Minato-ku, Tokyo, 3 April 2003 (11.46 p.m)
Suasana kota di malam hari begitu ramai, masih banyak orang-orang berlalu-lalang walau jarum jam sudah mulai menunjukkan waktu tidur.
Di sudut kota, di dalam sebuah bangunan rumah sakit, tepat di koridor sepi dengan pencerahan remang-remang, seorang wanita muda bersurai ungu gelap tengah menunduk dengan posisi terduduk, tampak sekali baru saja terjatuh dengan sengaja.
Wanita itu menangis tanpa suara, air mata mengalir deras di pipinya, ia berusaha menahan rasa sakit di dada saat anaknya yang baru satu minggu terlahir ke dunia harus berada jauh darinya.
Kitasato Institute Hospital, rumah sakit yang menjadi tempat kelahiran seorang anak sekaligus perpisahan antara Ibu dan anak yang masih sangat bayi. Mengapa takdir begitu tega memisahkan mereka?
Wanita itu terdiam saat suara hentakan kaki bergemuruh, terdengar kencang bagai lantunan melodi kesedihan.
Tiga orang datang, yang satu menatapnya terluka, dan dua orang lagi menatapnya sendu. Tatapan yang sama-sama menyakitkan.
"Hinata,"
Hinata mendongak, menatap pria yang memanggilnya, pria itu sama terlukanya dengan dirinya. Pria bersurai kuning itu perlahan berjongkok dan mengusap bahu Hinata yang bergetar.
"Naruto-kun, anak kita." katanya lirih.
Naruto, pria tadi, ia langsung memeluk Hinata. Sesekali mengusap surai ungu gelap istrinya. Air matanya bahkan tak bisa ditahan lagi, mereka menangis bersama.
Dua orang lagi yang melihatnya hanya bisa menatap mereka dengan sendu.
"Naruto, Hinata, kami akan menjaganya dengan baik. Menyayanginya seperti kami menyayangi anak kami sendiri." kata Sakura, salah seorang wanita dari dua orang yang menatap Naruto dan Hinata dengan sendu.
Naruto membawa Hinata berdiri, "Maaf jika kami malah membuat kalian terlibat," Naruto menunduk.
"Tidak. Kami hanya ingin membantu," elak Sakura, ia masih merasa lemas. Tangannya menggenggam telapak tangan Sasuke, suaminya di sampingnya. Ya, baru tiga hari yang lalu ia melahirkan seorang anak, selisih empat hari dari Hinata.
Hinata berusaha berjalan dengan tertatih, dibantu oleh Naruto. "K-kalian, aku mohon jaga anak kami." ujarnya lirih.
Sakura mengangguk, Sasuke menatapnya sedih. "Percayakan Boruto pada kami," katanya.
Naruto menunduk lalu mengangkat kepala dan menatap Sasuke. Tatapannya penuh akan rasa luka yang mendalam.
"Kami percayakan Boruto pada kalian."*****
"Selamat tinggal, Boruto." Hinata berucap lirih, ia menangis tersedu-sedu, melihat anaknya yang berbaring nyaman di ranjang khusus bayi.
"Kalian bisa diam-diam bertemu Boruto, kami akan membantu," kata Sakura, ia menggenggam tangan Hinata, mencoba memberi kekuatan untuk Ibu satu anak itu.
"Tapi, bagaimana kalau mereka—," ucapan Hinata terpotong.
"Kami akan membantu," ucap Sakura dengan serius. "Kalian akan sering bertemu dengannya. Aku berjanji!"
Hinata dan Naruto takjub, mereka percaya sekarang, bahwa mereka pasti masih akan selalu bertemu Boruto, walau mungkin Boruto akan memanggil mereka dengan sebutan "Paman dan Bibi" itu tidak masalah. Yang terpenting, Boruto baik-baik saja bersama Sasuke dan Sakura.
"Kalian mau menggendongnya?" tanya Sakura, ia menunjuk Boruto yang terlelap di ranjang samping ranjang Sarada, putrinya.
Hinata menggeleng, Naruto memegang pundak istrinya. "Tidak, Boruto sedang tidur, aku akan mengganggu tidurnya." katanya.
Sakura tersenyum maklum, ia tahu hal itu. Ia juga tidak akan menggendong Sarada jika melihat Sarada tertidur dengan lelap. "Baiklah."
"Kami pergi." Naruto dan Hinata berbalik. Mereka menatap sekali lagi ke arah Boruto lalu beralih ke pasangan suami istri yang akan menjaga putra mereka.
"Sampai jumpa Boruto. Kami permisi."
Sakura menghela napas sedih, ia memeluk suaminya dan menangis di dada bidang sang suami. Sasuke mengelus punggungnya. Menenangkan sang istri yang bisa saja membangunkan Boruto dan Sarada yang tengah tertidur.
Sementara Naruto dan Hinata, mereka berjalan keluar rumah sakit. Berjalan menuju dua orang yang sedang menunggu mereka di dalam mobil Honda City hitam Type Z yang terparkir anggun di halaman parkir.
"Kalian sudah melepaskan bayi kalian?" tanya salah satu dari dua orang tadi, ketika Naruto dan Hinata sudah masuk ke dalam mobil.
Naruto mengangguk. "Ya, kami melepaskannya," katanya, tak rela.
"Bagus." kata orang itu, yang satunya hanya tersenyum miring dengan mata yang mengilat tajam. Ia segera menjalankan mobil itu, meninggalkan lahan parkir rumah sakit Kitasato Institute.
Naruto melihat Hinata yang masih saja menatap rumah sakit sampai bangunan itu menghilang dari pandangan mereka. Rasanya sama seperti menjauh dan kehilangan anak mereka.
~o0O0o~
To be continue...
Hai... ketemu lagi sama aku :v
Aku punya story baru nii, kali ini pair BoruSara yaa, tapi ada SasuSaku dan NaruHina juga. Karena'kan BoruSara anak mereka 😅 jadi ya gini deh hehe...
Oh iya, fanfict ini aku buat utk memperingati 3 tahun aku bergabung dalam dunia oranye ini lho :v
Yeay udh 3 thn😆 ga nyangka bgt😭 (27 Mei 2017 - 27 Mei 2020)Kalian mau aku lanjut cepet atau gimana? Ditunggu vote and commentnya yaa... Bye😘
Salam Fatimah❤🤗
First Published
Rabu, 27 Mei 2020 {21.00 WIB}
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...