Villa di depannya terlihat sepi. Tapi ada mobil berwarna silver yang terparkir di depan garasi.
Digo membuka pagar besi yang tidak dikunci, melangkah dan mengetuk pintu perlahan.
Pintu dibuka. Digo melihat seraut wajah muncul dibalik pintu. Wajah yang membuatnya selalu merasa rindu. Wajah yang hampir setiap malam hadir di mimpi-mimpinya. Wajah yang selalu membuat moodnya membaik.
"Hai," sambut Sisi tersenyum.
Digo tidak menjawab. Ia hanya menatap lekat wajah cantik itu beberapa saat dan menariknya masuk dalam pelukannya, mendekapnya erat.
"Kamu kenapa?" tanya Sisi pelan mengerutkan kening.
Digo melepas pelukannya perlahan, menatap Sisi dengan pandangan yang sukar dimengerti.
Sisi menunggu. Menatap dengan penuh perhatian, menanti jawaban yang akan Digo ucapkan.
"Aku takut kehilangan kamu," ujar Digo pelan, lalu mendekap Sisi lagi.
Sisi terperangah. Matanya terasa panas dan perlahan kabur karena airmata mulai memenuhi mata beningnya. Terharu karena rasa sayang yang begitu besar dari Digo untuknya. Meskipun kadang ia kesal karena kecemburuan Digo yang kelewatan.
Sisi melepas pelukan Digo. Lalu menggandeng tangan cowok itu tersenyum.
"Yuk masuk, aku udah siapin makan siang."
Digo tersenyum mengangguk, lalu mengikuti Sisi menuju ruang makan yang disana sudah menunggu Tristan dan Nayla.
"Hei Bro, cepet banget? Lo ngebut ya?" tanya Tristan menyapa Digo yang duduk di depannya.
"Ya gara-gara ini nih. Gue trauma kalo dia gak ada kabar," jawab Digo menunjuk Sisi.
Sisi memukul bahu Digo pelan. Tristan hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Sementara Nayla terkekeh melihat Sisi manyun.
"Apaan sih?" cetus Sisi tersipu.
"Ya iyalah. Coba dilihat ada berapa miscall aku di hp kamu?"
"Hehehe.... Tiga puluh tujuh..." Sisi nyengir.
"Tuh... Gimana aku gak khawatir? Aku gak mau kamu tau-tau ngilang kaya dulu lagi," kata Digo melirik Sisi yang menyendokkan nasi ke piring Digo.
"Kalo suka ngilang, mending lo kalungin lonceng aja. Biar nyarinya gampang," ledek Tristan ketawa.
"Kamu ih... Kaya sapi dong?" sahut Nayla ketawa sambil memukul lengan Tristan pelan.
Digo tersenyum menatap Sisi.
"Boleh juga. Usul yang bagus!" kata Digo tertawa kecil.
Sisi mencibir.
"Hmm.... Kamu berani ngalungin aku lonceng? Awas aja... Aku bakalan ngilang beneran!" ancam Sisi cemberut.
"Ih... Gitu aja ngambek... Nggak mungkin dong aku ngasih kamu kalung lonceng. Palingan juga cuma aku kunciin di lemari," sahut Digo masih tertawa.
"Digoooo.... Jahat banget sih..." rengek Sisi.
"Hahaha... Abis kamu suka bikin sport jantung sih." Digo mencubit pipi Sisi gemas.
"Aaaaaaww.... Sakit, Digo!" teriak Sisi menepis tangan Digo lalu mengelus pipinya.
"Maaf deh... Siapa suruh punya pipi ngegemesin gitu."
"Udah.... Udah... Ayo makan, ntar keburu dingin lho," akhirnya Nayla menengahi.
Digo dan Sisi terdiam. Mereka kemudian menikmati makan siang dengan tenang meskipun Sisi masih dongkol dengan selorohan Digo.
............
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...