang dengan gampang menyetujui ucapan Derka untuk datang kesini. Ia lebih marah, kenapa ia harus berharap Regan menemuinya setelah pemuda itu mengatakan bahwa ia selalu menyusahkan. Ia marah pada dirinya sendiri kenapa ia merasa rindu dengan pemuda itu. Dan ia kecewa dengan segala perasaannya kepada pemuda itu yang entah kenapa kian mendalam walaupun ia tak bisa mendeskripsikanya melalui kata-kata.

Ini bukan salah Regan ataupun Derka. Ini salahnya. Salahnya yang terlalu menuruti hatinya yang ingin bertemu dengan Regan. Padahal jelas, pemuda itu hanya menganggapnya merepotkan dan menyusahkan.

Awalnya mungkin Elena tidak percaya dengan Regan yang ingin menemuinya di taman ini dan disampaikan oleh Derka kemarin, tapi mendengar voice note yang dikirim Derka kemarin padanya Elena percaya. Percaya bahwa Regan ingin menemuinya hari ini. Elena berfikir, mungkin Regan merasa bersalah karena ucapanya waktu itu.

Ternyata salah. Ternyata Regan kembali membuatnya merasa kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri yang terlalu berharap kisah cinta indah bersama pemuda itu.

Tbc
Halloo, hehe. Happy reading and dong forget to vote and coment. See you in next chapterrr.

Cewek manja! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang