Part 48

7.8K 388 1
                                    

Sisi duduk di hadapan Thea dan Galang di cafe. Sisi menunjukkan beberapa hasil design yang dibuatnya selama dua bulan terakhir sebelum Mr Chan berangkat ke Tokyo.

Thea dan Galang melihat-lihat rancangan Sisi dengan teliti.

"Gue mau yang ini aja, Si. Bisa kan?" tanya Thea menunjuk salah satu rancangan Sisi yang modelnya simple tapi tampak mewah dan elegan.

"Boleh, terus kapan lo bisa diukur? Atau gue kerumah lo? Terserah lo bisanya kapan," tawar Sisi.

"Kalo di kantor aja gimana? Soalnya akhir-akhir ini kerjaan gue banyak nih," Thea mengajukan usul.

"Okey, gak masalah. Kapan gue bisa ke kantor lo?"

"Senin atau selasa gimana?" tanya Thea.

"Bisa. Oke, senin atau selasa gue telpon lo," angguk Sisi tersenyum.

Thea mengiyakan lalu menoleh pada Galang yang sedari awal hanya menjadi pendengar setia.

"Ya udah, kita pulang yuk," ajak Thea ke Galang.

Galang tersenyum. Menghabiskan minuman yang dipesannya, lalu keduanya pamit.

...........

Sisi keluar dari ruangan Thea. Ia baru saja menyelesaikan step pertama pekerjaannya dengan Thea.

Lift terbuka, Sisi buru-buru menyingkir membiarkan para tamu hotel yang berada di dalam lift untuk keluar terlebih dahulu sebelum ia masuk.

"Sisi? Ngapain kemari? Kok gak bilang-bilang sih kalo kesini?" ternyata Digo berada di lift yang sama hendak ke ruangannya yang terletak di lantai atas.

"Eh, Digo... Mmm...ini tadi barusan ketemu Thea. Dia pesan baju untuk pertunangannya sama Galang," jelas Sisi tersenyum.

Digo mengangguk-angguk tersenyum melihat Sisi. Lift terbuka. Mereka sampai di lantai tempat ruangan Digo berada.

Digo menarik Sisi ikut keluar bersamanya dan masuk ke ruangan tempatnya bekerja.

"Eh... Kok aku dibawa kesini sih? Aku mau balik ke butik. Kasihan Fanny sendirian," kata Sisi bingung karena Digo malah mendudukkannya di sofa.

"Aku kangen sama kamu!" kata Digo tiba-tiba, memandangi Sisi sambil tersenyum.

"Halaaah....baru juga tiga hari gak ketemu," cibir Sisi menutupi rasa jengahnya.

"Tiga hari itu lama loh, Si! Emang kamu gak kangen sama aku?" tanya Digo melihat Sisi dalam-dalam.

"Kangen juga sih," sahut Sisi pelan, menunduk.

Digo membungkuk di hadapan Sisi berusaha menengadahkan wajah Sisi agar melihatnya.

Digo tersenyum manis. Rasa kangen memenuhi hatinya selama tiga hari kepergiannya ke Singapore untuk menemui koleganya yang membuatnya tidak bisa bertemu Sisi.

Digo bangkit dan duduk di samping Sisi lalu dipeluknya gadis mungil itu erat.

"Aku benar-benar kangen sama kamu," bisik Digo menatap lekat mata Sisi, lalu turun ke hidung lancip Sisi, mengecupnya sekilas dan perlahan mencium bibir Sisi lembut, menumpahkan rasa rindu yang ditahannya selama tiga hari di Singapore kemarin.

Mata Sisi terpejam. Tangannya terulur begitu saja ke leher Digo, bergayut disana. Membalas ciuman lembut itu sepenuh hatinya. Ia tidak peduli nafasnya yang tersengal kekurangan oksigen, ia tidak peduli buku sketsa dan tas nya yang terjatuh di lantai, ia tak peduli tubuhnya menempel tak berjarak dengan tubuh Digo, ia hanya ingin meluapkan rasa kangen yang mendesak rongga dadanya.

Digo mempererat pelukannya, memperdalam ciumannya. Hampir gila menahan kerinduannya dan sekarang merasakan Sisi membalas pelukan dan ciumannya membuat hasrat Digo semakin membuncah.

Sebuah Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang