Sisi membuka paket yang dikirim dari Paris untuknya. Sebuah long dress cantik berwarna merah dengan model simple tapi nampak berkelas terpampang dihadapannya.
Bagian atas tanpa lengan, dengan bagian leher depan berbentuk V dihias sedikit taburan swarowski, bagian punggung tampak backless. Bagian bawah melebar menyapu lantai dengan siluet sulur sulur dari bawah ke atas masih dengan taburan swarowski.
Ia masih mematut diri di depan cermin ketika terdengar pintu kamarnya diketuk.
"Sisi," panggil Nayla.
"Masuk aja, Nay. Gak dikunci kok," sahut Sisi setengah berteriak.
Nayla mendorong pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar Sisi. Ia.membelalakkan mata demi melihat Sisi mengenakan gaun merah mewah itu.
"Ya ampun! Lo cantik banget, Si?" puji Nayla tulus.
"Beneran, Nay? Lo gak bohong kan?" tanya Sisi tidak percaya.
"Beneran. Cocok banget sama kulit lo yang putih. Keliatan kontras gitu."
"Thank's ya Nay." Sisi memeluk Nayla.
Nayla mengelus rambut Sisi sekilas.
"Si, gue sama Tristan udah nemuin gedungnya. Nanti makanannya, gue pake menu cafe aja gak pa pa kan? Toh resep lo juga kan?"
"Iya... Gak pa pa, Nay. Thank's ya udah repot-repot bantuin gue," Sisi tersenyum haru menatap Nayla.
"Apaan sih... Udah gak usah formal-formalan gitu. Kita itu sodara, Si. Cuma lo sodara gue. Kita saling bantu. Iya kan?"
Sisi mengangguk. Ia tidak tau apa jadinya kalau tidak ada Nayla yang membantunya. Satu hal yang selalu disyukurinya sejak dulu.
"Lo sendiri, kapan married? Tunangannya jangan kelamaan keles..." kata Sisi dengan mimik lucu.
"Ngapain buru-buru, Si? Kita nabung dulu biar bener-bener siap. Gue kan gak mau ntar abis nikah, abis juga duitnya. Ih... Amit-amit deh," Nayla meringis ngeri.
"Lah kan lo udah ada penghasilan, cafe lo maju pesat. Tristan karirnya juga bagus. Sekarang kantor cabangnya aja udah ada tiga. Malah sekarang sudah persiapan untuk buka cabang yang ke empat. Apa lagi yang lo tunggu?"
"Ya semua kan harus dipikirin masak-masak, Sisi. Lo sih enak, Digo anak tunggal, pengusaha muda sukses. Calon mertua lo apa lagi. Tajir abis! Gue sama Tristan kan gak gitu. Kita berdua bener-bener nyari berdua, buat masa depan berdua. Tapi... Gue seneng kok. Jadi kerasa perjuangannya gitu," oceh Nayla senyum-senyum membuat Sisi terbengong bengong.
"Digo dan gue juga gak mau keles tergantung sama ortunya. Dan... Gue masih konsisten dengan cita-cita gue Nay.... Daaaann.... Satu lagi.... Gue mau nikah setelah lo nikah duluan... Hehehe....." tawa Sisi melihat Nayla mengernyit.
"Aduh Si, lo duluan juga gak pa pa keles.... Ngapain nunggu gue?"
"Lo kan kakak gue. Jadi wajar dong kalo lo duluan yang nikah?" kerling Sisi jahil.
"Terserah lo deh..." cibir Nayla.
Sisi menggantung gaunnya kembali dan memasukkan ke tempatnya semula, dan diberikannya ke Nayla.
Nayla tersenyum mengangguk dan membawa gaun itu ke kamarnya.
..........
Digo menunggu Sisi di depan butik. Sudah lewat seperempat jam dari jam pulang, Sisi belum juga keluar. Sebentar sebentar ia melirik jam tangannya.
Beberapa saat sesudahnya, ia melihat Sisi keluar. Tapi ia tidak sendiri. Ia melihat Sisi berjalan bersama seseorang. Bestman itu! Jantung Digo berdetak dua kali lebih cepat. Matanya tajam mengawasi keduanya yang sedang serius membicarakan sesuatu. Sesekali Sisi menunduk dan tersenyum. Lalu cowok itu tertawa lebar setelah Sisi mengatakan sesuatu, dan melambaikan tangannya berjalan menuju mobilnya yang diparkir di dekat pos satpam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
Fiksi PenggemarKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...