Digo melajukan mobilnya cepat. Sisi duduk diam di sebelahnya. Bibir tipisnya terkatup dan tangannya bersedekap. Keduanya saling diam. Sesekali keduanya saling lirik, tapi tetap tak bersuara.
Digo membawa mobilnya ke luar kota, dan menepikannya di pinggir jalan. Ia keluar dari mobil dan membukakan pintu buat Sisi yang masih terdiam tidak bergerak.
Digo menghela nafas panjang, lalu meraih lengan Sisi dan menariknya keluar dari mobil pelan.
Masih menarik lengan Sisi, Digo membawanya melompati palang besi rendah yang ada di pinggir jalan dan membawanya berjalan menuruni lerengnya. Digo baru berhenti saat mereka tiba di pinggir sebuah danau dan mengajak Sisi duduk di atas sebuah batang pohon tumbang.
Sisi hanya melirik batang tumbang itu dengan ekor matanya. Digo sudah mengalasi dengan sapu tangannya untuk Sisi duduk. Tapi Sisi tetap berdiri.
Dengan kesal Digo menyentak menarik lengan yang masih dipegangnya hingga Sisi terduduk di sampingnya.
"Kenapa kamu senyum-senyum sama si bestman tadi?" tanya Digo langsung. Ia kesal mengingat Stefan yang terlihat menawan dengan setelan jas hitamnya menatap lekat Sisi sambil menebar senyum penuh pesonanya.
"Ih... Kaya kamu gak tebar pesona sama Irene aja!" sahut Sisi cemberut.
"Aku gak tebar pesona ya! Tadi itu aku cuma basa basi aja. Irene nyapa duluan masa aku gak nanggepin?" Digo membela diri.
"Nah, sama kan? Masa Stefan udah nyapa baik-baik aku cuekin? Gak mungkin kan?" seru Sisi tak mau kalah.
Digo menatap tajam pada Sisi yang membuang muka. Sisi merasa sebal dengan tingkah Digo yang dirasanya keterlaluan. Ia bangkit berdiri, sehingga Digo terpaksa ikut berdiri.
"Tapi kamu kan gak perlu membalas senyum bestman kecakepan itu!" desis Digo kesal.
"Bestman itu punya nama! Stefan! Stefan! Stefan namanya!"seru Sisi menyebut nama Stefan berkali-kali membuat telinga Digo serasa mau pecah.
"Cukup ya kamu sebut-sebut nama itu! Aku gak suka!" bentak Digo marah.
"Oya? Kamu gak suka aku sebut-sebut nama Stefan? Tapi kamu dengan entengnya nyebut nama Irene dan TP TP sama dia. Egois!" bentak Sisi tak mau kalah.
"Ini beda ya Si. Aku gak ada apa-apa sama Irene. Tapi bestman itu? Dia suka sama kamu!" teriak Digo frustasi.
"Aku gak ada apa-apa sama Stefan ya! Tapi Irenemu itu?" Sisi merendahkan suaranya. Dadanya terasa sesak. Airmatanya sudah merebak. Ia membalikkan tubuhnya memunggungi Digo agar Digo tidak melihatnya menangis.
Mereka terdiam beberapa saat. Lalu tiba-tiba Sisi merasakan tangan Digo melingkari perutnya. Dagunya diletakkan di bahu Sisi. Digo mendekap Sisi erat.
Tangis Sisi pecah sekarang. Ia perlu mengeluarkan semua kesesakan hatinya. Ia perlu menangis untuk melegakan perasaannya.
"Maafin aku," bisik Digo hampir tidak terdengar.
Sisi terisak, berusaha menghentikan tangisnya. Ia menunduk menggenggam tas nya erat.
"Sisi, maafin aku... Maafin aku..." bisik Digo berulang ulang di dekat telinga Sisi. Menyadari Sisi yang menangis, diputarnya tubuh Sisi menghadapnya. Disekanya airmata itu dengan lembut. Hatinya tersakiti melihat pipi Sisi penuh dengan airmata yang tumpah karenanya.
"Aku mau pulang," kata Sisi lirih.
"Oke, aku anterin kamu pulang. Tapi please, maafin aku," bisik Digo.
Sisi masih diam. Dan Digo tidak suka kediaman itu menyelimuti mereka lagi.
"Si, please... Maafin aku," ulang Digo dengan suara lelah.
Sisi mengangguk hampir tak kentara. Mencoba mengulas senyum meskipun wajahnya masih basah oleh airmata.
"Makasih sudah mau maafin aku, Sayang," kata Digo tersenyum lega.
"Aku juga minta maaf," sahut Sisi lirih.
"Udah, kita lupain aja. Kamu mau pulang kan?" kata Digo membimbing Sisi kembali ke mobilnya setelah melihat Sisi mengangguk pelan.
..........
Digo melemparkan kunci mobilnya sembarangan ke meja ruang tamu.
Bayangan Sisi tersenyum pada Stefan masih tercetak jelas di ingatannya.
"Aaaaaaarrrgh...." teriak Digo mengacak-acak rambutnya.
Ia tidak tau kenapa ia bisa seposesif ini pada Sisi. Ia tidak bisa melihat Sisi dekat dengan cowok lain. Apa ia salah? Apa ia bisa mempertahankan Sisi dengan keposesifannya? Ini tidak bisa dibiarin. Ia harus bertindak sebelum si bestman gak jelas itu mengambil Sisi darinya.
Tapi.... Apa yang harus dilakukan?
Ia tidak mau gegabah melangkah, yang nantinya malah akan membuat Sisi menjauh.
Tapi kenapa juga Sisi tadi marah-marah? Irene? Cewek itu selalu muncul secara kebetulan. Dan Sisi selalu uring-uringan kalau ia menyapa dan berbicara dengan gadis itu.
Padahal sebenarnya Digo juga malas meladeni gadis centil itu. Kalo bukan ia sepupu Keiko, ia gak akan sudi beramah-ramah dengannya.
Digo kembali mengacak-acak rambutnya. Seharusnya malam ini jadi malam romantis yang tak terlupakan untuknya dan Sisi. Tapi gara-gara si bestman sok kecakepan dan si Irene kecentilan itu membuat semua jadi berantakan.
"Aaaaaaaaarrrrghhh!"
(Bersambung)
Salah sendiri... Kenapa punya wajah kok cakep cakep amat???
Hehehe....

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...