Sisi baru saja keluar dari kantor ketika dilihatnya mobil Digo sudah terparkir di depan butik, sementara pemiliknya berdiri bersandar pada pintu mobil yang tertutup.
Melihat Sisi keluar, Digo segera menghampiri Sisi.
"Ngapain lo di sini?" tanya Sisi heran.
"Jemput lo," jawab Digo santai, mengendorkan ikatan dasinya.
"Jemput gue? Emang kita ada janji ya?" tanya Sisi mengernyitkan dahinya.
"Emang kalo mau ketemu lo, gue harus buat janji ketemu dulu?"
"Ya nggak sih, emang gue siapa pake janji ketemu dulu? Kaya Dirut aja..."
Belum selesai Sisi bicara, tangan Digo sudah mencubit hidung Sisi sampai Sisi teriak-teriak.
"Coba lo ngomong Dirut lagi," Digo tertawa melihat Sisi teriak-teriak.
"Yee... Gue ngomong fakta. Emang lo bukan..." Sisi menutup hidungnya.
"Bukan apa?" tanya Digo tersenyum jahil.
"Eng... Nggak jadi... Udah ah... Lo jemput gue kan? Yuk pulang," ajak Sisi mengalah, takut hidungnya jadi korban lagi.
Digo terbahak melihat Sisi menyerah sambil menutupi hidungnya.
Tak lama mereka sudah berbaur dengan kemacetan lalu lintas.
"Si, kita makan dulu yuk," ajak Digo setelah mencoba mencari jalan alternatif agar terhindar dari macet.
"Gue kenyang," tolak Sisi.
"Lo udah makan?"
"Udah."
"Kapan?"
"Siang tadi, sama lo," Sisi nyengir.
"Berarti sore lo belum makan, Si."
"Tapi gue gak laper, gak nafsu makan," Sisi beralasan.
"Okey.... Tapi temenin gue makan ya."
"Ya udah deh. Tapi kalo cuma ditemenin makan, lo.kan bisa ajak temen lo atau sekretaris lo, atau cewek lo," kata Sisi tiba-tiba.
"Udah jangan bawel. Kalo mau nemenin makan ya temenin aja," gak usah sampe mana-mana juga," cetus Digo membelokkan mobilnya ke sebuah resto yang cukup bersih dan asri.
Mereka berdua turun dari mobil dan mencari tempat duduk.
Digo memesan sesuatu tanpa berusaha menawari Sisi.
Ketika pesanan Digo datang, ternyata Digo memesan dua porsi nasi ayam dan dua gelas teh manis.
"Lo gak pesenin gue kan?" tanya Sisi mengernyit.
"Kenapa? Lo gak mau? Rugi loh kalo gak mau. Nasi ayam di sini enak banget," ujar Digo meyakinkan.
"Gue kan udah bilang kalo gue gak nafsu makan," kata Sisi cemberut.
"Ya udah kalo gak mau makan, ntar gue makan semua," kata Digo santai.
"Bener ya!" kata Sisi yang melihat Digo mulai makan.
"Lo beneran gak mau Si? Hmm... Enak loh..." kata Digo mengambil sesendok dan disuapkan ke mulut Sisi.
Sisi yang asyik memperhatikan hp nya jadi gelagapan.
"Eh.... Nggak mau ah," elak Sisi.
"Dikit aja Si, cobain doang. Ayo dong. Sisi. Masa lo tega sih? Tangan gue pegel nih... Lagian diliatin banyak orang tuh. Dikira mereka kita lagi marahan kalo.lo gak mau makan," bujuk Digo yang terus mengangsurkan sendoknya ke mulut Sisi.
"Sesendok aja ya," akhirnya Sisi membuka mulutnya menerima suapan Digo.
"Enak kan? Kapan kapan lo bisa ajak Nayla ke sini, Si. Udah enak, harganya gak mahal lagi. Nih gue suapin lagi ya... Biar maag lo gak kambuh." oceh Digo memberikan sesuap lagi ke Sisi.
Sisi yang mendelik gak digubrisnya.
Sambil terus ngomong, Digo terus menyuapkan sesendok demi sesendok nasi ayam di piringnya hingga tinggal sedikit.
"Udah... Udah... Gue kenyang banget nih," kata Sisi menutup mulutnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menolak suapan dari Digo lagi.
"Ya udah, sekarang nih teh nya diminum," Digo mengangsurkan segelas teh pada Sisi sambil tersenyum menang.
"Udah dikasih tau gue gak laper, malah disuapin. Emang lo gak malu apa diliatin orang? Kaya gue gak bisa makan sendiri aja. Kalo gue bilang hak laper ya gak usab dipaksa gini."
Digo pun mulai menyuapkan nasinya sendiri sambil menatap Sisi yang ngomel-ngomel. Tapi Digo gak peduli.
"Sisi?" tiba-tiba terdengar seseorang menyapa Sisi
(Bersambung)
Siapa tuh yang menyapa Sisi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...