Part 44

7.2K 389 1
                                        

Sore itu Sisi bersiap-siap di kamarnya. Dress warna baby pink selutut dengan potongan sederhana tapi terlihat pas membungkus tubuhnya, dipadu dengan heels warna putih dengan model sederhana menambah kenaturalan wajah Sisi yang disapu make up tipis. Rambut lurusnya digerai sehingga menampilkan kesan feminin.

Bunyi bel pintu membuat Sisi tersadar. Ia mematut diri sekali lagi di cermin, lalu memberikan sedikit olesan parfum di titik titik nadinya. Dengan sedikit tergesa dibukanya pintu kamarnya.

Digo tersenyum menatapnya. Matanya menelusuri Sisi dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Cantik!" gumam Digo kagum.

"Kita turun sekarang?" tanya Sisi gugup.

"Kamu siap?" tanya Digo penuh perhatian.

"Nervous!" Sisi memekik kecil.

"Relax... Tarik nafas panjang.... Tahan sebentar.... Buang nafas.... Gimana?" ujar Digo yang perkataannya diikuti oleh Sisi.

"Better," sahut Sisi berusaha tersenyum.

"Ya udah, yuk turun," ajak Digo meraih tangan Sisi dan digenggamnya.

"Tunggu! Aku ambil tas dulu," Sisi berbalik masuk ke kamarnya. Digo yang tidak mau melepas genggaman nya ikut masuk ke kamar Sisi.

"Udah?" tanya Digo melihat Sisi meraih tas warna pink nya yang tergeletak di atas tempat tidur.

Sisi mengangguk, menarik nafas panjang lalu tersenyum pada Digo.

Merekapun segera menuju lift untuk turun.

......

Suasana resto itu nampak lengang. Maklum malam minggu, para tamu hotel lebih suka menghabiskan waktu di Orchard Road dari pada berdiam di hotel.

Sisi melangkah dengan sebelah tangan masih dalam genggaman tangan Digo.

Terlihat kedua orang tua Digo sudah menunggu mereka di salah satu meja resto.

"Malam Om, Tante," sapa Sisi yang dibalas dengan anggukan kecil keduanya.

"Malam Pa, Ma," Digo juga menyapa kedua orang tuanya.

Mereka berempat duduk mengelilingi meja dan seorang pelayan datang membawa buku menu untuk mereka.

Setelah memilih makanan dari buku menu tersebut, mereka terdiam menunggu pelayan itu pergi dengan catatan pesanan mereka.

"Gimana istirahat kalian?" tanya Mama Digo tersenyum.

"Baik, Ma," sahut Digo yang disusul anggukan dan senyum Sisi.

"Sisi, sudah lama kerja jadi asisten designer?" tanya Papa Digo.

"Lumayan Om. Ada hampir lima tahun," sahut Sisi sopan.

"Tapi kamu kuliah kan?" tanya Mama Digo mengernyit.

"Sudah lulus tahun kemarin, Tante," jawab Sisi tersenyum.

"Jadi sebelumnya kamu kuliah sambil kerja?" tanya Papa Digo ikut mengernyitkan dahi.

"Betul Om," angguk Sisi tanpa melepas senyum dari wajahnya.

"Kenapa kamu tidak ikut mengelola cafe sepupu kamu?" desak Papa Digo.

"Saya punya cita cita yang masih saya kejar sampai hari ini. Jadi saya tidak bisa ikut mengelola cafe meskipun jika ada hari libur saya selalu bantuin di cafe," jawab Sisi tenang. Ia tidak tau darimana ketenangan itu berasal. Entah dari genggaman erat Digo atau dari kata-kata Nayla sebelum ia berangkat.

Pembicaraan mereka terhenti saat pelayan mulai menghidangkan pesanan mereka dan mereka mulai makan malam itu dengan santai.

Meskipun Sisi mampu menjawab semua lontaran pertanyaan dari kedua orang tua Digo dengan tenang, tapi sebenarnya jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dan berharap malam ini cepat berlalu.

Selesai makan malam, mereka pindah ke penthouse tempat kedua orang tua Digo menginap selama di Singapore.

Digo mengikuti Papa-nya ke kamar dan berbicara di sana, sedangkan Sisi duduk berdua dengan Mama Digo di teras balkon yang menyuguhkan pemandangan dari ketinggian, lampu-lampu kota yang tertata dengan cantiknya.

"Boleh Tante tau, dimana kamu ketemu Digo?" tanya Mama Digo yang masih penasaran kenapa anaknya bisa tergila-gila dengan gadis mungil dihadapannya ini.

"Di toko buku, Tante. Waktu saya mau ambil buku di rak paling atas, karena gak nyampe, saya gak sengaja ngajatohin buku pas Digo di dekat situ. Jadi... Digo kejatuhan buku itu, Tante. Tapi sumpah, saya bener-bener gak sengaja," wajah Sisi memerah mengingat awal perkenalamnya dengan Digo. Diliriknya Mama Digo tersenyum makin lebar sebelum tertawa terpingkal-pingkal.

"Hahaha.... Lalu?... Hahaha... Lalu gimana reaksi Digo?" susah payah Mama Digo menahan tawanya.

"Ya awalnya saya takut dia marah-marah... Tapi ternyata dia cuma teriak kesakitan sambil mengusap kepalanya yang kejatuhan buku. Trus dia nanya nama saya siapa."

"Hmm... Gitu ya? Digo gak pernah kaya gitu sebelumnya. Ya... Memang Tante jarang...mmm... Hampir gak pernah ke Indonesia semenjak Digo kuliah. Dan Tante juga gak ngerti kenapa Digo lebih memilih mengelola hotel yang di Indonesia daripada di negara lain pada waktu Papa-nya menyodorkan pilihan. Hmm... Kamu bilang kamu kerja di butik? Apa nama butiknya?" tanya Mama Digo lagi.

"Chan's Boutique, Tante. Mr. Chan sering kok ikutan kontes peragaan busana. Dua minggu lagi juga mau ikutan Tokyo Week di Jepang," sahut Sisi.

"Ya... Tante sering dengar namanya. Karena beberapa baju di butik Tante juga hasil rancangan dia," beritahu Mama Digo.

Obrolan itu berlanjut sampai tiba-tiba Digo muncul di teras balkon mengajak Sisi balik ke kamar karena hari sudah larut malam.

Sisi pamit pada kedua orang tua Digo.

Sesampai di depan pintu penthouse, Mama Digo membisikkan sesuatu ke telinga Sisi yang membuat gadis itu tersipu dengan wajah memerah, lalu tersenyum dan mengangguk sopan.

Digo yang melihat itu mengernyit heran. Ia menatap Mamanya dan Sisi bergantian. Bagaimana bisa Mamanya akrab dengan Sisi dalam waktu yang begitu cepat?

.......

Digo mengantar Sisi sampai di depan kamar. Saat Sisi akan membuka pintu, tangan Digo menahannya.

"Kenapa lagi sih?" tanya Sisi melihat Digo sambil cemberut.

"Aku penasaran deh, Mama bisikin kamu apa sih?" tanya Digo penasaran.

"Kenapa pengen tau?" Sisi bertanya balik.

"Emang gak boleh ya?" kernyit Digo manyun.

"Enggak!" cibir Sisi membuat Digo menelan ludah.

"Sisiiiiii.... Ayo bilang Mama bisikin apa?" Digo mencubit pipi Sisi gemas.

"Aaaaaaaw.... Sakit Digo, kenapa sih suka banget nyubit?" tanya Sisi manja mengelus pipinya yang merah korban kegemasan Digo.

"Hahaha... Sukurin... Sekarang suka main rahasia-rahasiaan yaaa..." Digo meleletkan lidahnya.

"Tau ah! Udah aku capek, ngantuk!" seru Sisi membalikkan badannya membuka pintu kamar.

Digo mengikutinya dari belakang.

"Ngapain kamu ikut masuk? Tuh kamar kamu di sebelah!" bentak Sisi sambil menujuk pintu kamar sebelah.

Digo menggeleng. Ia menarik Sisi masuk dan menutup pintu, dan mendorong Sisi hingga bersandar ke pintu.

........

(Bersambung)

Nah loh.... Digo mau ngapain tuh???
Gesrek bener otak....

Sebuah Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang